Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 05/09/2021, 10:00 WIB
Annisyah Dewi N,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Bayi mengalami tahap pertumbuhan dan perkembangan sejak awal kehamilan hingga dilahirkan.

Semua orang tua berharap yang terbaik bagi anaknya, mereka selalu memastikan agar anaknya mengalami tumbuh kembang yang sesuai dengan seharusnya.

Namun, tidak semua anak dapat mengalami tumbuh kembang yang sempurna. Terdapat penyakit yang dapat memengaruhi perkembangan tubuh anak.

Baca juga: Mengenal Dwarfisme, Kondisi yang Ganggu Pertumbuhan Manusia

Dwarfisme adalah salah satu kelainan yang menyebabkan seseorang memiliki postur tubuh pendek akibat kondisi genetik atau medis.

Penderita dwarfisme mengalami pertumbuhan tulang yang lebih pendek daripada orang normal lainnya. Akibatnya tubuh penderita pendek atau bahkan kerdil.

Tinggi badan penderita dwarfisme saat dewasa sekitar 120 sampai 140 cm.Terdapat dua jenis dwarfisme, yakni dwarfisme tidak proporsional dan dwarfisme proporsional.

Dwarfisme tidak proporsional terjadi ketika beberapa bagian tubuh berukuran kecil sedangkan lainnya berukuran normal atau bahkan melebihi ukuran normal.

Dwarfisme proporsional terjadi ketika semua bagian tubuh proporsional satu sama lain tetapi jauh lebih kecil daripada orang normal.

Gejala

Merangkum dari Web MD, selain postur tubuh yang pendek, dwarfisme memiliki gejala lain sesuai dengan jenis dwarfisme.

Gejala dwarfisme tidak proporsional diantaranya:

Baca juga: Ancaman Anak Kerdil Kala Pandemi…

  • Hidrosefalus
  • Tubuh memiliki ukuran normal tetapi lengan dan kaki pendek
  • Ukuran jari pendek
  • Jarak yang lebar antara jari tengah dan jari manis
  • Terbatasnya pergerakan siku tangan
  • Kepala besar yang tidak seimbang dengan ukuran tubuh
  • Dahi menonjol atau jenong
  • Tulang hidung seolah datar (pesek)
  • Kaki yang membengkok

Dwarfisme proporsional biasanya disebabkan oleh kondisi medis yang dimiliki sejak lahir atau berkembang di masa anak-anak dan menghambat pertumbuhan dan perkembangan.

Dwarfisme proporsional ditandai dengan ukuran kepala, lengan, dan kaki yang lebih kecil tetapi tampak seimbang (proporsional) satu sama lain.

Gejala dwarfisme proporsional pada anak diantaranya:

  • Tinggi badan anak pada grafik pertumbuhan berada di bawah rata-rata anak seusianya
  • Perkembangan tinggi badan anak lebih lambat daripada anak seusianya
  • Perkembangan seksual anak terlambat atau sama sekali tidak mengalami masa remaja

Penyebab

Mengutip dari Healthline, sebagian besar penyebab dwarfisme adalah genetik. Namun, terdapat beberapa penyebab yang paling umum diantaranya:

Baca juga: 3 Kategori Stimulasi untuk Bantu Tumbuh Kembang Anak

  1. Achondroplasia,
    Disebabkan adanya salinan gen yang bermutasi dan diturunkan dari orang tua kepada anaknya
  2. Sindrom turner,
    Hanya terjadi pada wanita yang mewarisi satu kromosom X dari kedua orang tua mereka
  3. Spondyloepiphyseal dysplasias (SED),
    Menyebabkan batang tubuh yang memendek
  4. Displasia tulang,
    Disebabkan adanya perubahan genetik yang tiba-tiba melalui keturunan

Diagnosis

Dwarfisme dapat didiagnosis sejak bayi masih dalam kandungan, saat lahir, maupun selama masa pertumbuhan.

Pemeriksaan USG selama masa kehamilan dapat membantu menunjukkan kondisi dwarfisme.

Bayi yang mengalami dwarfisme sejak dalam kandungan atau orang tua menyadari bahwa mereka membawa gen dengan kondisi ini, dokter akan merekomendasikan amniosentesis.

Setelah bayi lahir akan dilakukan pemeriksaan kesehatan, termasuk panjang dan berat badan bayi.

Selain itu, dokter dapat melakukan tes darah untuk mengetahui kadar hormon pertumbuhan yang juga dapat menyebabkan dwarfisme.

Komplikasi

Kondisi dwarfisme menyebabkan penderita berisiko mengalami komplikasi kesehatan, seperti masalah kaki, punggung, hingga gangguan fungsi otak dan paru-paru.

Terdapat beberapa komplikasi yang paling sering dialami penderita dwarfisme tidak proporsional, yakni:

Baca juga: Tips Jaga Kesehatan Anak di Masa Pandemi

  1. kaki tertekuk
  2. radang sendi
  3. kifosis
  4. stenosis spinal
  5. hidrosefalus
  6. apnea tidur
  7. pada bayi berisiko mengalami keterlambatan perkembangan motorik

Perawatan

Melansir Healthline, apa pun penyebabnya dwarfisme tidak dapat disembuhkan.

Namun, terdapat terapi yang dapat mengurangi risiko komplikasi:

  1. Terapi hormon, dapat membantu:
    - menambah tinggi badan setidaknya mendekati ukuran normal
    - pada wanita dapat memicu pubertas
  2. Operasi, dapat membantu :
    - memperbaiki arah pertumbuhan tulang
    - menstabilkan bentuk tulang belakang
    - meningkatkan saluran di tulang belakang yang mengelilingi sumsum tulang belakang agar tekanan pada sumsum tulang belakang berkurang.
    - mengurangi tekanan pada otak dengan mengeluarkan cairan di sekitar otak yang berlebihan
  3. Terapi fisik dan Orthotic, dapat membantu:
    - meningkatkan kekuatan dan jangkauan gerak tungkai atau punggung setelah operasi
    - mengurangi rasa sakit saat berjalan
    - meningkatkan kesehatan dan fungsi kaki
    - menggunakan kawat gigi belakang untuk meningkatkan kelengkungan tulang belakang
    - melakukan perawatan orthodontic untuk menangani gigi berjejal akibat rahang kecil
    - menjaga berat badan dan mencegah obesitas

Baca juga: Apakah Anak di Atas 2 Tahun Perlu Minum Susu?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini tidak diperuntukkan untuk melakukan self diagnosis. Harap selalu melakukan konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.

Indeks Penyakit


Terkini Lainnya
Hengki Kawilarang Meninggal dengan Kreatinin Tinggi, Ini Gejalanya…
Hengki Kawilarang Meninggal dengan Kreatinin Tinggi, Ini Gejalanya…
Health
Hengki Kawilarang Miliki Kreatinin Tinggi Sebelum Meninggal, Ini Artinya…
Hengki Kawilarang Miliki Kreatinin Tinggi Sebelum Meninggal, Ini Artinya…
Health
Hengki Kawilarang Meninggal Dunia: Sempat Alami Gangguan Ginjal, Kenali Gejalanya Berikut
Hengki Kawilarang Meninggal Dunia: Sempat Alami Gangguan Ginjal, Kenali Gejalanya Berikut
Health
Hengki Kawilarang Meninggal: Sempat Alami Gangguan Ginjal, Kenali Penyebabnya Berikut
Hengki Kawilarang Meninggal: Sempat Alami Gangguan Ginjal, Kenali Penyebabnya Berikut
Health
Hengki Kawilarang Meninggal Setelah Alami Diabetes dan Cuci Darah, Kenali Penyakit Ini
Hengki Kawilarang Meninggal Setelah Alami Diabetes dan Cuci Darah, Kenali Penyakit Ini
Health
Adam Suseno Alami Pendarahan Hebat akibat Luka Robek, Jalani Operasi Besar
Adam Suseno Alami Pendarahan Hebat akibat Luka Robek, Jalani Operasi Besar
Health
Hengki Kawilarang Meninggal Pada Usia 47 Tahun karena Sakit Apa? Ini Penjelasannya...
Hengki Kawilarang Meninggal Pada Usia 47 Tahun karena Sakit Apa? Ini Penjelasannya...
Health
Hengki Kawilarang Meninggal, Ini Penjelasan Medis Soal Prosedur Cuci Darah
Hengki Kawilarang Meninggal, Ini Penjelasan Medis Soal Prosedur Cuci Darah
Health
Kasus Virus Hanta Telah Terdeteksi di 4 Provinsi, Waspadai Ini Cara Penularannya…
Kasus Virus Hanta Telah Terdeteksi di 4 Provinsi, Waspadai Ini Cara Penularannya…
Health
Sering Pakai Headset? Kenali Gejala Gangguan Pendengaran Sejak Dini Sebelum Terlambat
Sering Pakai Headset? Kenali Gejala Gangguan Pendengaran Sejak Dini Sebelum Terlambat
Health
Studi: Tes Darah Ini Bisa Deteksi Kanker Tiga Tahun Sebelum Diagnosis
Studi: Tes Darah Ini Bisa Deteksi Kanker Tiga Tahun Sebelum Diagnosis
Health
Dokter Bagikan Cara Menghindari Kerusakan Pendengaran Permanen Karena Pakai Headset
Dokter Bagikan Cara Menghindari Kerusakan Pendengaran Permanen Karena Pakai Headset
Health
Kenali HFRS, Tipe Virus Hanta yang Ada di Indonesia
Kenali HFRS, Tipe Virus Hanta yang Ada di Indonesia
Health
Masa Libur Sekolah, Penyaluran MBG Fokus pada Siswa Hadir dan Kelompok Rentan
Masa Libur Sekolah, Penyaluran MBG Fokus pada Siswa Hadir dan Kelompok Rentan
Health
356 Ribu Kasus HIV Ditemukan, Kemenkes Fokus Capai Target Penanganan hingga 2030
356 Ribu Kasus HIV Ditemukan, Kemenkes Fokus Capai Target Penanganan hingga 2030
Health
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau