KOMPAS.com - Gusi turun merupakan kondisi ketika gigi merosot atau menurun ke bawah permukaan gigi.
Jika tidak segera menerima perawatan, gusi turun dapat menyebabkan akar gigi menjadi terbuka sehingga meningkatkan risiko pembusukan, infeksi, dan kehilangan gigi.
Baca juga: 8 Cara Mudah Menghentikan Pendarahan pada Gusi
Penyebab
Dilansir dari WebMD terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan gusi turun, antara lain:
- Gingivitis atau radang gusi
Kondisi ini merupakan bentuk penyakit gusi yang umum dan dapat menyebabkan gusi teriritasi, memerah, bengkak, berdarah, dan turun.
- Penyakit periodontal
Merupakan infeksi bakteri yang menghancurkan jaringan gusi dan tulang pendukung yang menahan posisi gigi.
- Masalah gigi
Seperti penumpukan plak, gigi yang bengkok atau tidak sejajar.
- Genetika
Kemungkinan beberapa orang lebih rentan mengalami penyakit gusi terlepas dari seberapa baik mereka merawat gigi mereka.
- Perubahan hormonal
Perubahan kadar hormon seperti pada masa pubertas, kehamilan, dan menopause dapat menyebabkan gusi menjadi lebih sensitif dan rentan terhadap gusi turun.
- Menyikat gigi secara agresif
Menyikat gigi terlalu keras atau dengan cara yang salah dapat menyebabkan enamel pada gigi terkikis dan gusi menurun.
- Perawatan gigi yang tidak memadai
Contohnya seperti menggunakan obat kumur atau menyikat gigi dan flossing dengan tidak tepat.
- Produk tembakau
Penggunaan tembakau dapat menyebabkan gigi turun akibat plak yang lengket dan menempel pada gigi.
- Kebiasaan menggertakkan gigi
Terlalu banyak kekuatan pada gigi dapat menyebabkan gusi turun.
- Tindik di bibir atau lidah
Perhiasan di area mulut dapat menguras gusi dan mengiritasinya hingga jaringan gusi menjadi tipis.
Baca juga: Cara Mengempeskan Gusi Bengkak secara Alami
Faktor risiko
Mengutip Medical News Today, risiko mengalami gusi turun menjadi lebih tinggi jika Anda memiliki faktor-faktor sebagai berikut:
- Lansia atau berusia lebih dari 65 tahun
- Orang yang merokok dan menggunakan produk tembakau lainnya
- Genetika atau riwayat keluarga
- Menderita diabetes
Gejala
Pada awalnya, kemungkinan akan kesulitan untuk menyadari bahwa gusi Anda menurun.
Namun, menurut Medical News Today, berikut beberapa gejala gusi turun yang perlu Anda ketahui, antara lain:
- Perubahan penampilan gigi seperti tampak lebih panjang atau merenggang
- Gigi sensitif terhadap dingin dan panas karena akar gigi yang terbuka
- Perasaan akan kehilangan gigi
Perawatan
Melansir Medical News Today, berikut pilihan perawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi gusi turun, meliputi:
- Agen desensitisasi, pernis, dan pengikat dentin
Digunakan untuk mengurangi sensitivitas akar gigi yang terbuka, mengobati gejala saraf, dan menjaga kebersihan mulut.
- Restorasi komposit
Menutup permukaan akar atau celah hitam di antara gigi.
- Porselen
Bahan ini memiliki warna yang sama dengan gusi dan digunakan untuk mengisi celah di mana gusi telah turun.
- Veneer gusi
Terbuat dari akrilik atau silikon untuk menggantikan sebagian besar jaringan gusi yang hilang karena menurun.
- Ortodontik
Memperbaiki margin gusi dan memudahkan untuk menjaga kebersihan gigi.
- Pembedahan
Dilakukan jika gusi turun sudah sangat parah.
Baca juga: Penderita Diabetes Rentan Alami Radang Gusi, Begini Cara Mencegahnya
Pada dasarnya, gusi turun yang ringan tidak memerlukan perawatan khusus. Di samping itu, jenis perawatan yang digunakan akan sesuai dengan penyebab yang mendasari gigi turun.
Pencegahan
Cara terbaik untuk mencegah gusi turun adalah dengan merawat mulut Anda dengan baik. Menurut WebMD, berikut cara pencegahan yang dapat Anda lakukan:
- Rutin menyikat gigi dan flossing dengan cara yang tepat
- Rutin melakukan pemeriksaan ke dokter gigi setiap 6 bulan
- Gunakan sikat gigi yang lembut
- Berhenti merokok
- Terapkan pola makan yang sehat dan seimbang
- Perhatikan perubahan yang terjadi di mulut Anda
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
Artikel ini tidak diperuntukkan untuk melakukan self diagnosis. Harap selalu melakukan konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.