KOMPAS.com - Orang Indonesia tentu tidak asing dengan istilah penyakit “dengkul kopong”. Banyak masyarakat mengaitkan dengkul kopong atau lutut kopong dengan kebiasaan onani atau masturbasi.
Melansir Medhelp, anggapan tersebut hingga hari ini hanya klaim kosong. Belum ada penelitian yang membuktikan keterkaitan onani dan lutut kopong.
Seperti halnya masuk angin, dengkul kopong sebenarnya tidak tercatat dalam dunia medis. Akan tetapi dalam istilah medis, fenomena dengkul yang berbunyi disebut dengan krepitasi.
Baca juga: 7 Gejala Radang Sendi Lutut yang Perlu Diketahui
Bunyi serupa letupan ketika bergerak menumpu pada lutut atau saat jongkok adalah hal wajar.
Hal ini dikarenakan semakin tinggi usia seseorang, jaringan tulang rawan menjadi tidak rata yang memungkinkan tulang saling bersentuhan sehingga berbunyi.
Selain faktor usia, mengencangnya ligamen ketika beraktivitas bisa jadi penyebab lutut kopong.
Di samping itu, adanya lapisan sendi yang bergerak di atas lapisan tulang juga bisa menyebabkan bunyi pada lutut.
Dengkul kopong memang tidak berbahaya, pun juga tidak bisa dianggap remeh apabila disertai bengkak atau nyeri.
Melansir Healthline, dalam kondisi tertentu lutut kopong juga bisa disebabkan hal yang serius seperti:
Baca juga: 5 Obat Sakit Lutut Alami
Lutut kopong biasanya tidak berbahaya dan tidak memerlukan pengobatan. Pengecualian apabila mengalami rasa sakit atau pembengkakan.
Perawatan akan tergantung pada penyebab yang mendasarinya. Melansir Healthline, berikut saran yang bisa dilakukan untuk mengatasi dengkul kopong:
Penderita mesti segera memeriksakan ke layanan kesehatan terdekat jika merasa nyeri saat terdengar bunyi.
Hal tersebut dapat mengindikasikan beberapa penyakit seperti osteoarthtritis dan rheumatoid atau radang sendi menular.
Baca juga: 14 Penyebab Sakit Lutut yang Sering Dikeluhkan
Secara umum, lutut kopong adalah kondisi yang wajar dan tidak mengkhawatirkan apabila tidak disertai nyeri atau pembengkakan.
Anggapan onani atau masturbasi sebagai penyebab lutut kopong sampai saat ini juga belum dapat diverifikasi kebenarannya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Artikel ini tidak diperuntukkan untuk melakukan self diagnosis. Harap selalu melakukan konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.