KOMPAS.com – Penting bagi setiap orang tua untuk memahami apa itu penyakit langka agar ketika dihadapkan dengan penyakit ini dapat memberikan langkah penanganan terbaik yang dibutuhkan sang buah hati.
Demikian saran yang disampaikan oleh Kepala Pusat Penyakit Langka RSUPN Cipto Mangunkusumo Prof. DR. dr. Damayanti Rusli Sjarif, Sp.A(K) saat mengisi acara Patient Gathering melalui aplikasi Zoom pada Minggu (28/2/2021).
Acara tersebut diselenggarakan oleh Yayasan MPS dan Penyakit Langka Indonesia dalam rangka memeringati Hari Penyakit Langka Sedunia yang jatuh setiap tanggal 29 Februari.
Baca juga: Kondisi pada Anak yang Bisa Dicurigai Sebagai Gejala Penyakit Langka
Selain penyampaikan gagasan dari Prof. Damayanti, acara Patient Gathering diisi juga dengan laporan dari para dokter yang menangani langsung pasien penyakit langka di berbagai daerah Indonesia dan sharing dari keluarga pasien.
Prof. Damayanti pun menjelaskan, sesuai namanya, penyakit langka adalah penyakit yang dapat mengancam jiwa atau mengganggu kualitas hidup dengan prevalensi yang rendah, yakni sekitar 1:2.000 populasi atau kurang dari 2.000 pasien di populasi.
Menurut dia, hingga saat ini, penyakit langka masih sering dianggap tidak penting, terutama di negara berkembang, karena jumlah pasien yang sedikit.
Padahal, sebenarnya pasien penyakit langka ini cukup banyak secara kolektif.
“Lebih dari 7.000 penyakit langka telah diidentifikasi dan mempengaruhi hidup jutaan orang di Asia,” jelas Prof. Damayanti yang juga aktif dalam Yayasan MPS dan Penyakit Langka Indonesia.
Prof. Damayanti melanjutkan, sebagian besat atau 80 persen kasus penyakit langka disebabkan oleh kelainan genetik.
Sekitar 75 persen dari jumlah total penderita penyakit langka merupakan anak-anak dan 30 persen di antaranya adalah anak berusia di bawah 5 tahun.
Jika tidak ditangani atau diobati, kata dia, penyintas penyakit langka ini bisa mengalami kondisi fatal.
"Maka penting bagi setiap orang tua untuk memahami apa itu penyakit langka agar
ketika dihadapi dengan penyakit ini dapat memberikan langkah penanganan terbaik yang dibutuhkan anak," kata Prof. Damayanti.
Dia menyampaikan bahwa melakukan penegakkan diagnosis adalah kunci bagi setiap pasien penyakit langka untuk mendapatkan pengobatan yang tepat.
Menurut Prof. Damayanti, pasien penyakit langka di Indonesia memang masih menghadapi berbagai hambatan, mulai dari belum tersedianya laboratorium genetik komprehensif untuk diagnosis, tidak tersedianya obat-obatan, hingga keterbatasan biaya karena belum ditanggung oleh program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Baca juga: Saat Ketua RT/RW di Solo Keroyokan Ajak Warga Daftar JKN-KIS
“Kami di RSCM dan Human Genetic Research Cluster IMERI FKUI tengah melakukan upaya pengembangan laboratorium agar Indonesia dapat melakukan diagnosis penyakit langka secara mandiri,” jelas dia.
Di sisi lain, Direktur Utama RSUPN Cipto Mangunkusumo, Dr. Lies Dina Liastuti, SpJP, MARS, menilai sebagian besar dokter, peneliti, pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan masyarakat belum mengetahui gejala penyakit langkah dengan detail, sehingga banyak penyakit yang tidak terdiagnosis dan dapat ditatalaksana dengan baik.
Menurut dia, diperkirakan di Indonesia ada 25 juta penduduk menderita berbagai penyakit langka. Tapi, hanya 5 persen yang didiagnosis.
RSUPN Cipto Mangunkusumo sendiri telah melakukan sejumlah upaya untuk menegakkan diagnosis dan tatalaksana penyakit langka di Indonesia tanpa terkendala jarak, salah satunya dengan memperluas jejaring pelayanan penyakit langka bersama berbagai rumah sakit di Indonesia.
Selain itu, RSUPN Cipto Mangunkusumo atau RSCM juga akan terus melatih dokter konsultan, ahli nutrisi dan penyakit metabolik untuk memperluas jejaring pelayanan demi menjangkau pelayanan penyakit langkah di berbagai penjuru Tanah Air, termasuk menggaungkan infomasi penyakit langka di berbagai media.
“Saya ingin menekankan, kita butuh kesinambungan demi hasil yang lebih baik,” jelas dr. Lies Diana saat hadir dalam diskusi virtual bertajuk “Reaching Everyone Everywhere”.
RSCM adalah RS pertama di Indonesia untuk rujukan penyakit langka. Di awal tahun 2000, RSCM mulai menerima rujukan penyakit langka dari berbagai daerah di Tanah Air.
Saat itu, fasilitas laboratorium diagnostic menjadi kendala utama sehingga RSCM harus mengirimkan pemeriksaan ke laboratorium jejaring di Asutralia, Belanda, Amerika, dan Taiwan.
Penyakit langka yang pertama terdiagnosis pasti adalah Glycogen storage disease type IX. Konfirmasi diagnosis ini setelah dilakukan pemeriksaan di Laboratorium Metabolik Erasmus Universiteit Rotterdam, Belanda pada September 2000.
Setelah 20 tahun berjalan ini, ada sekitar 200 pasien penyakit langka telah ditegakkan diagnosisnya.
Berdasarkan catatan Yayasan MPS dan Penyakit Langka Indonesia, berikut ini adalah beberapa penyakit langka yang telah ditemukan di Indonesia:
Sejak tahun 2016, Yayasan MPS dan Penyakit Langka Indonesia rutin mengadakan berbagai rangkaian acara peringatan Hari Penyakit Langka Sedunia sebagai cara meningkatkan kesadaran bahwa penyakit langka di Indonesia dapat didiagnosis dan ditangani dengan baik.
Pada tahun ini, Yayasan MPS dan Penyakit Langka Indonesia merayakan Hari Penyakit Langka dengan lluminate Buildings.
Ketua Yayasan MPS dan Penyakit Langka Indonesia, Peni Utami, menjelaskan luminate Buildings dipilih sebagai peringatan Hari Penyakit Langka Sedunia pada tahun 2021 karena pandemi yang masih terus menghantui masyarakat Indonesia sejak awal 2020.
“Bagi kami Hari Penyakit Langka Sedunia menjadi momen penting untuk dapat sekaligus mengedukasi masyarakat awam mengenai penyakit langka. Namun, karena pandemi Covid-19 yang tidak memungkinkan untuk dilakukan acara secara massal, kami bermaksud tetap merayakan Hari Penyakit Langka Sedunia melalui Illuminate Buildings,” ucap Peni dalam sambutannya.
Illuminate Buildings sendiri dilakukan dengan menerangi Museum Nasional dengan lampu warna-warni khas penyakit langka, yaitu biru, pink, hijau dan ungu pada tanggal 27 hingga 28 Februari 2021.
Menurut Yayasan MPS dan Penyakit Langka Indonesia, kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian acara serupa yang telah dilaksanakan di lebih dari 14 negara lainnya serta telah melibatkan lebih dari 60 monumen nasional di berbagai negara, seperti Colloseum dan Menara Pisa di Italia, Empire State Building di Amerika Serikat dan Burj Khalifa di Uni Emirat Arab.
Baca juga: 3 Penyebab Penyakit Celiac yang Perlu Diwaspadai
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.