Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

6 Penyebab Hiperventilasi, Kondisi Bernapas Sangat Cepat yang Perlu Diwaspadai

Kompas.com - 31/01/2021, 16:06 WIB
Irawan Sapto Adhi

Penulis

KOMPAS.com - Hiperventilasi adalah kondisi medis di mana Anda bernapas dengan sangat cepat.

Pernapasan yang sehat terjadi dengan keseimbangan yang sehat antara menghirup oksigen dan menghembuskan karbon dioksida.

Melansir Health Line, saat hiperventilasi terjadi, penderitanya akan lebih banyak menghembuskan napas daripada menghirup napas.

Baca juga: 25 Penyebab Hidung Tersumbat dan Cara Mengatasinya

Kondisi ini dapat menyebabkan pengurangan karbon dioksida dengan cepat di dalam tubuh.

Kadar karbon dioksida yang rendah menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang memasok darah ke otak.

Penurunan suplai darah ke otak ini kemudian bisa menyebabkan gejala seperti pusing dan kesemutan di jari.

Sementara, hiperventilasi yang parah dapat menyebabkan hilangnya kesadaran.

Bagi sebagian orang, hiperventilasi jarang terjadi. Ini hanya terjadi sebagai respons panik sesekali terhadap rasa takut, stres, atau fobia.

Bagi yang lain, kondisi ini terjadi sebagai respons terhadap keadaan emosional, seperti depresi, kecemasan, atau kemarahan.

Jika hiperventilasi sering terjadi, itu dikenal sebagai sindrom hiperventilasi.

Penyebab hiperventilasi

Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan hiperventilasi.

Melansir Medical News Today, hiperventilasi bukanlah suatu penyakit. Sebaliknya, ini adalah gejala dari kondisi lain atau akibat tekanan emosional.

Baca juga: 9 Cara Mengatasi Hidung Tersumbat Secara Alami dan dengan Bantuan Obat

Beberapa kemungkinan penyebab hiperventilasi meliputi:

1. Ketakutan, panik, atau stres

Salah satu penyebab hiperventilasi yang paling umum adalah tekanan emosional, termasuk panik, ketakutan, atau kecemasan.

Sebuah studi tentang orang yang mengalami hiperventilasi menemukan bahwa gejala tambahan yang paling umum adalah rasa takut.

Sekitar setengah dari orang yang diteliti juga memiliki kondisi kejiwaan.

Beberapa dokter menyebut hiperventilasi karena emosi sebagai sindrom hiperventilasi.

Baca juga: 14 Makanan untuk Membantu Menghilangkan Stres

2. Infeksi

Beberapa jenis infeksi di tubuh dapat menyebabkan hiperventilasi.

Infeksi seperti pneumonia dapat menyebabkan pembengkakan dan penumpukan cairan di paru-paru, yang dapat menyebabkan pernapasan cepat.

3. Cedera kepala

Otak memainkan peran penting dalam mengontrol pernapasan.

Jika seseorang mengalami cedera kepala, hal itu dapat menyebabkan perubahan kecepatan pernapasan, termasuk hiperventilasi.

Gejala tambahan dari cedera kepala, termasuk sakit kepala, mual, dan kebingungan.

Siapapun dengan cedera kepala yang serius harus segera ke dokter.

4. Penyakit paru paru

Penyakit paru-paru tertentu, seperti penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dan asma, dapat membuat pernapasan menjadi lebih sulit.

Saluran udara mungkin menyempit, membuat seseorang bekerja lebih keras untuk memasukkan udara ke dalam paru-paru, yang dapat menyebabkan pernapasan cepat.

Jika penyakit paru-paru menyebabkan hiperventilasi, gejalanya mungkin termasuk mengi, nyeri dada, dan batuk.

Baca juga: 4 Penyebab Nyeri Dada Selain Penyakit Jantung

5. Ketoasidosis diabetik

Ketoasidosis diabetik adalah komplikasi dari diabetes.

Ketoasidosis diabetik dapat terjadi jika tubuh tidak memiliki cukup insulin untuk energi dan sebaliknya membakar lemak.

Jika tubuh terlalu lama bergantung pada lemak, produk sampingan yang disebut keton dapat terbentuk di dalam tubuh.

Hiperventilasi adalah salah satu gejala ketoasidosis diabetikum.

Gejala lain termasuk:

  • Mual
  • Rasa haus yang berlebihan
  • Sering buang air kecil

Baca juga: 7 Perbedaan Diabetes Tipe 1 dan Diabetes Tipe 2

6. Berada di dataran tinggi

Saat seseorang berada di dataran tinggi, tekanan udara dan tingkat oksigen menurun, yang dapat membuat pernapasan menjadi lebih sulit.

Di dataran tinggi, paru-paru harus bekerja lebih keras untuk mendapatkan oksigen ke dalam tubuh.

Pada ketinggian sekitar 8.000 kaki, tingkat oksigen yang rendah dapat menyebabkan masalah pernapasan, termasuk hiperventilasi.

Pada beberapa orang, hiperventilasi dapat dimulai pada ketinggian di bawah 8.000 kaki.

Misalnya, penderita asma mungkin mengalami masalah pernapasan di dataran rendah.

Kapan harus mencari pengobatan untuk hiperventilasi?

Merangkum WebMD, hiperventilasi bisa menjadi masalah serius.

Gejalanya bisa berlangsung 20 sampai 30 menit.

Baca juga: Dyspnea (Sesak Napas): Gejala, Penyebab, dan Cara Mengobati

Anda kiranya harus mencari pengobatan untuk hiperventilasi saat gejala berikut terjadi:

  • Pernapasan cepat dan dalam untuk pertama kalinya
  • Hiperventilasi yang semakin parah, bahkan setelah mencoba opsi perawatan di rumah
  • Rasa sakit
  • Demam
  • Pendarahan
  • Merasa cemas, gugup, atau tegang
  • Sering mendesah atau menguap
  • Detak jantung yang berdebar kencang
  • Masalah dengan keseimbangan, pusing, atau vertigo
  • Mati rasa atau kesemutan di tangan, kaki, atau sekitar mulut
  • Dada sesak, penuh, tertekan, nyeri tekan, atau sakit

Gejala lain lebih jarang terjadi dan mungkin tidak jelas terkait dengan hiperventilasi.

Beberapa gejala tersebut meliputi:

  • Sakit kepala
  • Gas lambung, perut kembung, atau sendawa
  • Kedutan
  • Berkeringat
  • Perubahan penglihatan, seperti penglihatan kabur
  • Masalah dengan konsentrasi atau memori
  • Kehilangan kesadaran (pingsan)

Baca juga: Ini Durasi Tidur Ideal Berdasarkan Usia

Pastikan untuk memberi tahu dokter jika Anda mengalami gejala yang berulang.

Anda mungkin mengalami kondisi yang disebut sindrom hiperventilasi.

Sindrom ini tidak dipahami dengan baik dan memiliki gejala yang mirip dengan serangan panik. Ini sering salah didiagnosis sebagai asma.

Diagnosis hiperventilasi

Hiperventilasi memiliki banyak kemungkinan penyebab, jadi penting bagi dokter untuk meninjau semua gejala seseorang.

Dokter mungkin akan melakukan pemeriksaan fisik dan bertanya kepada seseorang tentang riwayat kesehatan mereka.

Rontgen dada dan tes darah dapat membantu mendiagnosis beberapa penyebab hiperventilasi, seperti infeksi.

Tes gas darah arteri bisa juga dilakukan untuk mengukur jumlah oksigen dan karbon dioksida dalam darah.

Tes ini dapat menentukan apakah hiperventilasi telah menurunkan kadar karbon dioksida dalam darah atau belum.

Baca juga: 5 Bahaya Nikotin dalam Rokok Elektrik

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com