KOMPAS.com - Tuberkulosis atau TBC potensial menjadi ancaman krisis kesehatan global di masa depan.
Menurut laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), TBC adalah penyakit menular yang menjadi salah satu gangguan kesehatan dan penyebab kematian utama di dunia.
Hingga pandemi virus Covid-19, TBC menduduki peringat pertama penyebab kematian tertinggi di dunia, peringkatnya bahkan melampaui penyakit HIV/AIDS.
Baca juga: Cara Mengobati TBC Laten, Aktif, dan Kebal Obat yang Perlu Diketahui
Menurut data, penyakit tuberkolosis telah merenggut nyawa sekitar 1,5 juta orang per tahun, dan kembali menempati posisi teratas menggantikan COVID-19 pada bulan Oktober 2022.
Untuk mengantisipasi hal itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengadakan pertemuan tingkat tinggi lanjutan untuk meminta semua pihak berkomitmen melawan TBC dan memutus mata rantai penyakit ini pada 2030.
Pertemuan yang digelar di markas besar PBB di New York, pada Jumat (22/9/2023) ini turut dihadiri para aktivis TBC dan komunitas internasional.
Forum tersebut menetapkan target penurunan kasus TBC global sebesar 80 persen sampai 2030 mendatang. Penyebaran penyakit ini tak hanya terjadi di negara berkembang, tapi juga bisa menjangkiti negara maju.
Baca juga: 3 Penyebab TBC Masih Jadi Momok di Indonesia
Melansir Time.com (26/9/2023), sesuai dengan pertemuan majelis PBB, dapat diketahui jika penyebab TBC bisa menjadi krisis kesehatan global dilatari dua alasan, yaitu:
Menurut Dr. Lucica Ditiu, Direktur Eksekutif Stop TB Partnership, (sebuah organisasi yang dinaungi oleh PBB yang menyelaraskan lembaga pendanaan global, LSM, dan kelompok masyarakat sipil yang bekerja untuk memberantas TBC), penyakit TBC mudah menular.
"Saya selalu mengatakan kepada semua orang, Anda bisa makan sehat, Anda bisa menjadi vegan atau vegetarian, Anda bisa rajin berlari, Anda bisa menggunakan kondom, tapi selama Anda bernapas, Anda masih bisa tertular TBC," kata dia.
Perlu diketahui, penyakit TBC sangat menular dan dapat menyerang siapa pun, termasuk orang dengan kondisi tubuh yang sehat.
Selain itu, faktor risiko seperti kekurangan gizi, tinggal di lingkungan yang padat penduduk, atau memiliki sistem imun yang lemah menjadikan seseorang dapat rentan tertular TBC.
Bahkan, sebuah penelitian pada tahun 2021 menemukan bahwa penyakit TBC yang awalnya diperkirakan menyebar melalui batuk atau bersin, kini juga dapat menyebar melalui pernapasan.
Setiap kali orang yang terinfeksi menghembuskan napas, mereka mengeluarkan aerosol yang mengandung bakteri ke udara, dan berisiko menyebarkan penularan TBC bagi orang yang menghirupnya.
Tingkat penularan TBC memang tidak setinggi Covid-19. Namun semakin banyak bakteri Mycobacterium tuberkulosis penyebab TBC bermutasi, semakin besar kemungkinan penyakit ini menjadi lebih menular.