KOMPAS.com - Angka kebutaan di Pasuruan termasuk sangat tinggi di Indonesia, yang dominan diakibatkan oleh katarak.
Berdasarkan hasil Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB 2014-2016) oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia dan Balitbangkes di 15 provinsi, 1,6 juta orang dari 262 juta jiwa penduduk di negara ini mengalami kebutaan.
Baca juga: 6 Tanda-tanda Katarak yang Pantang Disepelekan
Di Kota Pasuruan, dengan populasi 190 ribu jiwa diperkirakan angka kebutaannya mencapai 1.740 orang per tahun.
Sementara, di Kabupaten Pasuruan dengan jumlah penduduk 1,6 juta jiwa, angka kebutaan diprediksi sekitar 14.160 orang per tahun
Penyebab utama kebutaan tersebut adalah katarak.
Secara umum di Indonesia, 81 persen dari jumlah kasus kebutaan terjadi karena katarak.
Dalam catatan Dinas Kesehatan Kota Pasuruan, warga setempat yang mengalami gangguan penglihatan pada 2019 berjumlah 831 orang, 787 di antaranya menderita katarak.
Baca juga: Mengenal Apa itu Penyakit Katarak, Gejala, dan Penyebabnya
"Sebagian besar penyebab kebutaan sebenarnya dapat dicegah dan ditangani, termasuk katarak," kata dr. Lely Retno Wulandari, Sp.M (K) saat pembukaan Klinik Utama Mata JEC JAVA di Pasuruan pada Sabtu (20/1/2024).
Direktur Klinik Utama Mata JEC JAVA di Pasuruan ini mengatakan bahwa pemeriksaan mata adalah kunci untuk mengantisipasi terjadinya gangguan penglihatan yang berisiko memburuk bahkan sampai menyebabkan buta.
Dr. Eka Bayu P. Warnerin, SpM menambahkan bahwa dalam kasus katarak, pemeriksaan rutin penting untuk menentukan waktu, metode, dan lensa yang digunakan dalam prosedur operasi nantinya.
"Memang dasarnya terapi katarak yang paling bagus adalah operasi. Tidak ada pilihan lain, selain operasi," ucap Dr. Eka.
Baca juga: 4 Gejala Katarak dan Cara Mengatasinya
Dr. Lely mengatakan bahwa masih tingginya kasus kebutaan akibat katarak di Pasuruan tidak terlepas dari edukasi yang masih terbatas di masyarakat mengenai pengobatan penyakit.
Terlebih, pasien katarak umumnya adalah orang lanjut usia yang kecenderungan memiliki pemahaman pengobatan medis yang rendah.
"Yang saya rasakan selama praktik di sini, kalau sudah mau operasi pasti yang dibayangkan matanya diambil dan macam-macam (pikiran negatif)," ucapnya.
Oleh karenanya, dokter spesialis mata ini sering melakukan pendekatan edukatif dahulu agar pasien yang umumnya lansia teredukasi dan tenang.