Studi pada 2008, menemukan bahwa disfungsi kortikal amigdala-prefrontal dapat menyebabkan gejala sebagai berikut pada hampir semua orang akibat depresi:
Baca juga: Apakah Kamu Merasa Depresi? Cek Tanda-tanda Ini...
Mengutip Healthline, peradangan otak juga dapat terjadi akibat depresi, di mana tingkat keparahannya tergantung pada lamanya penyakit mental itu berlangsung.
Peradangan otak yang signifikan lebih mungkin terjadi pada orang dengan gangguan depresi persisten.
Sebuah studi kecil pada 2018 menemukan bahwa orang dengan MDD yang tidak diobati selama lebih dari 10 tahun memiliki 29-33 persen lebih banyak volume distribusi total translocator protein.
Volume distribusi total translocator protein merupakan indikator peradangan otak.
Karena peradangan otak dapat menyebabkan sel-sel otak mati, maka sejumlah komplikasi juga berpotensi terjadi.
Itu termasuk penyusutan dan pengurangan neuroplastisitas, yang merupakan kemampuan otak untuk berubah seiring bertambahnya usia seseorang.
Peradangan otak juga dapat menyebabkan berkurangnya fungsi neurotransmiter, pembawa pesan kimiawi tubuh.
Mengutip WebMD, peradangan otak yang tidak terkontrol dapat mengakibatkan:
Baca juga: Kenali Gejala Burnout dan Bedanya dengan Depresi
Mengutip WebMD, akibat depresi seseorang dapat mengalami perubahan jangka panjang pada otaknya, terutama di hipokampus.
Itu mungkin mengapa depresi sangat sulit untuk diobati pada beberapa orang.
Perawatan depresi yang menurut penelitian dapat memulihkan kondisi, meliputi:
Selain penggunaan antidepresan dan CBT, beberapa perawatan depresi untuk tingkat ringan atau serius meliputi:
Baca juga: Terlihat Sama, Ini Beda Depresi dan PTSD
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.