Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 22/12/2013, 10:53 WIB
Wardah Fajri

Penulis

KOMPAS.com - Proses tumbuh kembang optimal  seorang anak salah satunya ditentukan oleh asupan gizi sejak masih dalam kandungan hingga dilahirkan. Adalah tugas orangtua, utamanya ibu yang mengandungnya, untuk memenuhi kebutuhan gizi anak.

Namun, tugas ini tak selalu mudah dijalankan. Terutama pada ibu baru, apalagi kaum ibu yang tak terjangkau akses informasi, sehingga tak punya pengetahuan untuk memastikan apakah kebutuhan gizi anak, dalam kandungan maupun setelah dilahirkan sudah terpenuhi atau belum.

Minimnya kesadaran para ibu untuk memenuhi gizi bayi dengan bahan terbaik, juga menjadi tantangan tersendiri. Terlebih di perkotaan, dengan banyaknya pilihan produk bahan pangan untuk bayi, dari yang alami hingga instan.

Kegiatan edukasi mengenai pemberian gizi terbaik untuk bayi, hingga praktik langsung membuat MPASI misalnya, dan penyuluhan tentang gizi ibu hamil, menjadi perhatian para kader gizi yang bekerja secara sukarela di berbagai tempat di Jakarta.

Salah satunya, Siti Jahrah (44), Kader Gizi dari Kelurahan Warakas, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Jahrah bersama kelompoknya meraih juara ketiga kompetisi Kader Gizi 10 Puskesmas Se-Jabodetabek bagian dari Kampanye "Dari Usia Satu" bersama Scott's mendukung Gerakan Nasional Sadar Gizi Kementerian Kesehatan Indonesia.

Mendampingi ibu, terutama dari kalangan menengah bawah, untuk memberikan gizi terbaik bagi buah hati menjadi perhatian Jahrah. Ia pun dengan sukarela berkegiatan menjadi kader gizi.

Menurutnya, kader gizi memiliki pendekatan khusus kepada ibu untuk mendorong mereka memberikan gizi terbaik untuk bayi. Fokus utamanya adalah balita, namun kader gizi juga menaruh perhatian pada ibu hamil untuk lebih memerhatikan asupan makanan demi perkembangan optimal janin dalam kandungan.

"Berbeda dengan penyuluhan yang cenderung pasif, kader lebih dekat dengan ibu-ibu, karena ada peer group. Kader lebih mendampingi, sharing, bukan memberikan penyuluhan," ungkapnya saat ditemui Kompas Health di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Perhatian sepenuh hati diberikan Jahrah dalam menjalani kegiatannya. Ia menyebutkan salah satu pengalamannya yang memberi kesan khusus, "Saya pernah menjadi babysitter selama empat hari, karena melihat ada ibu yang memberikan makan pisang pada bayi berusia tiga hari."

Jahrah mengakui, perubahan perilaku menjadi tantangan terbesar mendampingi kaum ibu yang belum memahami cara pemberian makan tepat untuk bayi. Mitos dan kebiasaan keliru membuat banyak ibu kerap salah kaprah dalam memenuhi kebutuhan gizi buah hati.

"Banyak ibu yang lebih suka instan daripada mengolah makanan sendiri untuk bayi," kata Jahrah menyebutkan salah satu sumber masalah gizi pada bayi.

Untuk membantu ibu memenuhi kebutuhan gizi bayi, Jahrah pun berinisiatif membuat resep MPASI rumahan untuk bayi di atas enam bulan. Ia berinovasi dengan bahan pangan alami.

"Saya menyusun menu, cara pengolahan termasuk takarannya, untuk kebutuhan bayi di atas enam bulan," terangnya.

Menu kreasinya ia bagikan secara cuma-cuma kepada ibu yang menjadi sasaran pendampingan.

Bersama kelompok kader gizinya, Jahrah juga mengadakan rangkaian kegiatan edukasi gizi, termasuk lomba, untuk kaum ibu di lingkungan tempat tinggalnya selama empat bulan. Dengan pendekatan personal dan menggali kebutuhan juga masalah kaum ibu, Jahrah dan kelompoknya berhasil memancing keingintahuan kaum ibu mengenai pemberian makan yang baik dan pembuatan MPASI alami yang praktis dan sehat.

"Ibu-ibu penasaran, dan mereka mulai mempraktikkan mengolah MPASI alami. Dampaknya juga terlihat pada anak-anak, ada yang sebelumnya tidak nafsu makan menjadi lebih nafsu makan," ujarnya.

Cara Jahrah menggaet hati kaum ibu untuk mengubah pola pikir dan kebiasaan memberikan makanan pada bayi, turut menentukan keberhasilannya.

"Kita harus punya kegiatan yang bikin ibu penasaran. Kita juga harus memotivasi, bukan menghakimi para ibu, jadi mereka bisa lebih terbuka," ungkapnya.

Mengubah pola pikir ibu menjadi kepedulian Jahrah dan kelompoknya, karena terpenuhi gizi bayi bergantung pada ketelatenan sang ibu.

Kepedulian juga menjadi kekuatan Jahrah mendampingi ibu memberikan yang terbaik untuk anaknya. Keberhasilan ibu dalam memenuhi kebutuhan gizi bayi, baginya, adalah bentuk pencapaian pribadi.

"Saya senang melihat orang berhasil. Saya merasa punya utang kalau belum berhasil mendampingi ibu," ucapnya.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com