Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Makanan Ultra-Proses, Apa Itu dan Mengapa Perlu Dibatasi

Kompas.com - 20/03/2025, 11:00 WIB
Lusia Kus Anna

Editor

Sumber ABCNews

KOMPAS.com - Makanan ultra proses saat ini lebih banyak mengisi rak-rak di toko bahan makanan. Jenis makanan ini memiliki rasa yang lebih kuat, tekstur menarik, dan terasa lebih enak di lidah. Namun, dampak kesehatannya menjadi perhatian utama.

Makanan ultra proses yang laris di pasaran mulai dari mi instan, sereal manis, minuman saset, berbagai camilan, dan juga minuman dalam kemasan.

Jenis bahan makanan tersebut mengandung berbagai tambahan buatan seperti pengawet, pemanis, dan perasa buatan yang dapat berdampak negatif pada kesehatan jika dikonsumsi berlebihan.

Berbagai penelitian mengaitkannya dengan obesitas, diabetes, dan penyakit jantung, mendorong beberapa negara untuk mengambil tindakan tegas.

Baca juga: Pangan Ultra-Proses di Menu MBG Ramadhan Dikritik

Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso mengemukakan bahwa konsumsi makanan ultra processed secara berlebihan bisa memicu masalah kesehatan pada anak.

"Makanan ultra processed bisa membuat anak kecanduan karena rasanya lebih lezat dibandingkan dengan makanan tanpa proses pengolahan berlebih, sehingga anak bisa mengonsumsinya lebih banyak dari kebutuhan," katanya seperti dikutip dari Kompas.com.

Sementara itu, produsen makanan berpendapat bahwa pengolahan meningkatkan keamanan dan persediaan makanan serta menawarkan cara yang murah dan praktis untuk menyediakan makanan yang beragam dan bergizi.

Ilmu gizi memang rumit, dan sebagian besar penelitian sejauh ini hanya menemukan hubungan, bukan bukti, terkait dampak kesehatan dari makanan ini.

Pengelompokan makanan

Sebagian besar makanan memang melalui proses sebelum dikonsumsi, baik dengan cara dibekukan, digiling, difermentasi, dipasteurisasi, atau dengan cara lain.

Baca juga: Makanan dan Minuman Manis Bisa Perburuk Eksim pada Anak

Pada tahun 2009, ahli epidemiologi Brasil Carlos Monteiro dan rekan-rekannya pertama kali mengusulkan sistem yang mengklasifikasikan makanan menurut jumlah pemrosesan yang dijalani, bukan menurut kandungan nutrisinya.

"Di bagian atas skala empat tingkatan tersebut terdapat makanan yang dibuat melalui proses industri dan dengan bahan-bahan seperti aditif, pewarna, dan pengawet yang tidak dapat kita buat sendiri di dapur rumah," kata Kevin Hall, seorang peneliti yang berfokus pada metabolisme dan diet di National Institutes of Health.

Neena Prasad, direktur Program Kebijakan Pangan Bloomberg Philanthropies, menyebut makanan kemasan sering dibuat agar murah dan lezat.

Baca juga: Dokter: Buka Puasa dengan Makanan Manis Harus Dibatasi

“Makanan tersebut memiliki kombinasi gula, garam, dan lemak yang tepat dan kita tidak bisa berhenti memakannya,” kata Prasad

Namun, tingkat pengolahan saja tidak menentukan apakah suatu makanan tidak sehat atau tidak, kata Hall. Roti gandum utuh, yogurt, tahu, dan susu formula bayi semuanya diproses secara berlebihan, misalnya, tetapi juga bergizi tinggi.

Inilah bagian yang sulit. Banyak penelitian menunjukkan bahwa pola makan yang mengandung banyak makanan tersebut terkait dengan dampak kesehatan yang negatif.

Namun, penelitian semacam ini tidak dapat mengatakan apakah makanan itu sendiri merupakan penyebab dampak negatif tersebut, atau apakah ada hal lain pada orang yang mengonsumsi makanan tersebut yang mungkin menjadi penyebabnya.

Makanan yang diproses secara berlebihan, secara keseluruhan, cenderung memiliki kadar natrium, lemak jenuh, dan gula yang lebih tinggi, serta cenderung rendah serat dan protein. Tidak jelas apakah hanya nutrisi ini yang mendorong dampaknya.

Prasad berpendapat bahwa banyaknya penelitian yang menghubungkan makanan olahan dengan kesehatan yang buruk seharusnya lebih dari cukup untuk mendorong pemerintah dan industri mengubah kebijakan.

Baca juga: Minuman Manis Kena Cukai Mulai 2025, Apa Alasannya?

Ia menyerukan tindakan seperti menaikkan pajak minuman manis, pembatasan natrium yang lebih ketat bagi produsen, dan menindak pemasaran makanan tersebut kepada anak-anak.

Di lain pihak, di era modern ini sangat sulit menghindari makanan ultra proses sehingga sulit menentukan targetnya. Kesibukan juga membuat orang makin sulit membuat makanan dari bahan-bahan segar.

Sementara itu, para ahli gizi merekomendasikan agar sebagai konsumen kita lebih sadar dengan pilihan yang dibuat. Saat membeli makanan olahan, periksa label untuk mengetahui kadar gula, garam, dan lemaknya.

Sudah banyak penelitian yang mengungkap bahaya konsumsi makanan dan minuman tinggi gula, garam, dan lemak. Oleh karena itu mulailah membatasinya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Berikan Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi Akun
Proteksi akunmu dari aktivitas yang tidak kamu lakukan.
199920002001200220032004200520062007200820092010
Data akan digunakan untuk tujuan verifikasi sesuai Kebijakan Data Pribadi KG Media.
Verifikasi Akun Berhasil
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau