Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 26/08/2021, 17:00 WIB
Luthfi Maulana Adhari,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kasus pembunuhan terhadap aktivis HAM Munir pada tahun 2004 masih terus dikenang. Pasca penyelidikan, Munir dipastikan meninggal akibat racun arsenik dalam jus jeruk yang diminumnya.

Malansir dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), arsenik adalah komponen alami dari kerak bumi yang tersebar di udara, air dan tanah.

Senyawa ini sangat mematikan dalam bentuk anorganiknya.

Baca juga: Arsenik Dalam Beras Merah Lebih Banyak dari Beras Putih

Racun arsenik tidak hanya digunakan dengan sengaja untuk mencelakai seseorang seperti kasus Munir, seringkali senyawa ini dengan kadar tinggi larut dalam makanan dan minuman dengan sendirinya.

Kondisi tersebut rawan terjadi pada kawasan tambang dan industri yang memanfaatkan arsenik sebagai bahan produksi.

Arsenik juga tidak memiliki rasa atau bau, sehingga banyak orang yang terpapar tanpa menyadarinya.

Gejala

Melansir Healthline, berikut gejala-gejala umum yang dirasakan saat keracunan arsenik:

  • Kulit merah atau bengkak 
  • Perubahan kulit, seperti kutil
  • Sakit perut
  • Mual dan muntah
  • Diare
  • Detak jantung yang tidak normal
  • Kram otot
  • Kesemutan pada jari tangan dan kaki

Tak hanya itu, orang yang terpapar arsenik dalam jangka panjang berisiko mengalami gejala seperti; kulit menjadi gelap, sakit tenggorokan terus menerus, dan masalah pencernaan yang persisten.

Segera lakukan tindakan medis apabila gejala mengarah pada keracunan arsenik. 

Baca juga: Hati-hati, Metode Umum Menanak Nasi Meninggalkan Sisa Arsenik!

Menurut WHO, gejala jangka panjang cenderung terjadi pada kulit dan dapat muncul dalam waktu lima tahun setelah terpapar. Kasus keracunan ekstrim dapat menyebabkan kematian.

Diagnosis

Gejala yang telah disebutkan belum tentu muncul akibat keracunan arsenik sebelum ada diagnosa dari ahli.

Melansir Mayo Clinic, dokter biasanya menggunakan beberapa metode untuk mendiagnosis pasien yang memiliki gejala mengarah pada keracunan arsenik, di antaranya:

  • Cek darah, berguna mendeteksi kadar arsenik dalam darah
  • Cek urine, berguna mendeteksi kadar arsenik dalam urine
  • Elektrokardiogram, metode untuk mengecek detak jantung aman.

Perawatan

Hingga kini belum ada metode khusus yang digunakan untuk mengobati keracunan arsenik. Cara terbaik yang paling mungkin dilakukan yaitu dengan menjaga jarak sejauh mungkin dari paparan arsenik.

Suplemen vitamin E dan selenium juga digunakan sebagai pengobatan alternatif untuk membatasi efek paparan arsenik.

Selain itu, hemodialisis atau cuci darah bisa membuang arsenik dalam darah, metode ini disarankan apabila arsenik belum mengikat pada jaringan.

Baca juga: [HOAKS] Minum Jeruk Habis Makan Udang Bikin Keracunan Arsenik

Komplikasi

Melansir Healthline, paparan arsenik jangka panjang dapat menyebabkan kanker. Jenis kanker terkait arsenik yang paling umum dikaitkan dengan:

  • Kandung kemih 
  • Darah
  • Sistem pencernaan
  • Hati
  • Paru-paru
  • Sistem limfatik
  • Ginjal
  • Prostat
  • Kulit

Keracunan arsenik juga dapat menyebabkan komplikasi kesehatan lain seperti; diabetes, penyakit jantung, dan neurotoksisitas.

Pada ibu hamil, keracunan arsenik dapat menyebabkan komplikasi janin atau cacat lahir setelah melahirkan.

Pencegahan

Melansir WHO, langkah preventif bagi orang yang bermukim di wilayah rawan seperti kawasan industri dan tambang, yaitu dengan penyediaan pasokan air yang aman untuk minum, persiapan makanan, dan irigasi tanaman pangan.

Untuk pekerja yang menjalankan tugas di kawasan rawan tersebut, dapat menggunakan alat pelindung diri sesuai standar seperti masker dan sarung tangan.

Baca juga: Waspadai Cemaran Arsenik dalam Beras

Bagi yang berpergian usahakan selalu membawa air minum dalam kemasan untuk mencegah kontaminasi arsenik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini tidak diperuntukkan untuk melakukan self diagnosis. Harap selalu melakukan konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.

Video rekomendasi
Video lainnya

Indeks Penyakit


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com