KOMPAS.com - Infeksi payudara merupakan infeksi yang terjadi di dalam jaringan payudara yang menyebabkan pembengkakan, benjolan, dan rasa nyeri.
Pada umumnya, sebagian besar infeksi payudara disebabkan saat wanita menyusui karena saluran susu yang tersumbat.
Namun, infeksi payudara juga dapat berhubungan dengan jenis kanker payudara yang langka.
Baca juga: Kenali Gejala dan Penyebab Infeksi Payudara
Penyebab
Mengutip Healthline, sebagian besar infeksi payudara disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus dan Streptococcus agalactiae.
Pada ibu menyusui, infeksi dapat terjadi akibat faktor berikut:
- Saluran susu yang tersumbat atau bakteri dari mulut bayi
- ASI yang menumpuk di payudara
- Bakteri dari mulut bayi.
Selain itu, pada wanita yang tidak menyusui, infeksi payudara dapat terjadi akibat:
- Sistem kekebalan tubuh yang lemah
- Gangguan kesehatan
- Cedera pada payudara
- Abses payudara.
Faktor risiko
Berkaitan dengan penyebab yang mendasarinya, berikut beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko Anda mengalami infeksi payudara, yaitu:
- Kelelahan
- Stres
- Kekurangan asupan nutrisi
- Merokok
- Riwayat infeksi payudara
- Penggunaan bra yang terlalu ketat
- Menjalani terapi radiasi
- Menderita diabetes.
Baca juga: Gejala Mastitis, Infeksi Payudara yang Kerap Dialami Ibu Menyusui
Gejala
Pada umumnya, Anda dapat melihat lesi yang terinfeksi pada permukaan payudara saat mengalami infeksi ini.
Selain itu, berdasarkan Medical News today, gejala infeksi payudara dapat meliputi:
- Payudara terasa panas saat disentuh
- Puting retak atau rusak
- Demam
- Gejala seperti flu, termasuk nyeri tubuh dan rasa lelah
- Mual
- Nyeri di payudara
- Garis merah di dada
- Luka di payudara yang tidak kunjung sembuh
- Bisul pada kulit yang dapat mengeluarkan nanah atau darah.
Diagnosis
Melansir Healthline, terdapat berbagai jenis-jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis infeksi payudara, yaitu:
- Pemeriksaan fisik dan tinjauan gejala untuk mendeteksi abses
- Uji ASI untuk mendeteksi bakteri
- Mamografi atau biopsi jaringan payudara untuk menyingkirkan kemungkinan kanker payudara.
Perawatan
Menurut Medical News Today, berikut perawatan infeksi payudara yang dapat Anda lakukan tergantung dengan penyebab dan tingkat keparahannya, seperti:
Baca juga: Pentingnya Deteksi Dini Kanker Payudara
Perawatan medis
- Pengeringan abses
- Resep antibiotik jika infeksi disebabkan oleh bakteri
- Operasi, menjadi opsi perawatan terakhir dengan mengangkat saluran yang rusak agar infeksi tidak terjadi kembali.
Perawatan rumahan
Perawatan ini dilakukan untuk meminimalkan rasa sakit dan ketidaknyamanan akibat infeksi.
- Mengonsumsi obat pereda nyeri yang dijual bebas, seperti asetaminofen atau ibuprofen
- Minum banyak cairan
- Istirahat yang cukup
- Mengenakan pakaian dalam yang nyaman dan hindari bra yang ketat
- Kompres hangat untuk mengurangi rasa sakit dan membantu laktasi
- Kosongkan payudara dari ASI dengan baik
- Obat anti-inflamasi, dapat membantu menghilangkan rasa sakit
- Gunakan berbagai posisi untuk menyusui
- Jika memungkinkan, hindari pembengkakan berkepanjangan sebelum menyusui.
Pencegahan
Dilansir dari Healthline, terdapat cara yang dapat Anda lakukan untuk mengurangi kemungkinan infeksi payudara saat menyusui, yaitu:
- Jangan terlambat untuk menyusui
- Kosongkan setidaknya satu payudara dengan baik setiap menyusui
- Hindari selalu menggunakan bagian payudara yang sama setiap menyusui
- Hindari perubahan mendadak dalam jadwal makan
- Hindari penggunaan sabun pada puting secara intensif
- Tambahkan sedikit lesitin atau lemak jenuh ke dalam makanan Anda setiap hari
- Pijat payudara, terutama jika Anda merasakan adanya penebalan atau benjolan
- Cobalah posisi menyusui yang berbeda
- Kompres handuk ke payudara sebelum menyusui untuk meningkatkan aliran ASI
- Hindari bra yang terlalu ketat.
Baca juga: Payudara Bengkak
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
Artikel ini tidak diperuntukkan untuk melakukan self diagnosis. Harap selalu melakukan konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.