Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 16/09/2021, 12:01 WIB
Mahardini Nur Afifah

Penulis

Lantaran memori terakhirnya sepakbola, Habib menjejak-jejakkan kaki di pembaringan begitu sadar dari koma.

Keajaiban kecil itu disambut keluarga Habib dengan sujud syukur. Namun, suka cita itu tak berlangsung lama. Mereka menyadari kondisi Habib jauh berbeda dari sebelum cedera.

“Sadar dari koma saya enggak bisa apa-apa. Kayak bayi baru lahir. Enggak bisa jalan. Enggak bisa ngomong,” ujar Habib terbata-bata mengingat masa lalunya.

Setelah bangun dari koma, Habib menjalani babak baru hidupnya sebagai penderita cerebral palsy atau penyakit lumpuh otak.

Baca juga: Hati-hati, Ini 6 Tanda Serangan Jantung Saat Olahraga

Babak baru cedera olahraga sampai krisis identitas

Cedera olahraga berujung penyakit lumpuh otak membuat Habib mengalami gangguan gerakan dan koordinasi tubuh. Kendati motoriknya terganggu, tapi memorinya masih prima.

Medio 2006-2008 merupakan masa transisi berat bagi Habib dan keluarganya. Terapi fisik dan wicara untuk pemulihan pasca-cedera olahraga membuatnya rehat sekolah selama setahun.

Setelah kondisi fisiknya cukup stabil, ia baru melanjutkan pendidikan untuk menamatkan SMA.

“Bapak kebetulan kerjanya antar-jemput anak TK. Jadi, sekalian antar saya ke sekolah. Kalau anak lain paling diantar sampai pintu gerbang, saya diantarkan bapak sampai tempat duduk di kelas,” kenangnya.

Selepas Habib tamat SMA, ibunda Habib yang berprofesi sebagai guru SMA mendorong putranya untuk belajar mandiri dan bersosialisasi selepas cedera olahraga. Caranya terbilang ekstrem, dengan menguliahkan Habib ke luar kota.

Baca juga: 3 Penyebab Serangan Jantung saat Olahraga

Singkat cerita, Habib akhirnya kuliah di Jurusan D3 Gizi Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus).

“Rasa-rasanya berat memang. Jalan saja masih goyang-goyang. Omong juga belum jelas,” ujar dia.

Dua tahun kuliah diploma berjalan relatif lancar hingga semester keempat. Pada semester kelima, Habib merasa minder dengan kondisi fisiknya. Ia pun ingin membuktikan diri pada orang sekitarnya dengan mencari peruntungan merantau ke Jakarta.

Berbekal duit Rp100.000, ia nekat naik sepeda motor sendirian ke Jakarta dari Semarang. Tujuannya, menyambangi salah satu kawannya asal Salatiga yang menjadi atlet karate di Bekasi.

Selama dua tahun, Habib menumpang di mes temannya. Untuk menyambung hidup, ia bekerja dengan membantu bersih-bersih mes, bekerja di kafe milik pelatih karate temannya, sampai menjadi ojek payung di depan RS Mitra Keluarga Bekasi.

Selain bekerja, motivasinya datang ke Ibu Kota kala itu juga kepingin menonton siaran langsung di studio program acara televisi Opera Van Java.

Baca juga: 3 Waktu Olahraga saat Puasa

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau