Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

14 Jenis Penyakit Autoimun yang Perlu Diwaspadai

Kompas.com - 28/02/2021, 17:08 WIB
Irawan Sapto Adhi

Penulis

KOMPAS.com – Penyakit autoimun adalah suatu kondisi di mana sistem kekebalan tubuh secara keliru menyerang sel-sel sehat dalam tubuh.

Sistem kekebalan biasanya melindungi dari kuman seperti bakteri dan virus. Ketika merasakan serangan asing ini, sistem daya tahan tubuh akan mengirimkan pasukan sel tempur untuk melawan mereka.

Biasanya, sistem kekebalan dapat membedakan antara sel asing dan sel tubuh sendiri.

Baca juga: 14 Cara Meningkatkan Daya Ingat Secara Alami

Pada penyakit autoimun, sistem kekebalan salah menganggap bagian tubuh, seperti persendian atau kulit, sebagai benda asing.

Kesalahan ini kemudian medorong tubuh melepaskan protein yang disebut autoantibodi yang menyerang sel sehat.

Beberapa penyakit autoimun hanya menargetkan satu organ. Misalnya, diabetes tipe 1 merusak pankreas.

Sementara, jenis penyakit autoimun lainnya bisa memengaruhi seluruh tubuh, seperti lupus eritematosus sistemik (LES) atau systemic lupus erythematosus (SLE).

Mengapa sistem kekebalan menyerang tubuh?

Melansir Medical News Today, dokter tidak tahu persis apa yang menyebabkan sistem kekebalan tubuh membangkan. Namun beberapa orang bisa jadi lebih mungkin terkena penyakit autoimun daripada yang lain.

Menurut sebuah studi yang diterbitkan dalam Jurnal Autoimmunity Reviews pada Agustus 2012, wanita mendapatkan penyakit autoimun pada tingkat sekitar 2 banding 1 dibandingkan pria, yakni 6,4 persen wanita, sementara 2,7 persen pria.

Baca juga: 6 Jenis Tanaman Herbal yang Baik untuk Jaga Imunitas Saat Puasa

Penyakit ini sering kali dimulai selama masa subur seorang wanita, yaitu pada usia 15 sampai 44 tahun.

Beberapa penyakit autoimun juga lebih sering terjadi pada kelompok etnis tertentu. Misalnya, lupus memengaruhi lebih banyak orang Afrika-Amerika dan Amerika Latin, sementara diabetes tipe 1 pada umumnya menimpa orang Eropa.

Selain itu, pnyakit autoimun tertentu, seperti multiple sclerosis dan lupus, diturunkan dalam keluarga (faktor riwayat keluarga).

Tidak setiap anggota keluarga pasti mengidap penyakit yang sama, tetapi mereka mewarisi kerentanan terhadap kondisi autoimun.

Karena kejadian penyakit autoimun meningkat, para peneliti menduga faktor lingkungan seperti infeksi dan paparan bahan kimia atau pelarut (solvent) mungkin juga terlibat.

Diet kurang sehat adalah faktor risiko lain yang dicurigai untuk mengembangkan penyakit autoimun.

Baca juga: 7 Perbedaan Diabetes Tipe 1 dan Diabetes Tipe 2

Makan makanan tinggi lemak, tinggi gula, dan makanan olahan diduga terkait dengan peradangan yang dapat memicu respons imun. Namun, hal ini belum terbukti.

Sementara itu, sebuah studi yang diterbitkan dalam Jurnal ImmunoTargets and Therapy pada Juli 2015 berfokus pada teori lain yang disebut “hipotesis kebersihan”.

Di mana, karena telah tersedia vaksin dan antiseptik, anak-anak saat ini tidak terpapar kuman sebanyak sebelumnya. Kurangnya paparan bisa membuat sistem kekebalan anak-anak ini cenderung bereaksi berlebihan terhadap zat yang tidak berbahaya.

Para ahli pada dasarnya tidak tahu persis apa yang menjadi penyebab penyakit autoimun. Faktor genetika, diet atau pola makan, infeksi, dan paparan bahan kimia mungkin terlibat.

Jenis penyakit imun yang umum terjadi

Melansir Health Line, sebenarnya ada lebih dari 80 penyakit autoimun yang dapat menimpa seseorang.

Namun, berikut ini adalah 14 jenis penyakit autoimun yang paling umum terjadi:

1. Diabetes tipe 1

Pankreas adalah organ yang salah satunya berfungsi untuk menghasilkan hormon insulin, yang membantu mengatur kadar gula darah.

Baca juga: Kenali Gejala Khusus Diabetes Tipe 1

Pada diabetes melitus tipe 1, sistem kekebalan menyerang dan menghancurkan sel penghasil insulin di pankreas.

Hasil gula darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah, serta organ seperti jantung, ginjal, mata, dan saraf.

2. Rheumatoid arthritis (RA)

Pada RA, sistem kekebalan menyerang persendian.

Serangan ini dapat menyebabkan gejala kemerahan, rasa hangat, nyeri, dan kaku pada persendian.

Tidak seperti osteoarthritis yang biasanya menyerang orang seiring bertambahnya usia, RA dapat dimulai sejak usia 30-an atau lebih cepat.

Baca juga: Jangan Keliru, Ini Beda Penyakit Rematik dan Asam Urat

3. Psoriasis atau psoriatic arthritis

Sel-sel kulit biasanya tumbuh dan kemudian terlepas saat tidak lagi dibutuhkan.

Psoriasis menyebabkan sel kulit berkembang terlalu cepat.

Sel ekstra kemudian menumpuk dan membentuk bercak merah yang meradang, biasanya dengan sisik putih dari plak pada kulit.

Hingga 30 persen penderita psoriasis juga mengalami pembengkakan, kekakuan, dan nyeri pada persendian mereka. Bentuk penyakit ini disebut arthritis psoriatis.

4. Multiple sclerosis

Multiple sclerosis (MS) merusak selubung mielin, lapisan pelindung yang mengelilingi sel saraf, di sistem saraf pusat.

Kerusakan pada selubung mielin kemudian memperlambat kecepatan transmisi pesan antara otak dan sumsum tulang belakang ke dan dari seluruh tubuh.

Kerusakan ini dapat menyebabkan gejala seperti:

  • Mati rasa
  • Kelemahan
  • Masalah keseimbangan
  • Kesulitan berjalan

Baca juga: Kondisi pada Anak yang Bisa Dicurigai Sebagai Gejala Penyakit Langka

Penyakit multiple sclerosis datang dalam beberapa bentuk yang berkembang dengan kecepatan berbeda.

Menurut studi yang diterbitkan dalam Jurnal Pharmacy and Therapeutics pada 2012, sekitar 50 persen orang dengan MS membutuhkan bantuan untuk berjalan dalam waktu 15 tahun setelah penyakit dimulai.

5. Systemic lupus erythematosus (SLE)

Meskipun para dokter pada tahun 1800-an pertama kali menggambarkan lupus sebagai penyakit kulit karena ruam yang biasa ditimbulkannya, sebenarnya SLE atau lupus eritematosus sistemik (LES) dapat memengaruhi banyak organ, termasuk persendian, ginjal, otak, dan jantung.

Gejala lupus yang paling umum, di antaranya yakni:

  • Nyeri sendi
  • Kelelahan
  • Ruam

Baca juga: Mengapa Penyakit Lupus Sulit Disembuhkan?

6. Penyakit radang usus

Inflammatory bowel disease (IBD) atau penyakit radang usus adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi yang menyebabkan peradangan pada lapisan dinding usus.

Setiap jenis IBD memengaruhi bagian saluran pencernaan yang berbeda.

Penyakit Crohn dapat meradang di bagian mana pun dari saluran pencernaan, dari mulut hingga anus.

Sementara, kolitis ulserativa hanya memengaruhi lapisan usus besar (kolon) dan rektum.

7. Penyakit Addison

Penyakit Addison memengaruhi kelenjar adrenal, yang menghasilkan hormon kortisol dan aldosteron serta hormon androgen.

Kekurangan kortisol sendiri dapat memengaruhi cara tubuh menggunakan dan menyimpan karbohidrat dan gula (glukosa).

Sementara, kekurangan aldosteron akan menyebabkan kehilangan natrium dan kalium berlebih dalam aliran darah.

Gejala penyakit Addison di antaranya dapat berupa:

Baca juga: 7 Penyebab Gula Darah Rendah yang Perlu Diwaspadai

8. Penyakit Graves

Penyakit Graves menyerang kelenjar tiroid di leher, menyebabkannya memproduksi terlalu banyak hormon.

Hormon tiroid sendiri berfungsi salah satunya untuk mengontrol penggunaan energi tubuh, yang dikenal sebagai metabolisme.

Terlalu banyak hormon ini pada akhirnya pun dapat meningkatkan aktivitas tubuh, menyebabkan gejala seperti:

  • Kegugupan
  • Detak jantung cepat
  • Intoleransi panas
  • Penurunan berat badan

Baca juga: 3 Gejala Irritable Bowel Syndrome (IBS) yang Perlu Diwaspadai

Salah satu gejala potensial penyakit Graves adalah mata melotot yang disebut exophthalmos.

Kondisi ini dapat terjadi sebagai bagian dari apa yang disebut sebagai Graves 'ophthalmopathy yang terjadi pada sekitar 30 persen dari mereka yang memiliki penyakit Graves, menurut sebuah studi pada 1993.

9. Sindrom Sjögren

Kondisi ini menyerang kelenjar yang memberi pelumasan pada mata dan mulut.

Gejala khas sindrom Sjögren adalah mata kering dan mulut kering, tetapi juga dapat memengaruhi persendian atau kulit.

10. Tiroiditis Hashimoto

Pada tiroiditis Hashimoto, produksi hormon tiroid melambat hingga mengalami defisiensi.

  • Gejala tiroiditis Hashimoto antara lain dapat berupa:
  • Penambahan berat badan
  • Kepekaan terhadap dingin
  • Kelelahan
  • Rambut rontok
  • Pembengkakan tiroid (gondok)

Baca juga: 5 Gejala Gondok yang Perlu Diwaspadai

11. Penyakit myasthenia gravis

Myasthenia gravis memengaruhi impuls saraf yang membantu otak mengontrol otot.

Ketika komunikasi dari saraf ke otot terganggu, sinyal tidak dapat mengarahkan otot untuk berkontraksi.

Gejala myasthenia gravis yang paling umum adalah kelemahan otot yang semakin memburuk saat beraktivitas dan membaik dengan istirahat.

Sering kali otot yang mengontrol gerakan mata, kelopak mata terbuka, menelan, dan gerakan wajah terlibat.

12. Vaskulitis autoimun

Vaskulitis autoimun terjadi ketika sistem kekebalan menyerang pembuluh darah.

Peradangan yang terjadi mempersempit arteri dan vena, sehingga lebih sedikit darah yang mengalir melalui mereka.

Baca juga: 12 Makanan yang Mengandung Zat Besi Tinggi

13. Anemia pernisiosa

Anemia pernisiosa menyebabkan kekurangan protein yang dibuat oleh sel-sel lapisan perut yang dibutuhkan agar usus halus dapat menyerap vitamin B-12 dari makanan.

Tanpa cukup vitamin ini, seseorang akan mengembangkan anemia, dan kemampuan tubuh untuk sintesis DNA yang tepat akan berubah.

Anemia pernisiosa lebih sering terjadi pada kelompok lansia.

14. Penyakit celiac

Orang dengan penyakit celiac tidak dapat makan makanan yang mengandung gluten, protein yang ditemukan dalam gandum, gandum hitam, dan produk biji-bijian lainnya.

Ketika gluten ada di usus kecil, sistem kekebalan menyerang bagian saluran pencernaan ini dan menyebabkan peradangan.

Baca juga: 3 Penyebab Penyakit Celiac yang Perlu Diwaspadai

Beberapa tanda dan gejala penyakit celiac yang paling mungkin terjadi, yakni:

  • Diare
  • Perut kembung
  • Gas lambung berlebih atau begah
  • Penurunan berat badan
  • Anemia defisiensi besi
  • Sembelit
  • Ruam gatal di kulit

Kapan harus ke dokter?

Bagi siapa saja, sangat dianjurkan untuk bisa berkonsultasi dengan dokter jika mencurigai mengalami gejala penyakit autoimun.

Seseorang mungkin perlu mengunjungi dokter spesialis, tergantung pada jenis penyakit yang diderita.

Misalnya, ahli reumatologi bisa dimintai konsultasi untuk mengobati penyakit sendi, seperti artritis reumatoid serta penyakit autoimun lainnya, misalnya sindrom Sjögren dan SLE

Sementara, ahli gastroenterologi dapay mengobati penyakit pada saluran pencernaan, seperti penyakit celiac dan penyakit Crohn.

Sedangkan, ahli endokrin menangani kondisi kelenjar, termasuk penyakit Graves, tiroiditis Hashimoto, dan penyakit Addison.

Dokter kulit sendiri dapat dimintai bantuan untuk merawat kondisi kulit, seperti psoriasis.

Baca juga: Sudahi Perdebatan, Ini Waktu Berjemur yang Tepat Hasil Kajian Perdoski

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau