2. Gangguan sistem saraf pusat
Tumor atau infeksi pada sistem saraf pusat atau kerusakan pada sistem saraf pusat akibat trauma dapat mengganggu kendali normal tubuh terhadap refleks cegukan.
Contohnya termasuk:
- Radang otak atau ensefalitis
- Meningitis
- Sklerosis ganda
- Stroke
- Cedera otak traumatis
- Tumor
3. Gangguan metabolisme dan obat-obatan
Cegukan jangka panjang juga dapat dipicu oleh:
- Alkoholisme atau kecandual alkohol
- Efek samping anestesi
- Barbiturat, yakni golongan obat penenang yang biasa dipakai sebelum operasi atau untuk mengurangi kejang
- Diabetes
- Ketidakseimbangan elektrolit
- Penyakit ginjal
- Steroid
- Obat penenang
Baca juga: Jenis-jenis Obat Diabetes Tipe 1 dan Obat Diabetes Tipe 2
Faktor risiko cagukan persisten
Pria dilaporkan lebih mungkin mengalami cegukan jangka panjang daripada wanita.
Faktor lain yang dapat meningkatkan risiko cegukan meliputi:
- Mengalami gangguan mental atau gejolak emosional, di mana kecemasan, stres, maupun kegembiraan telah dikaitkan dengan beberapa kasus cegukan jangka pendek dan jangka panjang
- Operasi, di mana beberapa orang mengalami cegukan setelah menjalani anestesi umum atau setelah prosedur yang melibatkan organ perut
Diagnosis penyebab cegukan persisten
Melansir Medical News Today, cegukan yang berlangsung kurang dari 48 jam biasanya memang tidak memerlukan perhatian medis karena dapat sembuh dengan sendirinya.
Jika cegukan Anda bertahan lebih lama, dokter harus dimintai pendapat.
Kepada pasien, dokter mungkin akan bertanya kapan cegukan mulai terjadi, seberapa sering terjadi, apakah sering, jarang, atau terjadi sepanjang waktu, dan apa yang dilakukan pasien sebelum mengalami cegukan tersebut.
Dokter mungkin juga akan melakukan pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan neurologis untuk memeriksa:
- Refleks
- Keseimbangan
- Koordinasi
- Penglihatan
- Indra peraba
- Kekuatan otot
- Bentuk otot
Baca juga: 9 Macam Gangguan Pencernaan dan Cara Mengobatinya
Jika kondisi yang mendasari mungkin menjadi penyebabnya, tes berikut dapat dilakukan, seperti:
- Tes darah untuk memeriksa infeksi, penyakit ginjal atau diabetes
- Tes pencitraan, seperti x-ray, CT-scan, atau MRI untuk menilai kelainan anatomis yang mungkin mempengaruhi saraf frenikus atau vagus atau diafragma
- Tes endoskopi, di mana endoskop atau selang fleksibel dengan kamera kecil di ujungnya diturunkan ke tenggorokan pasien untuk memeriksa tenggorokan atau kerongkongan
- ECG untuk memeriksa kondisi yang berhubungan dengan jantung dengan mengukur aktivitas listrik di jantung
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.