Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 25/10/2021, 10:00 WIB
Jessica Rosa Nathania,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Hepatitis D merupakan peradangan hati akibat infeksi virus hepatitis delta yang dapat bersifat akut maupun kronis.

Berbeda dengan jenis hepatitis lainnya, infeksi virus ini hanya dapat terjadi pada seseorang yang sebelumnya telah terinfeksi hepatitis B.

Baca juga: Penularan Hepatitis Melalui Hubungan Seksual

Penyebab

Anda hanya dapat tertular hepatitis D jika telah menderita hepatitis B atau bahkan mengalami keduanya secara bersamaan.

Mengutip Healthline, hepatitis dapat terjadi karena tertular melalui kontak langsung dengan cairan tubuh seseorang yang terinfeksi, contohnya melalui:

  • Urine
  • Cairan vagina
  • Air mani
  • Darah
  • Kelahiran (ditularkan ibu ke bayinya).

Faktor risiko

Menurut Medical News Today, berikut faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko Anda mengalami hepatitis D, yaitu:

  • Menderita hepatitis B
  • Belum menerima vaksin hepatitis B
  • Hubungan seks sesama jenis
  • Berhubungan intim tanpa menggunakan pengaman atau kondom
  • Memiliki banyak pasangan seksual
  • Menggunakan obat suntik atau intravena (IV), seperti heroin
  • Sering menerima transfusi darah
  • Mengunjungi atau tinggal di kawasan yang memiliki banyak kasus hepatitis D.

Baca juga: Apakah Penyakit Hepatitis Menular?

Gejala

Pada umumnya, hepatitis D tidak selalu menimbulkan gejala.

Namun, melansir Healthline, gejala yang umum terjadi termasuk:

  • Menguningnya kulit dan bagian putih mata
  • Nyeri sendi
  • Sakit perut
  • Mual dan muntah
  • Kehilangan selera makan
  • Urine gelap
  • Kelelahan.

Perlu diketahui bahwa hepatitis D dan hepatitis B memiliki gejala yang cukup serupa, sehingga cukup sulit untuk membedakannya.

Oleh karena itu, segera hubungi dokter jika Anda mengalami gejala di atas untuk pemeriksaan dan mendapatkan perawatan yang efektif.

Diagnosis

Mengutip Medical News Today, terdapat jenis-jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis kondisi hepatitis D, meliputi:

  • Diskusi mengenai gejala, riwayat medis, dan faktor risiko yang dimiliki
  • Pemeriksaan fisik
  • Tes darah, mendeteksi antibodi anti-hepatitis D dalam darah
  • Tes fungsi hati, mendeteksi kerusakan hati
  • Biopsi dan ultrasound, memeriksa kesehatan hati.

Baca juga: 7 Jenis Hepatitis yang Perlu Diwaspadai

Perawatan

Pada dasarnya, belum ada pengobatan yang diketahui untuk mengatasi hepatitis D akut maupun kronis.

Tidak seperti jenis hepatitis lainnya, penggunaan obat antivirus tidak terlalu efektif untuk kondisi ini.

Namun, melansir Healthline, kemungkinan Anda akan melakukan perawatan hepatitis D dengan cara sebagai berikut:

  • Pemberian obat interferon dalam dosis besar selama 12 bulan untuk menghentikan penyebaran virus
  • Operasi transplantasi hati jika Anda menderita sirosis atau kerusakan hati lainnya.

Namun, perlu diketahui bahwa setelah menerima perawatan atau pengobatan, Anda tetap harus kembali melakukan pemeriksaan.

Hal ini dikarenakan tidak menutup kemungkinan Anda masih berstatus positif hepatitis D.

Komplikasi

Berdasarkan Medical News Today, infeksi hepatitis D dapat menyebabkan komplikasi seperti:

  • Kerusakan hati
  • Gagal hati akut
  • Sirosis
  • Kanker hati.

Baca juga: 9 Makanan yang Baik Dikonsumsi Penderita Hepatitis

Pencegahan

Dilansir dari Healthline, satu-satunya cara yang diketahui untuk mencegah hepatitis D adalah dengan menghindari infeksi hepatitis B.

Sehingga, Anda dapat mengambil tindakan pencegahan berikut untuk mengurangi risiko hepatitis B, antara lain:

  • Dapatkan vaksinasi hepatitis B yang lengkap
  • Melakukan hubungan seks yang aman dengan menggunakan kondom dan idak bergonta-ganti pasangan
  • Hindari penggunaan obat terlarang
  • Berhati-hati dengan tato dan tindik dengan memastikan peralatan yang digunakan steril
  • Tidak berbagi penggunaan barang pribadi dengan orang lain.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini tidak diperuntukkan untuk melakukan self diagnosis. Harap selalu melakukan konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.

Indeks Penyakit


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau