Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

9 Tes untuk Diagnosis Diabetes yang Bisa Dilakukan

Kompas.com - 22/11/2021, 20:03 WIB
Irawan Sapto Adhi

Penulis

KOMPAS.com – Ada beberapa cara mendiagnosis diabetes yang bisa dilakukan.

Seperti diketahui, memiliki diabetes yang tidak terdiagnosis berarti tubuh seseorang tidak memetabolisme gula dengan benar yang bisa menyebabkan peningkatan kadar gula dalam darah.

Melansir Medical News Today, peningkatan gula darah dapat menyebabkan kondisi akut, seperti ketoasidosis diabetikum (lebih sering terjadi pada orang dengan diabetes tipe 1) atau sindrom hiperglikemik hiperosmolar nonketotik (lebih sering terjadi pada orang dengan diabetes tipe 2).

Baca juga: 12 Cara Mencegah Komplikasi Diabetes yang Berbahaya

Kedua kondisi tersebut merupakan situasi darurat dan harus segera dirawat di rumah sakit.

Sementara itu, ketika gula darah meningkat untuk jangka waktu yang lama tanpa diobati, komplikasi jangka panjang bisa terjadi.

Kelebihan gula dapat memengaruhi pembuluh kecil dan besar dalam tubuh yang dapat menyebabkan masalah pada organ di seluruh tubuh.

Cara mendiagnosis diabetes

Siapa pun yang telah memasuki usia 45 tahun atau siapa saja yang mengalami gejala diabetes, seperti seperti poliuria (sering buang air kecil), polidipsia (haus berlebihan), atau polifagia (peningkatan rasa lapar) sebaiknya dapat mengikuti tes untuk diabetes.

Orang-orang yang berusia 35 tahun atau lebih dan memiliki kelebihan berat badan atau obesitas, atau orang-orang pada usia lain yang memiliki faktor risiko diabetes juga disarankan dapat menjalani pemeriksaan.

Faktor risiko yang mengindikasikan skrining atau tes diabetes termasuk:

  • Obesitas
  • Memiliki riwayat keluarga diabetes
  • Dari ras atau etnis tertentu

Baca juga: 5 Faktor Risiko Diabetes yang Perlu Diwaspadai

Meski tidak menunjukkan gejala diabetes, jika memiliki beberapa faktor risiko, seseorang juga dapat diskrining.

Berikut ini adalah beberapa cara mendiagnosis diabetes yang bisa jadi akan disarankan oleh dokter:

1. Tes hemoglobin A1C

Setiap orang memiliki beberapa gula yang melekat pada hemoglobin mereka. Tetapi, orang-orang dengan kadar gula darah tinggi memiliki lebih banyak.

Melansir Verywell Health, tes hemoglobin A1C atau tes HbA1c diperuntukkan untuk mengukur persentase sel darah yang memiliki gula yang melekat padanya.

Tes ini dapat memeriksa gula darah rata-rata seseorang selama tiga bulan dan dapat diukur menggunakan pengambilan darah vena atau stik jari jika dokter memiliki mesin A1c di tempat perawatan.

Baca juga: 3 Penyebab Diabetes Tipe 1 yang Mungkin Terjadi

A1C harus diukur menggunakan standar yang disertifikasi oleh National Glycohemoglobin Standardization Program (NGSP) dan standar untuk uji Diabetes Control and Complications Trial (DCCT).

Ada beberapa contoh ketika tes A1C mungkin tidak valid.

Ini termasuk untuk:

  • Orang dengan anemia sel sabit (di mana tes fruktosamin diperlukan)
  • Kehamilan (trimester kedua dan ketiga dan periode postpartum)
  • Defisiensi glukosa-6-fosfat dehydrogenase
  • HIV
  • Hemodialisis untuk beberapa orang

Berikut rentang referensi untuk tes hemoglobin A1C:

  • Normal: kurang dari 5,7 persen
  • Pradiabetes: 5,7 – 6,4 persen
  • Diabetes: 6,5 persen atau lebih

2. Tes gula darah puasa

Tes glukosa plasma puasa atau tes gula darah puasa didefinisikan sebagai tes glukosa darah yang dilakukan setelah seseorang tidak makan selama minimal delapan jam.

Baca juga: 11 Penyebab Diabetes Tipe 2 yang Perlu Diwaspadai

Ini adalah cara mudah dan murah untuk mengukur gula darah.

Darah diambil dari pembuluh darah untuk mengambil sampel.

Pengukuran didasarkan pada mg/dL.

Ingatlah bahwa jika seseorang sudah makan dalam waktu delapan jam setelah tes, tes tersebut tidak akan valid.

Rentang referensi untuk tes gula darah puasa, yakni:

  • Normal: kurang dari 100 mg/dl
  • Pradiabetes: 100 - 125 mg/dl
  • Diabetes 126 mg/dl atau lebih tinggi

3. Tes tantangan glukosa

Tes tantangan glukosa adalah bagian pertama dari pendekatan dua langkah dalam mendiagnosis diabetes gestasional pada kehamilan.

Baca juga: 7 Perbedaan Diabetes Tipe 1 dan Diabetes Tipe 2

Tes tantangan glukosa juga bisa disebut dengan tes toleransi glukosa satu jam untuk mengukur respons tubuh seseorang terhadap gula (glukosa).

Seseorang tidak perlu berpuasa untuk tes ini.

Saat melakukan tes tantangan glukosa, ibu hamil akan diminta menelan 50 g minuman manis dan darahnya akan diambil setelah satu jam.

Jika gula darahnya meningkat (lebih dari 140 mg/dl), ibu hamil harus kembali untuk tes toleransi glukosa oral.

Tes toleransi glukosa ini akan terdiri dari menelan 100 g minuman glukosa dan gula darah diuji pada satu, dua, dan tiga jam.

Ibu hamil harus berpuasa untuk ujian kedua.

Jika dua atau lebih nilai pada tes 100 g memenuhi atau melampaui ambang batas di bawah ini, diagnosis diabetes gestasional dibuat:

Rentang referensi untuk tes toleransi glukosa oral tiga jam untuk diabetes gestasional:

  • Puasa: kurang dari 95 mg/dl (normal), 95 mg/dl atau lebih (abnormal)
  • 1 jam: kurang dari 180 mg/dl (normal), 180 mg/dl atau lebih besar (abnormal)
  • 2 jam: kurang dari 155 mg/dl (normal), 155 mg/dl atau lebih besar (abnormal)
  • 3 jam: kurang dari 140 mg/dl (normal), 140 mg/dl atau lebih besar (abnormal)

Baca juga: 8 Gejala Diabetes Tipe 1 yang Perlu Diwaspadai

4. Tes toleransi glukosa oral atau oral glucose tolerance test (OGTT)

Tes toleransi glukosa oral dengan 75 g glukosa dapat mengukur toleransi glukosa seseorang ke beban glukosa standar.

Tes toleransi glukosa oral dilakukan setelah dua jam dari saat diberikan 75 g cairan glukosa dari penyedia layanan kesehatan.

Seseorang harus berpuasa untuk tes ini setidaknya selama 8 jam.

Tes ini dapat memberi tahu dokter bagaimana tubuh memproses gula.

Tes gula darah ini dilaporkan memiliki hasil yang lebih baik dari tes gula darah puasa, tapi biayanya cenderung lebih mahal.

Tes toleransi glukosa oral menggunakan 75 g juga merupakan pendekatan satu langkah untuk mendiagnosis diabetes gestasional.

Baca juga: 10 Gejala Diabetes Tipe 2 yang Perlu Diwaspadai

Selama tes ini, wanita hamil diperiksa gula darah puasanya dan kemudian diuji lagi pada jam satu dan dua.

Hasil abnormal meliputi gula darah puasa 92 mg/dl atau lebih, satu jam 180 mg/dl atau lebih, dan dua jam 153 mg/dl atau lebih.

Rentang referensi untuk tes toleransi glukosa oral untuk orang tidak hamil, yakni:

  • Normal: kurang dari 140 mg/dl
  • Pradiabetes: 140 - 199 mg/dl
  • Diabetes: 200 mg/dl atau lebih tinggi

5. Tes gula darah sewaktu (GDS)

Seperti namanya, tes glukosa acak atau tes gula darah sewaktu bisa dilakukan kapan pun tanpa memikirkan waktu makan terakhir.

Tapi, tes ini biasanya digunakan ketika seseorang sudah memiliki kondisi yang dicurigai sebagai gejala diabetes.

Jika ditemukan memiliki kadar gula darah lebih tinggi dari 200 mg/dl dan memiliki gejala, seseorang dapat diagnosis mengidap diabetes.

6. Tes C-peptida

Tes C-peptida digunakan untuk mengukur fungsi insulin pankreas.

Tes ini menentukan apakah pankreas seseorang mensekresi insulin yang cukup dan digunakan sebagai alat dalam mendiagnosis diabetes tipe 1.

7. Dekarboksilase asam glutamat atau glutamic acid decarboxylase (GAD)

Dekarboksilase asam glutamat adalah enzim penting yang membantu pankreas Anda berfungsi dengan baik.

Ketika tubuh membuat autoantibodi dekarboksilase asam glutamat, itu dapat mengganggu kemampuan pankreas untuk melakukan tugasnya.

Tes GAD, GADA, atau anti-GAD mungkin bisa dipesan untuk menentukan jenis diabetes yang dimiliki seseorang.

Kehadiran autoantibodi GAD biasanya berarti bahwa sistem kekebalan seseorang menyerang dirinya sendiri dan dapat menyebabkan diagnosis diabetes tipe 1.

Baca juga: Memahami Hubungan Gula Darah dan Insulin

8. Tes insulin

Beberapa peneliti percaya bahwa menggunakan tes insulin untuk mendiagnosis diabetes dan pradiabetes dapat membantu meningkatkan kemampuan untuk mendeteksi penyakit.

Tes insulin dapat menilai insulin puasa dan insulin postprandial (setelah makan).

Namun, ini bukan tes umum yang digunakan untuk mendiagnosis diabetes dan paling sering digunakan untuk menentukan gula darah rendah, resistensi insulin, dan untuk mendiagnosis insulinoma.

9. Autoantibodi

Untuk orang dengan kecenderungan genetik untuk diabetes tipe 1, skrining untuk autoantibodi dianjurkan dalam pengaturan percobaan penelitian.

Beberapa autoantibodi ini termasuk autoantibodi sel pulau dan autoantibodi terhadap insulin (IAA), asam glutamat dekarboksilase (GAD, GAD65), protein tirosin fosfatase (IA2 dan IA2β), dan protein pengangkut seng (ZnT8A).

Dalam beberapa kasus, ini dapat dideteksi dalam serum orang yang berisiko terkena diabetes tipe 1 beberapa bulan atau tahun sebelum timbulnya penyakit.

Mengidentifikasi autoantibodi ini dan mendidik mereka yang berisiko tentang gejala dapat membantu mendiagnosis dan mengobati diabetes tipe 1 lebih awal.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau