Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 30/09/2022, 19:30 WIB
Ria Apriani Kusumastuti

Penulis

KOMPAS.com - Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) sekarang ini lebih mudah didapatkan dan harganya juga jauh lebih murah.

Tidak hanya itu saja, beberapa produk yang memiliki label sehat, seperti susu, yoghurt, hingga minuman penambah cairan tubuh disusupi dengan tambahan pemanis yang akan membahayakan kesehatan.

Oleh karena itu, Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) bersama Forum for Young Indonesians (FYI) mengadakan diskusi di Twitter Space pada tanggal 29 September 2022 lalu.

Baca juga: Efek Konsumsi Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) untuk Kesehatan

Diskusi yang mengambil judul “Janji Pahit Minuman Manis, Perlukah Cukai?” ini dilakukan untuk menggarisbawahi pentingnya regulasi MBDK karena akan berdampak besar pada kesehatan.

Tingginya angka diabetes dan obesitas di Indonesia

Dari data yang disampaikan oleh Anita Sabidi yang merupakan co-founder dari Persatuan Diabetes Indonesia Muda, Indonesia menempati peringkat ke-5 sebagai negara dengan penyandang diabetes terbanyak di dunia.

Ada lebih dari 19 ribu orang yang mengidap diabetes dan mayoritas mengalami diabetes tipe 2 yang salah satunya disebabkan oleh konsumsi minuman berpemanis.

Sayangnya, tidak semua orang paham mengenai diabetes sehingga penderita tidak mengetahui sedang menderita diabetes dan terdapat stigma negatif di kalangan masyarakat.

Dr. Eva Susanti, S.Kp., M.Kes. yang merupakan narasumber dari P2PTM juga menyebutkan bahwa konsumsi MBDK di Indonesia sangat tinggi, setidaknya konsumsi MBDK adalah sekali sehari.

Kondisi ini kemudian menyumbang angka obesitas pada anak dan remaja di Indonesia.

Baca juga: Picu Banyak Penyakit, Konsumsi Minuman Berpemanis di Indonesia Tinggi

Pentingnya regulasi MBDK

Dengan memperhatikan kondisi ini, Direktur Kebijakan CISDI, Olivia Herlinda, menekankan pentingnya regulasi MBDK di Indonesia.

Ditambah lagi, akses MBDK yang cukup mudah, jika dibandingkan dengan akses makanan atau minuman yang lebih sehat, membuat para konsumen lebih memilih produk MBDK.

Salah satu bentuk regulasi yang diajukan oleh CISDI adalah dalam bentuk cukai yang dinilai bisa menekan konsumsi MBDK.

Tidak hanya itu saja, dijelaskan juga bahwa adanya cukai akan membuat produsen mencari ide lain untuk mengganti pemanis yang digunakan dengan bahan yang lebih alami atau sehat.

Meskipun semuanya kembali lagi pada masing-masing individu untuk mengambil keputusan yang baik untuk dirinya, penerapan cukai akan membantu mengurangi pembelian produk MBDK.

Selain menerapkan kebijakan cukai MBDK, Olivia juga menyebutkan beberapa cara untuk dilakukan bersamaan sehingga konsumsi MBDK di kalangan masyarakat bisa ditekan, seperti:

  • Food labeling
  • Pembatasan pemasaran dan iklan MBDK
  • Subsidi untuk sayur dan buah-buahan

Sudaryatmo dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia juga menambahkan bahwa kandungan gula pada MBDK sering tidak dicantumkan, padahal membuat konsumen tidak mendapatkan haknya dengan baik.

Sudaryatmo menyebutkan bahwa banyak produk yang menyebutkan kandungan gula tetapi tidak secara detail atau tidak menyebutkan angka secara pasti.

Kondisi ini kemudian perlu dijadikan perhatian agar produsen menyediakan transparansi kandungan produk agar hak konsumen terpenuhi.

Dengan begitu, konsumen lebih paham mengenai kandungan gula pada produk MBDK sehingga dengan sadar bisa menguranginya.

Baca juga: Bahaya Terlalu Banyak Konsumsi Minuman Berpemanis Dalam Kemasan

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com