Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harapan Baru Pengobatan Kanker Tanpa Efek Samping

Kompas.com - 22/01/2024, 12:00 WIB
Lusia Kus Anna

Editor

Sumber ABC News

 

KOMPAS.com - Kanker saat ini masih jadi penyakit yang paling ditakuti. Para ilmuwan terus berupaya menemukan cara yang efektif untuk mencegah dan mengobatinya.

Peneliti dan pendiri perusahaan bioteknologi Orbis Health Solutions, Dr.Thomas Wagner, memiliki misi hidup untuk menemukan cara mengobati kanker tanpa menimbulkan efek samping berat.

Bagi sebagian besar pasien, pengobatan kanker berdampak lebih berat dibandingkan kankernya sendiri, bahkan bisa menyebabkan kematian.

"Tragedi dari penyakit kanker bukan cuma pada pasien, diagnosisnya, tetapi juga ketakutan akan terapinya," kata Wagner seperti dikutip ABC News.

Pengobatan kanker konvensional, seperti kemoterapi, bekerja dengan membunuh sel-sel kanker tapi juga sel-sel sehat dalam tubuh pun ikut mati. Hal ini akan menimbulkan berbagai efek samping seperti rambut rontok, mual, muntah, atau pun menekan kekebalan tubuh pasien sehingga rentan terhadap infeksi.

Baca juga: Apa yang Dirasakan Orang yang Menjalani Kemoterapi?

Setelah melihat banyak pasien kanker menderita karena efek samping pengobatan, Wagner pun memantapkan misinya untuk mengembangkan pengobatan kanker yang menguatkan sistem imun seseorang, bukannya menghilangkannya.

Terapi pengobatan itu dikembangkan sebagai vaksin dan sudah diteliti selama puluhan tahun. Setiap suntikan dipersonalisasi sesuai kebutuhan pasien.

Biasanya sel-sel kanker menghindari sistem imun tubuh karena sudah dikenali oleh sel alami tubuh.

Wagner mengembangkan vaksin partikel lisat tumor (TLPO) yang menggunakan sel tumor seseorang untuk mengenali bagian tertentu yang kemudian dimasukkan kembali ke dalam tubuh menggunakan vaksin dengan cara yang dapat merangsang sistem kekebalan tubuh agar mampu mendeteksi sel kanker tersebut seperti infeksi, sehingga sistem kekebalan tubuh melawan kanker itu sendiri.

"Banyak orang bertanya pada saya, kapan ada obat untuk kanker? Saya sudah meneliti selama 60 tahun dan tidak bisa menjawabnya. Sampai baru-baru ini dalam tiga-empat tahun terakhir," katanya.

Wagner meyakini pengobatan kanker ini bisa menjadi kunci untuk mengatasi kanker yang selama ini sudah ditunggu, terlebih jika dikombinasikan dengan deteksi dini.

Baca juga: Mengenal Terapi Sinar Proton, Pengobatan Kanker Minim Efek Samping

Uji klinis

Di uji klinis fase dua, TLPO vaksin kanker yang dikembangkan Wagner sudah dites pada ratusan pasien yang menderita kanker kulit melanoma stadium lanjut.

Dalam data terbaru yang dipresentasikan di konferensi akademik ditunjukkan 95 persen pasien yang hanya diberi terapi vaksin masih hidup tiga tahun setelah memulai pengobatan dan 64 persen bebas penyakitnya.

Pada melanoma stadium lanjut, angka survival tanpa penyakit setelah tiga tahun mencapai 60 persen pada kelompok pasien yang mendapat terapi vaksin saja. Sebagai perbandingan pada kelompok plasebo angkanya 39 persen.

Angka survival bebas penyakit pada kelompok pasien stadium IV yang mendapat vaksin saja mencapai 60 persen, sedangkan di kelompok plasebo nol.

Efek samping terbanyak yang dialami pasien adalah kemerahan atau nyeri pada tempat bekas suntikan, demam, lemah setelah disuntik. Efek samping itu mirip dengan vaksin lainnya saat merangsang respon imun.

Saat ini Food and Drug Administration (FDA) telah memberi lampu hijau kepada Wagner untuk memulai uji klinis fase tiga. Pengujian itu akan berlangsung selama tiga tahun dengan melibatkan 500 pasien.

Baca juga: Mengenal Kanker Kulit Melanoma: Gejala, Pengobatan, dan Pencegahannya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com