Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
CIRCULAR ECONOMY

Ini Alasan Ahli Ingin Air Minum Dalam Kemasan Diberi Label BPA

Kompas.com - 12/02/2023, 20:55 WIB
Nada Zeitalini Arani,
Agung Dwi E

Tim Redaksi

 

KOMPAS.com – Pemakaian label peringatan potensi mengandung Bisphenol A (BPA) pada kemasan air minum dalam kemasan (AMDK) menjadi perdebatan panas dalam beberapa waktu terakhir.

Perdebatan bermula ketika Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) merevisi Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan. Dalam beleid revisi, produsen AMDK wajib mencantumkan label peringatan “berpotensi mengandung BPA”.

“Pelabelan ini semata untuk perlindungan kesehatan masyarakat. Jadi, tidak ada istilah kerugian ekonomi,” tutur Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM Rita Endang, seperti diberitakan Kompas.com, Sabtu (4/6/2022).

Meski demikian, sejumlah pihak menyangsikan keputusan BPOM, serta menganggap kebijakan itu terkait persaingan bisnis AMDK.

Pada kesempatan itu, Rita pun menepis anggapan tersebut. Ia berkukuh bahwa BPOM hanya menginginkan produsen memasang stiker peringatan BPA.

Lantas, seberapa berbahaya kandungan BPA pada AMDK?

Bahaya BPA

BPA merupakan bahan utama jenis plastik polikarbonat. Plastik jenis ini digunakan sebagai bahan baku galon isi ulang dan botol AMDK. Pada kondisi tertentu, BPA dapat bermigrasi dari kemasan ke air minum di dalamnya yang berdampak membahayakan kesehatan, terutama bagi ibu hamil dan anak.

Ketua Bidang Kajian Penanggulangan Penyakit Tidak Menular Pegurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dr Agustina Puspitasari, SpOk, SubSup, BioKO(K) menjelaskan, paparan BPA umumnya memengaruhi fisiologi yang dikendalikan oleh sistem endokrin penghasil hormon dalam tubuh.

Dampak lainnya, paparan BPA dapat berpengaruh pada kelenjar prostat serta perkembangan otak pada janin, bayi, dan anak-anak.

“Penelitian lain juga menunjukkan adanya kemungkinan hubungan antara BPA dan peningkatan tekanan darah, obesitas, diabetes tipe dua, dan penyakit kardiovaskular. Untuk itu, penggunaan BPA seharusnya diatur dengan ketat,” katanya pada acara Expert Forum yang diadakan Universitas Indonesia (UI), Rabu (23/11/2022).

Baca juga: Riwayat BPA, Kini ada Kewaspadaan Penggunaan Plastik

Karena dampak tersebut, sejumlah negara di dunia menerapkan ambang batas migrasi BPA. Di Uni Eropa (UE), misalnya, sebelumnya ditetapkan ambang batas BPA adalah 0,6 bagian per juta (bpj) atau 600 mikrogram per kilogram. Kini, UE menurunkan menjadi 0,05 bpj.

Di Indonesia, ambang batas migrasi BPA dalam AMDK yang ditetapkan BPOM adalah 0,6 bpj. Bahkan, beberapa negara melarang BPA pada kemasan plastik, seperti Prancis dan Brazil.

Dukungan berbagai pihak

Terkait aturan baru BPOM, dr Agustina pun memberi dukungan untuk mengatur pelabelan BPA pada kemasan AMDK yang mengandung atau berpotensi mengandung BPA.

“PB IDI pun sudah bersuara untuk mendukung pelabelan BPA pada kemasan plastik demi keamanan dan perlindungan kesehatan bagi masyarakat,” ucap dia.

Ia berharap, pemerintah, produsen, dan masyarakat bekerja sama untuk mengawasi serta menjaga penggunaan kemasan AMDK.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau