Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Diet yang Cocok menurut DNA Anda?

Kompas.com - 18/10/2016, 09:03 WIB
Adhis Anggiany Putri S

Penulis

Pengalaman serupa dialami juga oleh Larasaty Aprilia (27 tahun). Menggunakan langkah yang sama, dia bisa menurunkan 18 kilogram berat badan dalam tiga bulan.

Berdasarkan hasil tes DNA di klinik sama, Larasaty boleh mengonsumsi nasi asal porsinya sesuai. Namun, ia harus menghindari konsumsi lemak sama sekali. Ketika ingin makan ayam bakar, misalnya, Larasaty tidak boleh mengoleskan mentega pada ayam.

"Nasi goreng sih boleh. Kalau steak sapi sausnya harus dipisah supaya bisa dikontrol konsumsi sausnya," kata Larasaty saat dihubungi Kompas.com, Selasa (20/9/2016).

Pada awal program diet, ia mengaku sempat kesulitan mencari makanan sehat. Kebiasaan Larasaty makan di "warteg" mau tak mau harus dihentikan juga.

"Saya termasuk overweight (sebelum diet), masuk obesitas tingkat dua. Sebelum diet, berat badan saya 82 kilogram," ungkap Larasaty.

Larasaty mengaku sudah gemuk sejak kecil. Berat badannya kian menanjak ketika dia duduk di bangku sekolah menengah atas (SMA).

Selulus SMA, kuliah, kemudian bekerja, lingkar pinggangnya tak kunjung mengecil. Padahal, segala macam cara pernah dia lakoni demi menurunkan berat badan.

"Saya mencoba menurunkan berat badan dengan puasa, tidak makan nasi, dan mengonsumsi sejumlah produk diet. Namun, berat badan saya justru tambah naik. Saya juga merasa tersiksa akibat menahan lapar," tutur Larasaty.

Turun berat badan, tantangan Hendy dan Larasaty tak lalu selesai begitu saja. Selalu ada banyak godaan dan tantangan. 

Sebuah program diet bisa berhasil dilakukan salah satunya karena prosesnya dibuat lebih menyenangkan, atau setidaknya tak membuat pelaku tersiksa.

Meski demikian, motivasi pelaku diet tetap harus jadi kunci utama. Motivasi ini harus dipupuk kuat-kuat agar tidak menyerah di tengah jalan.

Karena itu, Larasaty dan Hendy tetap ditemani berbagai ahli ketika menjalani program agar motivasi tetap terjaga sekaligus terawasi. Mereka bertemu dengan ahli gizi, dokter spesialis olahraga, dan psikolog, sepekan sekali.

"Mereka (para ahli) monitoring pola makan, menjelaskan tentang eating disorder, (saya) diajari cara dan jam makan yang benar," kata Larasaty.

Adapun bagi Hendy bertemu dengan ahli gizi dan psikolog bisa memberikan dorongan untuk terus menjalankan program diet.

"Mereka itu seperti motivator pribadi buat saya. Saya menjalaninya jadi enjoy, tanpa stres," tutur Hendy.

Berminat mengikuti jejak Hendy dan Larasaty?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau