Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024
Dikdik Kodarusman
Dokter RSUD Majalengka

Dokter, peminat kajian autofagi. Saat ini bekerja di RSUD Majalengka, Jawa Barat

Pengobatan Dini Melalui Proses Autofagi

Kompas.com - 02/08/2022, 11:33 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Eh, bukankah selama ini kita melayani berdasarkan ilmu-ilmu yang telah diterima teorinya. Jika itu disebut bersifat spekulatif, artinya kita melayani pasien selama ini sifatnya untung-untungan. Untung sembuh kalau tidak untung, mati!

Protokol yang saya susun memang tidak bersumber dari lembaga apapun. Namun dibuat berdasarkan pertanggung jawaban atas teori-teori yang telah dipelajari selama ini. Teori-teori yang telah diakui dan diterima kebenarannya di dunia kedokteran, sehingga dapat dijelaskan alasan protokol tersebut, serta korelasinya dengan setiap keluhan pasien.

Pengobatan dini melalui proses autofagi

 

Secara sederhana protokol pengobatan dini dengan proses autofagi adalah penghentian asupan karbohidrat dan pembatasan jam makan hingga pukul 18.00. Selanjutnya disertai minum air semampunya setiap selesai buang air kecil, tanpa pemberian obat apapun.

Protokol ini dilakukan tiga hari jika tidak ada komplikasi apapun.

Alasan penyusunan protokol tersebut sebagai berikut. Setiap pasien yang datang dengan keluhan demam, batuk atau apapun, artinya datang dalam kondisi virus telah bereplikasi.

Replikasi virus itu mengakibatkan kerusakan sel. Kerusakan sel mengakibatkan keluarnya berbagai mediator peradangan.

Baca juga: Mengenal Autofagi, Mekanisme Sel Memakan Sel Sakit Saat Berpuasa

Pada bakteri sedari awal dapat terjadi peradangan. Beberapa bakteri memiliki kemampuan untuk merusak dinding sel dengan melepaskan peptida tertentu. Kerusakan ini yang akan memicu pelepasan mediator peradangan.

Berbagai mediator peradangan memberikan berbagai reaksi sesuai dengan reseptor organnya. Misalnya, histamin menimbulkan reaksi sesak dan batuk di saluran pernafasan. Menimbulkan pelebaran pembuluh darah hingga menimbulkan sensasi panas.

Prostaglandin memiliki efek yang serupa. Perbedaannya pada pembuluh darah paru, mengakibatkan penyempitan. Akibatnya beban jantung bertambah hingga timbul gejala mudah lelah.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+