KOMPAS.com - Menurut Diagnostic and Statistical Manual (DSM-5), bigoreksia diartikan sebagai gangguan dismorfik tubuh yang memicu adiksi terhadap gagasan bahwa tubuh terlalu kecil atau tidak cukup berotot.
Seorang penderita bigoreksia akan terpaku pada pemikiran bahwa terdapat sesuatu yang salah pada penampilannya. Pikiran tersebut dapat memengaruhi tingkah laku.
Penderita juga mungkin akan merasa sangat malu dan cemas terhadap penampilan hingga menghindari banyak situasi sosial.
Baca juga: 11 Fungsi Otot pada Manusia
Beberapa gejala yang dialami sama dengan gangguan lain seperti anoreksia nervosa.
Karakteristik utama bigoreksia adalah pikiran bahwa seberapa keras penderitanya mencoba, dirinya tidak akan pernah cukup berotot.
Kondisi ini lebih umum ditemukan pada pria, meskipun beberapa binaragawan wanita juga dilaporkan memiliki gejala serupa.
Melansir Very Well Mind, normalnya seorang atlet angkat besi menghabiskan waktu selama 40 menit sehari untuk memikirkan perkembangan tubuh.
Sementara itu, penderita bigoreksia dapat menyibukkan diri hingga lima jam atau lebih sehari karena berpikir tubuh mereka kurang terbentuk.
Tanda dan gejala bigoreksia dapat meliputi:
Baca juga: 3 Penyebab Nyeri Otot dan Cara Mengatasinya
Selain itu, penderita bigoreksia juga dapat melakukan hal ini:
Belum diketahui secara pasti apa dan siapa saja yang dapat menderita bigoreksia.
Namun, melansir Mayo Clinic, kejadian tertentu dan beberapa faktor psikologis yang mendasari dapat memicu seseorang mengalami dismorfia tubuh.
Baik pria maupun wanita dapat mengalami dismorfia otot.
Pengalaman buruk selama kanak-kanak, seperti dirundung atau diejek soal ukuran tubuh, dapat menjadi pemicu akan terjadinya kondisi ini.
Belum ada pengobatan khusus untuk penderita bigoreksia.
Serupa dengan anoreksia, kondisi ini biasa hanya dianggap sebagai permasalahan biasa sehingga jarang mencari penanganan khusus.
Kondisi ini juga menjadi salah satu respons terhadap perasaan depresi dan kurang percaya diri sehingga melakukan pengobatan dianggap sebagai ‘mengakui kekalahan’.
Baca juga: 7 Penyebab Nyeri Otot yang Bisa Terjadi
Namun, psikoterapi dapat menjadi pilihan dalam penanganan bigoreksia.
Teknik kognitif-perilaku menekankan perubahan pola pikir penderita ke arah yang lebih realistis.
Jika gejala yang dialami sedang atau cukup parah, psikolog atau psikiater mungkin akan memberikan sejenis obat antidepresan bernama Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI).
Namun, jika gejala sangat parah atau perawatan lain tidak berhasil, opsi lain yang dapat dilakukan adalah melakukan terapi sekaligus dengan konsumsi obat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Artikel ini tidak diperuntukkan untuk melakukan self diagnosis. Harap selalu melakukan konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.