Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Efek Magic Mushroom Buat Otak Tidak Sinkron Berminggu-minggu

Kompas.com - 18/07/2024, 22:00 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

KOMPAS.com - Magic mushroom atau dikenal juga sebagai jamur tahi sapi semakin menarik perhatian dengan efek neurologisnya.

Melansir Science Alert pada Kamis (18/7/2024), sebuah penelitian terbaru terhadap magic mushroom dilakukan dan dipimpin oleh psikiater dari Sekolah Kedokteran Universitas Washington, Joshua Siegel.

Baca juga: Apakah Kesepian Merupakan Masalah Kesehatan Mental?

"Saat ini, kita tahu banyak tentang efek psikologis dan efek molekuler/seluler psilocybin," kata Siegel.

"Namun, kita tidak tahu banyak tentang apa yang terjadi pada tingkat yang menghubungkan keduanya, tingkat jaringan otak yang fungsional," imbuhnya.

Magic mushroom dianggap memiliki potensi yang sama dalam mengubah pikiran sebagai terapi untuk berbagai masalah kesehatan mental.

Namun, baru sedikit yang diketahui tentang efek neurologis dari senyawa psikoaktif jamur ini, yang disebut psilocybin.

Sehingga, membuatnya sulit untuk diprediksi bagaimana tanaman ini akan bermanfaat bagi masyarakat sebagai obat.

Baca juga: Dampak Judi untuk Kesehatan Mental dan Cara Mengatasinya

Temuan Siegel yang dipublikasikan di Nature memberikan pengetahuan baru tentang bagaimana pengaruh biokimia psilocybin memberikan perubahan skala besar dalam perilaku yang dapat membantu atau menghalangi individu dengan kebutuhan psikologis yang berbeda.

Dalam penelitian tersebut, Siegel melacak perubahan otak pada tujuh orang dewasa yang sehat sebelum, selama, dan setelah mengonsumsi senyawa psikoaktif magic mushroom dalam dosis tinggi.

Hasilnya, Siegel mengidentifikasi adanya gangguan dalam konektivitas di beberapa area otak yang bertahan selama berminggu-minggu setelah mengonsumsi jamur tahi sapi.

Magic mushroom memiliki efek yang sama seperti afinitas serotonin terhadap reseptor 5-HT2A.

Efek subjektifnya sudah diketahui, yaitu biasanya meliputi euforia yang disertai distorsi persepsi diri, waktu, ruang, suara, dan warna.

Baca juga: Bukan Sekadar Hormon, Begini Peran Dopamin untuk Kesehatan Mental

Dari model hewan yang digunakan Siegel mengonfirmasi bahwa pengaktifan singkat reseptor 5-HT2A di wilayah tempat reseptor tersebut ditemukan dalam kepadatan tinggi, seperti lobus frontal medial, memicu efek jangka panjang dengan melonggarkan jalur yang sudah tertanam kuat dan mendorong koneksi baru.

Plastisitas sistem saraf yang memungkinkan otak bisa beradaptasi, membuat psilocybin berpotensi menjadi obat yang menarik untuk mengobati kondisi psikologis yang suit diubah.

Namun, apakah kesimpulan yang sama ini dapat diterapkan pada manusia masih belum jelas.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau