KOMPAS.com - Spasmus nutans merupakan sindrom yang terjadi pada anak usia dini.
Sindrom ini terdiri dari tiga serangkai gejala, yakni anggukan kepala, osilasi okular dan posisi kepala anomali.
Spasmus nutans cenderung masuk dalam kategori sindrom yang jinak.
Baca juga: 7 Macam Gangguan Tumbuh Kembang Anak yang Perlu Diwaspadai Orangtua
Sebagian besar kasus spasmus nutans terjadi antara usia 4 bulan dan 1 tahun. Sindrom ini biasanya hilang dengan sendirinya dalam beberapa bulan atau tahun.
Penyebabnya tidak diketahui, meskipun ahli menduga sindrom ini terkait dengan kondisi medis lainnya, misalnya kekurangan zat besi atau vitamin D.
Dalam kasus yang sangat jarang, gejala yang mirip dengan spasmus nutans mungkin disebabkan oleh jenis tumor otak tertentu atau kondisi serius lainnya.
Gejala spasmus nutans meliputi:
Penyedia layanan kesehatan akan melakukan pemeriksaan fisik anak. Orang tua akan ditanya tentang gejala anak mereka.
Tes yang dapat dilakukan antara lain:
Baca juga: 4 Faktor yang Memengaruhi Tumbuh Kembang Anak
Spasmus nutans yang tidak terkait dengan masalah medis lain, seperti tumor otak, tidak memerlukan pengobatan.
Jika gejalanya disebabkan oleh kondisi lain, dokter akan merekomendasikan perawatan yang tepat sesuai penyakit yang terkait.
Hubungi dokter anak jika anak memiliki gerakan mata yang cepat atau anggukan kepala yang aneh.
Dokter akan perlu melakukan pemeriksaan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain dari gejala tersebut.
Spasmus nutans jarang menimbulkan komplikasi.
Namun jika spasmus nutans disebabkan oleh kondisi serius seperti tumor otak, anak harus segera diobati sebelum semakin parah dan komplikasi tumor terjadi.
Belum ada cara untuk mencegah sindrom langka ini karena penyebab pastinya belum diketahui.
Baca juga: 3 Kategori Stimulasi untuk Bantu Tumbuh Kembang Anak
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Artikel ini tidak diperuntukkan untuk melakukan self diagnosis. Harap selalu melakukan konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.