SAYA termasuk orang yang merasakan dampak dari kekurangan jumlah dokter di negeri ini. Untuk bisa berkonsultasi secara tatap muka dengan seorang dokter spesialis di salah satu rumah sakit pemerintah di Jakarta, saya harus menunggu selama enam minggu.
Tentu harapan saya adalah saya mendapat giliran waktu berkonsultasi yang tidak selama itu. Saya khawatir sakit yang saya derita semakin memburuk jika tidak segera ditangani dokter.
Saya tidak berniat pergi ke dokter atau ke rumah sakit lain, karena sebelumnya saya telah menjalani perawatan oleh dokter tersebut, yang saya merasa puas atas penjelasannya.
Walau sadar ini bukan keputusan yang terbaik, namun saya tetap memilih untuk menunggu giliran seperti yang dijadwalkan pihak rumah sakit tersebut. Selama menunggu saya bisa berkonsultasi dengan dokter ahli lain secara online.
Saya yakin banyak orang menghadapi situasi seperti yang saya alami. Dalam perspektif yang lebih luas, hal itu mengindikasikan adanya masalah kelangkaan jumlah dokter di negeri ini, dokter umum dan lebih lagi dokter spesialis.
Saya yakin pemerintah sudah sejak lama berupaya mempercepat pemenuhan kebutuhan dokter. Namun cakupan dan efektivitasnya mungkin perlu lebih ditingkatkan.
Merujuk pada standar WHO, dibutuhkan 1 dokter untuk melayani 1.000 orang penduduk. Ini berarti secara nasional dibutuhkan 275.000 dokter pada saat ini. Bagaimana ketersediaannya?
Data Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) per 27 Oktober 2022 menyebutkan ada 143.900 dokter umum (di luar dokter gigi) yang memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dan aktif berpraktik. Dengan demikian, negara saat ini kekurangan sekitar 130.000 dokter.
Adapun dokter spesialis yang memiliki STR dan aktif saat ini jumlah 44.700 dokter, dari 36 jenis spesialisasi.
Kementerian Kesehatan menyebutkan kekurangan jumlah dokter spesialis untuk rumah sakit rujukan adalah sebagai berikut: spesialis ilmu penyakit jantung dan pembuluh darah sebanyak 714 dokter, spesialis saraf atau neurologi 169 dokter, spesialis radiologi 109 dokter, spesialis obstetri ginekologi 57 dokter, spesialis ilmu kesehatan anak 59 dokter, dan ilmu penyakit dalam 76 dokter (Kompas.id, 31/8/2022).
Kekurangan ini tentu meningkat terus setiap tahun jika jumlah lulusan dokter spesialis tidak mengimbanginya.
Selain kekurangan jumlah dokter, masalah dunia kesehatan di Indonesia juga disebabkan oleh distribusi dokter yang tidak merata.
Dari dokumen Profil Kesehatan Indonesia 2021 diketahui bahwa 63 persen dari total tenaga medis atau 173.700 orang berada di Pulau Jawa-Bali dengan persebaran DKI Jakarta (24.200 orang), Jawa Timur (24.000 orang), dan Jawa Barat (23.600 orang).
Provinsi dengan tenaga medis paling sedikit adalah Sulawesi Barat (485 orang), Kalimantan Utara (558 orang), dan Gorontalo (627 orang).
Distribusi dokter yang tidak merata juga dapat disimpulkan dari data jumlah dokter per puskesmas yang menjadi ujung tombak pelayanan kesehatan penduduk.