Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 02/09/2021, 21:00 WIB
Annisyah Dewi N,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Mendaki gunung adalah salah satu kegiatan menantang yang dapat dilakukan untuk melepas penat.

Melalui kegiatan ini pendaki dapat menikmati keindahan alam meski harus melewati perjalanan yang melelahkan dan penuh rintangan.

Namun bagi beberapa orang, kegiatan mendaki gunung berisiko menyebabkan penyakit ketinggian (altitude sickness) atau yang juga dikenal dengan mabuk gunung.

Baca juga: Penyakit Ketinggian Datang Saat Mendaki Gunung Begini Baiknya...

Penyakit ini biasanya terjadi pada ketinggian lebih dari 8.000 kaki atau 2.500 meter di atas permukaan laut akibat kekurangan oksigen.

Altitude sickness berisiko terjadi pada orang yang tidak terbiasa berada di ketinggian.

Kondisi ini cukup serius dan dapat menyebabkan komplikasi serius jika tidak mendapat penanganan yang tepat.

Jenis

Melansir Web MD, terdapat tiga jenis altitude sickness, yakni:

  1. Acute Mountain Sickness (AMS) atau derajat ringan,
    bentuk paling ringan dengan gejala seperti pusing, sakit kepala, nyeri otot, dan mual
  2. High Altitude Pulmonary Edema (HAPE) atau derajat sedang,
    ditandai dengan adanya penumpukan cairan di paru-paru yang bisa sangat berbahaya bahkan mengancam nyawa.
  3. High Altitude Cerebral Edema (HACE) atau derajat berat,
    bentuk paling parah dari penyakit ketinggian bahkan mengancam nyawa, ini terjadi ketika adanya cairan di otak.

Gejala

Dilansir dari Medical News Today, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat keparahan gejala, di antaranya:

Baca juga: 6 Hal yang harus Diperhatikan Sebelum Mendaki Gunung

  • usia, berat badan, tekanan darah, dan kapasitas pernapasan individu
  • kecepatan seseorang saat naik ke ketinggian
  • lama waktu yang dihabiskan di ketinggian tersebut

Berikut gejala penyakit ketinggian:

  • nafsu makan menurun
  • mual atau muntah
  • kelelahan dan kehilangan energi
  • pusing
  • sakit kepala
  • sulit tidur atau insomnia
  • sesak napas
  • pembengkakan pada tangan, kaki, dan wajah

Jika mengalami altitude sickness yang parah seperti HAPE atau HACE, gejala yang dirasakan diantaranya:

  • sianosis, kulit, kuku, atau bagian putih mata mulai membiru
  • linglung
  • sesak napas bahkan ketika istirahat
  • sulit berjalan
  • batuk terus-menerus hingga keluar busa putih atau merah muda
  • halusinasi

Gejala-gejala tersebut biasanya muncul dalam 12 hingga 24 jam setelah mencapai ketinggian yang lebih tinggi.

Gejala tersebut dapat membaik dalam satu atau dua hari setelah tubuh dapat menyesuaikan diri dengan perubahan ketinggian.

Baca juga: Kiat Menghindari Cedera Saat Lari di Gunung

Penyebab

Penyebab utama altitude sickness adalah terlalu cepat mendaki ketinggian dan menyebabkan adanya perbedaan tekanan udara dan tingkat oksigen dalam waktu singkat.

Tinggal atau berada di ketinggian dalam waktu yang lama membuat tubuh akan terbiasa dengan tekanan udara.

Namun, jika bepergian ke tempat yang lebih tinggi dapat berisiko terkena altitude sickness karena tubuh perlu waktu untuk menyesuaikan dengan perubahan tekanan.

Tubuh manusia setidaknya memerlukan 1 hingga 3 hari untuk menyesuaikan diri dengan perubahan ketinggian.

Hal ini menyebabkan orang yang berada di tempat ketinggian baru dalam waktu singkat lebih berisiko terkena mabuk gunung atau penyakit ketinggian ini.

Diagnosis

Melansir Cleveland Clinic, penderita yang mengalami sakit kepala dan diikuti gejala lain disertai mengunjungi tempat yang lebih tinggi dalam 24 hingga 48 jam, kemungkinan besar mengalami altitude sickness.

Untuk mengatasi hal tersebut penderita harus segera mengakhiri pendakian dan beristirahat sampai gejala mereda atau hilang.

Penderita juga dapat meredakan gejala dengan turun ke ketinggian yang lebih rendah.

Baca juga: Cerita Adinda Thomas, Alami Halusinasi Saat Mendaki Gunung...

Jika gejala semakin parah dan memerlukan penanganan medis, biasanya dokter akan melakukan pemeriksaan pada dada dengan stetoskop atau rontgen.

Dokter juga dapat melakukan MRI atau CT Scan pada otak atau dada untuk melihat adanya cairan dan melakukan pemeriksaan kadar oksigen dengan alat pulse oximetry.

Perawatan

Pada mabuk ketinggian derajat ringan dapat melanjutkan pendakian dengan kecepatan yang lebih pelan.

Bagi penderita altitude sickness derajat lebih berat harus beristirahat, mengonsumsi banyak cairan, dan berhenti merokok.

Beberapa cara di bawah ini dapat dilakukan untuk mengatasi altitude sickness, yakni:

  1. berhenti dan istirahat di tempat mengalami altitude sickness
  2. pada penderita derajat sedang sebaiknya turun sekitar 305 meter dari ketinggian awal dan beristirahat agar tubuh beradaptasi
  3. minum air yang cukup
  4. tidak mendaki lebih tinggi setidaknya dalam 24 hingga 48 jam
  5. mengonsumsi obat penghilang nyeri seperti acetaminophen dan ibuprofen
  6. memberikan oksigen murni
  7. mengonsumsi obat asetazolamid atau deksametason untuk mengurangi pembengkakan otak
  8. mengonsumsi obat nifedipin untuk mengatasi penumpukan cairan dalam paru-paru dan meredakan sesak napas

Baca juga: Apa Saja Persiapan Bersepeda Gunung bagi Pemula?

Pencegahan

Altitude sickness dapat dicegah dengan melakukan pendakian secara bertahap agar tubuh dapat beradaptasi dengan perubahan tekanan udara dan tingkat oksigen.

Selain itu, beberapa cara di bawah ini dapat dilakukan untuk mencegah altitude sickness saat melakukan pendakian:

  1. tidak melakukan aktivitas fisik secara berlebihan dalam 24 jam pertama pendakian
  2. meningkatkan asupan cairan saat mendaki
  3. konsumsi makanan tinggi kalori dan karbohidrat
  4. memastikan istirahat yang cukup
  5. tidak merokok selama pendakian
  6. hindari konsumsi alkohol sebelum melakukan pendakian.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini tidak diperuntukkan untuk melakukan self diagnosis. Harap selalu melakukan konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.

Video rekomendasi
Video lainnya

Indeks Penyakit


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com