“Diamati saja, itu di warung-warung atau toko-toko modern, anak-anak masih bisa bebas beli rokok kan?” tutur Reviono saat diwawancarai Kompas.com, Jumat (9/10/2020).
Guna mengatasi masalah ini, dia menilai, pemerintah terkait perlu melakukan pengawasan lebih ketat lagi dan pedagang harus punya kesadaran tinggi untuk patuh terhadap aturan.
Selain itu, Reviono berpendapat, sekarang dibutuhkan pula kenaikan harga rokok untuk semakin membatasi akses anak terhadap rokok.
Dia memperhatikan, banyak pihak selama ini kerap melontarkan pembenaran atas tindakan merokok dengan dalih cukai rokok bermanfaat bagi negara, terutama yang terbaru adalah mengatasi persoalan defisit BPJS Kesehatan.
Reviono tidak sepakat dengan anggapan tersebut.
Dia menilai, pemikiran itu adalah logika yang keliru.
Pasalnya, berdasarkan berbagai sumber, Reviono menyebut, bahwa penanganan terhadap penyakit akibat rokoklah yang sebenarnya membebani BPJS Kesehatan, seperti pada penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).
"Coba berpikirnya dibalik, berhenti merokok itu baik untuk kesehatan. Kalau sehat, orang-orang jadi tidak perlu pergi berobat pakai BPJS," ujar dia.
Jadi, dia merasa, kenaikan cukai dan harga rokok eceran penting diberlakukan dengan harapan dapat menurunkan konsumsi rokok, terutama di kalangan masyarakat berpenghasilan rendah dan anak-anak.
Reviono berharap kepada masyarakat, terutama para perokok aktif untuk selalu bisa menyikapi kenaikan harga rokok dengan kepala dingin.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.