Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - Diperbarui 25/10/2021, 10:26 WIB
Irawan Sapto Adhi,
Mahardini Nur Afifah

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Pernahkah Anda mencoba meredakan amarah orang lain dengan peringatan penyakit darah tinggi atau hipertensi?

Ya, banyak orang mempercayai bahwa ada kaitan erat antara tekanan darah tinggi dengan amarah seseorang.

Namun, bagaimana sebenarnya fakta medis asumsi tersebut? Apakah hal tersebut fakta atau mitos belaka?

Terkait korelasi marah dangan hipertensi, dr. Nurul Afifah mengulasnya juga dalam bukunya berjudul Don’t be Angry, Mom: Mendidik Anak tanpa Marah (2019).

Baca juga: Sering Diwaspadai, Kenali Gejala dan Cara Cegah Darah Tinggi

Jantung bekerja ekstra

Dokter yang aktif mengisi talkshow tentang parenting di beberapa daerah di Indonesia dan founder dari @bundatalk tersebut mengungkapkan, marah dapat memengaruhi kesehatan.

Menurut dia, kebiasaaan marah dapat menyebabkan tekanan darah tinggi.

Penjelasannya, jantung dituntut bekerja ekstra ketika Anda marah.

Organ vital ini jadi memompa darah lebih kuat, sehingga darah mengalir lebih banyak setiap detiknya ketimbang dalam keadaan normal.

Saat marah, pembuluh darah juga akan kehilangan kelenturan dan berubah menjadi kaku.

Akibatnya, pembuluh darah tidak dapat mengembang saat jantung memompa darah melalui arteri.

Kondisi saat peredaran darah berlebih, ditambah pembuluh darah kaku, menyebabkan tekanan darah meningkat.

Penderita hipertensi jadi mudah marah?

Sementara itu, ada juga anggapan yang beredar penderita penyakit tekanan darah tinggi cenderung gampang marah. Benarkah hal tersebut?

Melansir Hello Sehat, anggapan tersebut tidak sepenuhnya salah.

Para ahli belum mengetahui secara pasti mengapa penderita hipertensi suasana hatinya gampang berubah.

Seperti suasana hati baik-baik saja, sejurus kemudian jadi marah-marah.

Namun, ada beberapa teori pendukung yang mengaitkan kebiasaan marah dengan gejala  penderita hipertensi, antara lain:

1. Sulit mengendalikan stres

Para ahli menyebut orang yang memiliki tekanan darah tinggi cenderung sulit mengendalikan sters.

Dalam sebuah penelitian di jurnal Psychosomatic Medicine, cepat marah merupakan respons otak yang terganggu hipertensi.

Hal ini membuat otak mengeluarkan dorongan amarah sebagai responsnya.

Namun, teori ini masih perlu penelitian lebih lanjut.

Terutama kaitan gangguan respons otak dan pengelolaan emosi yang disebabkan penyakit darah tinggi.

Baca juga: Agar Tak Jadi Komplikasi, Ini 6 Penanganan Hipertensi yang Tepat

2. Pengaruh obat hipertensi

Penderita hipertensi biasanya mengonsumsi obat untuk menjaga tekanan darah tetap normal.

Dalam beberapa riset disebutkan, obat yang dikonsumsi para penderita hipertensi berisiko menimbulkan efek samping memengaruhi suasana hati.

Salah satu efek sampingnya, penderita penyakit darah tinggi gampang marah.

Gagasan ini dibenarkan penelitian yang diterbitkan dalam Hypertension Journal Report.

Penelitian tersebut menyebut, obat-obatan darah tinggi dapat mengganggu kinerja pengelolaan stres dan emosi di otak.

Beberapa jenis obatan-obatan yang bisa memengaruhi suasana hati, antara lain:

  • Obat beta-blocker dan calcium antagonist. Obat ini digunakan untuk mencegah kerusakan fungsi jantung
  • Obat diuretik, khususnya thiazide. Obat ini digunakan untuk mencegah penumpukan cairan pada orang yang darah tinggi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com