KOMPAS.com - Akibat depresi seseorang dapat mengalami perubahan bentuk dan fungsi otak yang semestinya.
Mengutip WebMD, depresi adalah masalah kesehatan mental di mana seseorang memiliki suasana hati buruk secara terus-menerus hingga dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.
Gejala depresi dapat dikenali berupa:
Mengutip Healthline, perubahan fisik yang dapat terjadi pada orang penderita depresi berkisar tentang penyusutan bentuk dan peradangan.
Berdasarkan literatur pada 2021 tentang gangguan depresi mayor (MDD), para peneliti mengatakan bahwa ada perbedaan pada bentuk dan aktivitas otak antara orang normal dan yang mengalami depresi.
Berikut penjelasan perubahan fisik otak akibat depresi yang bisa terjadi:
Baca juga: Depresi Bisa Mempercepat Penuaan Otak
Mengutip WebMD, ada bukti yang berkembang bahwa seseorang dapat mengalami penyusutan otak di bagian-bagian tertentu akibat depresi.
Secara khusus, area tersebut kehilangan volume materi abu-abu (GMV). GMV adalah jaringan dengan banyak sel otak.
Risiko kehilangan GMV tampaknya lebih tinggi pada orang yang mengalami depresi reguler atau berkelanjutan dengan gejala serius.
Mengutip Healthline, dalam ulasan pada 2012, penelitian menunjukkan bahwa penyusutan otak bisa terjadi pada bagian berikut:
Baca juga: Tips Mengatasi Depresi dengan Mengubah Gaya Hidup
Jumlah penyusutan area ini terkait dengan tingkat keparahan dan lamanya episode depresi.
Diperlukan lebih banyak penelitian untuk mendukung temuan ini, tetapi ini adalah teori terkini tentang bagaimana depresi dapat mengubah fungsi otak.
Ketika terjadi penyusutan otak pada bagian tertentu, kemampuan kita untuk melakukan fungsi yang terkait akan menurun.
Misalnya, penysutan otak terjadi pada bagian amigdala dan korteks prefrontal, yang bekerja sama untuk mengontrol respons emosional dan pengenalan isyarat emosional pada orang lain.
Menurut sebuah penelitian kecil pada 2010, penyusutan otak pada bagian tersebut karena depresi pascapersalinan berpotensi mengurangi empati pada wanita.
Studi pada 2008, menemukan bahwa disfungsi kortikal amigdala-prefrontal dapat menyebabkan gejala sebagai berikut pada hampir semua orang akibat depresi:
Baca juga: Apakah Kamu Merasa Depresi? Cek Tanda-tanda Ini...
Mengutip Healthline, peradangan otak juga dapat terjadi akibat depresi, di mana tingkat keparahannya tergantung pada lamanya penyakit mental itu berlangsung.
Peradangan otak yang signifikan lebih mungkin terjadi pada orang dengan gangguan depresi persisten.
Sebuah studi kecil pada 2018 menemukan bahwa orang dengan MDD yang tidak diobati selama lebih dari 10 tahun memiliki 29-33 persen lebih banyak volume distribusi total translocator protein.
Volume distribusi total translocator protein merupakan indikator peradangan otak.
Karena peradangan otak dapat menyebabkan sel-sel otak mati, maka sejumlah komplikasi juga berpotensi terjadi.
Itu termasuk penyusutan dan pengurangan neuroplastisitas, yang merupakan kemampuan otak untuk berubah seiring bertambahnya usia seseorang.
Peradangan otak juga dapat menyebabkan berkurangnya fungsi neurotransmiter, pembawa pesan kimiawi tubuh.
Mengutip WebMD, peradangan otak yang tidak terkontrol dapat mengakibatkan:
Baca juga: Kenali Gejala Burnout dan Bedanya dengan Depresi
Mengutip WebMD, akibat depresi seseorang dapat mengalami perubahan jangka panjang pada otaknya, terutama di hipokampus.
Itu mungkin mengapa depresi sangat sulit untuk diobati pada beberapa orang.
Perawatan depresi yang menurut penelitian dapat memulihkan kondisi, meliputi:
Selain penggunaan antidepresan dan CBT, beberapa perawatan depresi untuk tingkat ringan atau serius meliputi:
Baca juga: Terlihat Sama, Ini Beda Depresi dan PTSD
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.