Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 22/12/2013, 15:06 WIB
Unoviana Kartika

Penulis


KOMPAS.com
- Menyusui sudah menjadi kodrat setiap ibu. Namun dalam prosesnya, terkadang tidak semudah yang dibayangkan. Ada saja tantangan yang harus dihadapi, termasuk kondisi-kondisi yang berhubungan dengan penyakit pada ibu maupun bayi.

Hal itu pula yang dialami oleh Fanina Andini (35) saat menyusui anak pertamanya Nayla Syifa Nathania (7). Saat melahirkan Nayla, Nina sudah bertekad memberikan ASI. Sayangnya, di rumah sakit tempatnya melahirkan tidak terlalu pro ASI, terbukti dari tidak adanya iniasi menyusu dini (IMD), serta dipisahkannya ruang ibu dan bayi.

Nina pun harus bolak-balik ruang bayi demi menyusui Nayla, meski dia cukup beruntung dapat melakukannya di ruang menyusui. Proses menyusui yang dialami Nina tidak sederhana, di saat para ibu lain menyusui hanya sekitar 10 menit, dia tidak kunjung usai. Bahkan sampai 30 menit, Nayla tidak berhenti menyusu, terkadang malah bayinya sampai tertidur baru Nina bisa berhenti.

Belakangan, Nina tahu proses menyusunya yang lama karena ASI yang dia keluarkan sedikit. Terbukti bayi Nayla kembali menangis ketika Nina kembali ke ruangannya.

Nina pun ditawari perawat untuk mulai memberikan susu formula pada Nayla, namun tawaran itu pun ditolak. Hingga suatu hari berat badan Nayla turun dan tawaran tersebut kembali datang. Nina mulai bimbang, apalagi tenaga medis rumah sakit mulai menakut-nakutinya dengan risiko risiko yang menambah kebimbangannya.

Ditambah lagi, keadaan Nina saat itu tidak begitu sehat. Payudaranya yang bengkak dan sakit membuat Nina frustrasi. ASI-nya pun hanya keluar sekitar 5-10 mililiter. Dan selama berada di rumah sakit, Nina sama sekali tidak mendapatkan bantuan menyusui yang berarti. Padahal saat itu dia menggunakan jasa rumah sakit besar.

"Namun saya tidak mau menyerah pada susu formula, saya tetap berjuang untuk dapat menyusui Nayla," ujar lulusan psikologi Universitas Padjajaran, Bandung ini.

Beruntung, saat itu dia memiliki kakak ipar yang juga sedang menyusui, sehingga Nina mendapatkan bantuan langsung darinya. Keberuntungan lainnya yang wanita kelahiran Jakarta ini rasakan saat menyusui adalah dukungan yang luar biasa dari sang suami.

Meski dalam praktiknya, bayi Nayla terus menangis dan menolak menyusu yang membuat suaminya sempat menawarkan susu formula. Namun keputusan akhirnya tetap ada pada Nina, dan suami pun mendukungnya.

Jika Nina harus berjuang melawan sakit pada payudaranya yang bengkak dan hanya sedikit mengeluarkan ASI saat menyusui, Rezki Yuniandri (35) harus menghadapi bayinya yang sakit saat harus disusui. Kesamaannya, Kiki, panggilan akrab Rezki, juga pantang menyerah dalam memberikan ASI pada buah hatinya.

Pernah gagal memberikan ASI eksklusif pada anak pertamanya, Kiki tidak mau gagal lagi pada putra keduanya Insan Radithya Setiawan (4). Dia pun lebih cermat lagi memilih rumah sakit untuk melahirkan.

Benar saja, meskipun sempat menempuh operasi Caesar untuk melahirkan, namun pihak rumah sakit tetap membiarkan Kiki untuk melakukan IMD. Namun kenyataannya, Kiki tetap menghadapi sejumlah tantangan saat menjalani proses menyusui. semudah yang dibayangkan, terutama saat kondisi putranya yang memiliki bilirubin tinggi hingga mencapai kadar 14 mg/dl.

Di tengah situasi itu, banyak hal menjejali pikiran Kiki, mulai dari kekhawatiran tingginya bilirubin yang merusak otak si bayi, hingga asupan gizi yang dibutuhkan untuk memperbaiki keadaan putranya. Bilirubin tinggi juga membuat sebagian tenaga medis memberikan pilihan bahwa sang bayi harus mendapatkan asupan tambahan selain ASI.

Namun Kiki mendapat dukungan dari penghuni milis ASI. Mereka bersikeras bahwa dalam kondisi bayi yang harus berada dalam inkubator pun tetap harus memperoleh ASI. Kiki pun memutuskan untuk tetap menyusui anaknya.

Kondisi itu membuat si bayi harus menetap lebih lama di rumah sakit. Kiki juga harus bolak-balik ke rumah sakit selama tiga bulan. Kiki tidak bisa membayangkan jika pada waktu itu ia tidak memiliki informasi yang cukup soal ASI, pertahanannya untuk menyusui pasti goyah.

"Berkat dukungan milis, akhirnya bayi saya bisa berangsur-angsur normal," ujarnya.

Sebuah ilmu baru kembali Kiki dapatkan, bahwa bilirubin tinggi yang terjadi pada anaknya tidak berbahaya. Hal itu terjadi karena sang bayi sedang menunggu kematangan fungsi tubuhnya.

Belakangan Kiki juga tahu bahwa rumah sakit yang sebelumnya dia pikir pro ASI, ternyata tidak sepenuhnya demikian. Terbukti dari tenaga kesehatannya menyarankan untuk memberikan susu formula ketika kondisi bayi di inkubator dan membutuhkan gizi tambahan. Apalagi Kiki sempat melihat ada lambang merek susu formula di playground rumah sakit dan saat pulang pasien diberikan goodie bag berisi botol dan dot.

Menurut pakar laktasi sekaligus dokter anak Asti Praborini, pemilihan rumah sakit merupakan faktor penting kesuksesan memberikan ASI. Rumah sakit, dokter, tenaga kesehatan yang pro ASI lebih dapat memberikan dukungan bagi ibu menyusui.

"Maka sejak masa kehamilan, ibu harus benar-benar cermat memilih rumah sakit yang pro ASI," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com