Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 16/09/2021, 12:01 WIB
Mahardini Nur Afifah

Penulis

KOMPAS.com - Cedera olahraga biasanya menjadi alarm bagi sejumlah atlet untuk menyudahi karier profesionalnya. Namun, tidak bagi M. Habib Shaleh, 31.

Alih-alih menyerah pada keterbatasan fisik setelah cedera dan sempat koma selama 32 hari, Habib, sapaan akrabnya, gigih menapaki petualangan baru di dunia olahraga disabilitas.

Tak tanggung-tanggung, ia menjajal beberapa cabang olahraga sekaligus, yakni paraatletik, sepakbola 7x7, serta paracycling level lokal sampai internasional.

Di sela-sela kesibukannya menjalani diklat pra-jabatan CPNS daring dan pemusatan latihan (training camp) persiapan kompetisi paraatletik untuk Pekan Paralympic Provinsi (Peparprov) Papua, November 2021 mendatang, Habib membagikan jatuh bangun perjalanannya.

Baca juga: 10 Macam-macam Cedera Olahraga yang Paling Sering Terjadi

Bermula dari cedera olahraga saat bertanding sepakbola

Masih lekat dalam ingatan Habib, peristiwa 16 tahun silam yang mengubah hidupnya. Kala itu, ia masih duduk di bangku kelas XII SMA Negeri 3 Salatiga.

Sebagai striker tim sepakbola Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP) Jawa Tengah, ia bersama timnya berlatih intensif untuk persiapan kompetisi antar-PPLP di Makassar.

Saat bertanding, Habib mendapat operan bola di depan gawang. Ia pun berebut bola dan berhadapan langsung dengan kiper tim lawan.

“Bola 50-50 waktu itu. Saya dapat bola, kipernya dapat perut saya,” kata Habib, ketika berbincang dengan Kompas.com di Solo, Senin (13/9/2021).

Tragedi perut Habib terhantam tubuh kiper tim lawan itu membuat usus buntunya pecah. Seketika, ia dilarikan ke rumah sakit terdekat untuk diberi pertolongan medis darurat dan dioperasi.

Menurut pria kelahiran 1 November 1988 ini, operasi pertamanya berjalan lancar. Tapi, tubuhnya drop dan mengalami koma pasca-operasi.

Setelah empat hari menjalani perawatan medis di salah satu rumah sakit di Salatiga, ia  dipindahkan untuk mendapatkan bantuan medis lanjutan di Semarang.

Total ia tiga kali menjalani operasi di bawah supervisi delapan profesor. Lantaran kasus cedera olahraga yang dialaminya tak lazim, dua profesor yang menanganinya waktu itu sampai bolak-balik mendiskusikan kasus Habib ke Singapura.

Baca juga: 4 Pertolongan Pertama Penanganan Cedera Olahraga Ringan

Pernah suatu ketika, melihat kans dan kondisi Habib cukup parah, salah satu dokter yang menanganinya menyarankan agar pihak keluarga merelakan 12 selang yang menempel di tubuh atlet muda itu untuk dilepas.

“Keyakinan ibu menyelamatkan saya. Beliau bilang, ‘Jangan, dok. Pasti ada keajaiban’,” ujar Habib menirukan ucapan ibunya.

Benar saja, pada hari ke-32 koma, putra pertama pasangan Siti Istiqomah dan Tri Suwarso ini lepas dari kondisi tak sadarkan diri.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau