Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asa Pemulung TPA Kebon Kongok Lombok Barat Lepas dari Jeratan Stunting

Kompas.com - 11/02/2023, 08:01 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

KOMPAS.com - Awan putih memayungi hamparan gunung sampah setinggi 40 meter yang menumpuk di tempat pembuangan akhir (TPA) Kebon Kongok, Desa Suka Makmur, Kecamatan Gerung, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kamis (9/2/2023).

Siang itu, puluhan orang terlihat berpencar mengais sisa-sisa sampah bernilai ekonomi. Mereka ditemani burung sriti yang terbang rendah ke sana ke mari.

Jalanan becek bekas hujan kemarin yang membuat kaki sulit melangkah tak mengurangi semangat mereka mencari rezeki.

Baca juga: Perbaikan Gizi dan Pola Asuh Selama 3 Bulan Sukses Turunkan Stunting

Sesekali, mereka berkumpul saat truk dari dinas kebersihan datang membawa berton-ton sampah rumah tangga dari kompleks permukiman warga yang tinggal di Lombok Barat dan Mataram.

Seolah berlomba, mereka beradu cepat memburu botol plastik atau kaleng bekas untuk dikumpulkan dalam karung besar. Satu karung besar sampah tersebut bobotnya bisa mencapai 100 kilogram.

Di antara hiruk-pikuk aktivitas itu, seorang pria berkaos loreng dengan celana hijau dan topi hitam duduk santai di atas kotak kayu bekas sembari menyeruput segelas kopi hitam.

Baharudin namanya. Usianya 28 tahun. Ia sedang rehat sejenak sebelum mulai kembali bekerja. Aroma menyengat dari hamparan sampah seluas 5,41 hektare seolah tak mengurangi kenikmatan asupan berkafein itu.

"Saya sudah mulung sejak SD di sini," ujar Baharudin, ketika berbincang dengan Kompas.com.

Pria yang sudah menjadi pemulung selama puluhan tahun ini berkisah, sejak lahir ia tinggal di kawasan TPA Kebon Kongok. Ia mengikuti jejak ibunya yang dulu juga bekerja menjadi pemulung di sana.

Kini, ia sudah menikah dan dikaruniai dua anak, usianya delapan tahun dan satu tahun.

"Istri saya juga mulung, tapi berhenti dulu sementara karena anak saya yang kecil masih nyusu minum ASI)," kata dia.

Baharudin, 28, pemulung di tempat pembuangan akhir (TPA) Kebon Kongok, Desa Suka Makmur, Kecamatan Gerung, Lombok Barat, sedang duduk di sela-sela kesibukannya mengais sampah, Kamis (9/2/2023). Ia menceritakan perjuangannya memenuhi gizi keluarganya di tengah ancaman stunting. Kompas.com/Shintaloka Pradita Sicca Baharudin, 28, pemulung di tempat pembuangan akhir (TPA) Kebon Kongok, Desa Suka Makmur, Kecamatan Gerung, Lombok Barat, sedang duduk di sela-sela kesibukannya mengais sampah, Kamis (9/2/2023). Ia menceritakan perjuangannya memenuhi gizi keluarganya di tengah ancaman stunting.

Baca juga: Makanan Tinggi Protein Hewani Cegah Stunting pada Anak

Sebagai tulang punggung keluarga, Baharudin mengaku tak mudah menghidupi anak-anak dan istrinya.

Hasil jerih payahnya mengais sampah mulai dari jam delapan pagi sampai lima sore selama sebulan tak genap separuh upah minimum kabupaten (UMK) Lombok Barat.

"Saya cari kaleng bekas, botol bekas, satu hari rasanya tidak cukup. Satu karung besar tiga hari baru dapat, saking banyaknya saingan. Satu hari paling cuma dapat 4-5 kilogram," ungkapnya.

Setelah beberapa hari mengais sampah, Baharudin baru bisa mendapatkan uang hasil mengumpulkan sampah dalam satu karung besar dengan bobot sekitar 100 kilogram.

"Pengepulnya per minggu baru ke sini. Dapatnya sekitar Rp200.000 sampai Rp250.000," beber dia.

Dengan upah tersebut, Baharudin perlu putar otak untuk memenuhi gizi anak-anak dan istrinya. Ia menyebutkan, keluarganya sangat jarang makan lauk daging, ikan, ayam atau asupan tinggi protein lainnya.

"Makan sayuran biasanya. Kadang kangkung, brokoli. Harga sayur murah di sini. Lauknya paling tahu dan tempe," beber dia.

Anak-anak Baharudin serta pemulung yang tinggal di TPA dengan penghasilan di bawah sejahtera; ditambah kondisi lingkungan yang tidak higienis karena polusi tanah, udara, dan sumber air rentan mengalami stunting atau kekerdilan.

Baca juga: Panduan Makan untuk Mencegah Stunting pada Anak

Berikan telur setiap hari

Aminah, 30, berdiri membelakangi gunung sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) Kebon Kongok, Desa Suka Makmur, Kecamatan Gerung, Lombok Barat, Kamis (9/2/2023). Ia menceritakan perjuangannya mengatasi stunting anaknya.Kompas.com/Shintaloka Pradita Sicca Aminah, 30, berdiri membelakangi gunung sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) Kebon Kongok, Desa Suka Makmur, Kecamatan Gerung, Lombok Barat, Kamis (9/2/2023). Ia menceritakan perjuangannya mengatasi stunting anaknya.

Seperti yang dikisahkan Aminah, 30. Ibu dua anak ini sudah 1,5 tahun bekerja menjadi pemulung di TPA Kebon Kongok.

Setelah lulus SD pada medio 2006, ia sempat memulung bersama teman-temannya. Tapi, aktivitas mencari uang untuk membantu ekonomi keluarganya itu berhenti karena ia harus merawat ibunya yang sakit.

Lantaran terdesak kebutuhan yang semakin banyak, wanita yang dikarunia anak berumur lima tahun dan 3,5 tahun ini kembali mencari duit dari sampah.

Sehari-hari, Aminah mengais sisa-sisa plastik bekas mulai jam delapan pagi sampai jam empat sore. Upayanya tersebut membuahkan hasil Rp200.000 per dua minggu.

Hasil kerja kerasnya tersebut digunakan Aminah untuk menambah penghasilan suaminya yang bekerja menjadi kuli bangunan. Ia juga berharap uang tersebut bisa memperbaiki gizi anaknya yang pernah didiagnosis stunting.

Baca juga: Bagaimana Kekurangan Gizi Menyebabkan Stunting?

"Anak saya usia 3,5 tahun. Tiga bulan lalu dikasih tahu posyandu kalau dia kena stunting. Berat badannya rendah selama dua bulan berturut-turut hanya 9,2 kilogram," ungkap dia.

Setelah itu, Aminah berusaha untuk memberikan asupan protein hewani, khususnya untuk anak keduanya.

"Dia suka telur. Setiap hari sarapannya pakai telur. Sekarang, berat badannya sudah naik 10,9 kilogram," ujar dia dengan mata berbinar.

Aminah bertekad terus bekerja keras demi anak-anaknya bisa sehat dan mendapatkan pendidikan yang baik. Selain anak keduanya yang didiagnosis stunting, anak sulungnya pernah mengalami ambien.

"Anak enggak saya kasih ikut ke TPA. Saya juga takut karena anak pernah sakit. Saya mau anak saya sehat dan tetap sekolah,” harapnya.

Kepala TPA Regional Kebun Kongok Radyus Ramli Hindarman mengatakan, tinggal dan beraktivitas di TPA membuat pemulung dan keluarganya rawan terserang berbagai penyakit sampai masalah gizi seperti stunting.

Baca juga: Stunting Menurunkan Kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia

"Ada pihak yang tidak bertanggung jawab yang membuang sampah yang mestinya tidak dibuang di sini, seperti alat medis. Di sini khusus untuk sampah rumah tangga," kata dia.

Radyus menyebutkan, TPA Kebon Kongok kini menjadi tempat mencari nafkah bagi sekitar 185 pemulung. Dari jumlah tersebut, 70 persen di antaranya perempuan.

"Ibu-ibu mendominasi, padahal mereka berperan menangani stunting," ucap Radyus.

Ia menyadari stunting rentan terjadi pada masyarakat yang tinggal kawasan TPA karena minimnya penghasilan, kurangnya edukasi gizi, dan sanitasi atau kebersihan yang buruk.

Ikhtiar mengatasi stunting di wilayah rentan, seperti TPA Kebon Kongok, kini tengah digalakkan berbagai pihak. Salah satu upaya dilakukan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat yang menggandeng Danone Indonesia.

Danone Indonesia menggelar rangkaian kegiatan Aksi Gizi Generasi Maju bertajuk Wujudkan Generasi Maju Bebas Stunting dengan Isi Piringku kaya Protein Hewani, di Lombok Barat, NTB, Kamis-Jumat (9-10/2/2023).

Baca juga: Manfaat Protein Hewani untuk Mencegah Stunting yang Perlu Diketahui

Warga yang tinggal di TPA Kebon Kongok diberikan edukasi gizi, sanitasi, pengolahan sampah plastik, serta penerapan hidup bersih dan sehat yang penting untuk pencegahan dan penanganan stunting.

Perlu diketahui, menurut survei Studi Status Gizi Indonesia pada 2021, Provinsi NTB memiliki prevalensi stunting 31,4 persen. Wilayah ini termasuk dalam 12 provinsi yang menjadi prioritas percepatan penurunan stunting. 

Sustainable Development Director Danone Indonesia Karyanto Wibowo menyampaikan, pihaknya terus memperkuat kolaborasi dengan berbagai pihak dan pemerintah daerah untuk mendorong insiatif dalam pencegahan stunting dan kesehatan lingkungan.

Selain itu, pihaknya juga menjalankan program Lombok PET yang merupakan implementasi dalam komitmen #BijakBerplastik di lima Destinasi Pariwisata Super Prioritas yang ramah lingkungan dan bebas sampah.

"Dengan komitmen jangka panjang yang terangkum dalam visi One Planet One Health, Danone Indonesia percaya bahwa kesehatan manusia dan kesehatan lingkungan saling terkait satu sama lain," kata Karyanto di sela-sela kegiatan Aksi Gizi Generasi Maju di Lombok Barat, Kamis (9/2/2023).

"Oleh karena itu, setiap inisiatif dan inovasi yang Danone Indonesia lakukan selalu berlandaskan pada kesehatan manusia dan kebersihan lingkungan," imbuh Karyanto.

Baca juga: 7 Manfaat Protein untuk Anak, Termasuk Cegah Stunting

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau