KOMPAS.com - Salah satu gangguan pada mata adalah nistagmus, yaitu kondisi di mana salah satu atau kedua bola mata bergerak cepat dan tidak terkendali.
Nistagmus dapat menyebabkan ketidakteraturan gerakan mata, baik naik dan turun, kanan dan kiri, atau berputar secara berulang.
Kondisi ini menyebabkan penderita tidak dapat melihat objek secara jelas karena pandangan yang tidak fokus, bahkan keseimbangan tubuh juga dapat terganggu.
Baca juga: Mata Juling
Menurut American Academy of Ophthalmology, gejala utama nistagmus adalah gerakan mata yang cepat yang tidak dapat dikendalikan.
Pada umumnya, mata bergerak dari sisi ke sisi (horizontal), tetapi juga dapat bergerak ke atas-bawah (vertikal) atau berputar (torsinal).
Kecepatan gerakan mata ini dapat bervariasi antara lambat dan cepat, serta umumnya terjadi pada kedua mata.
Selain itu, terdapat beberapa gejala lain yang dirasakan penderita nistagmus, yaitu:
Dirangkum dari American Academy of Ophthalmology dan Medline Plus, pergerakan bola mata dikendalikan oleh otak dan telinga bagian dalam (labirin).
Otak akan menstabilkan benda yang terlihat oleh mata agar tetap tampak jelas dan tajam meski manusia menggerakkan kepala.
Baca juga: Mata Malas
Namun, pada penderita nistagmus bagian otak dan telinga bagian dalam (labirin) yang mengendalikan pergerakan bola mata tidak berfungsi dengan baik.
Berdasarkan penyebabnya, nistagmus terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
Merupakan jenis nistagmus yang terjadi karena faktor genetik atau bawaan dan hadir sejak lahir.
Pada umumnya, kondisi ini terjadi secara langsung setelah bayi lahir atau dalam enam minggu sampai tiga bulan pertama kehidupan.
Nistagmus kongenital biasanya ringan dan tidak berkembang menjadi parah. Hal ini menyebabkan orang tua tidak menyadari anaknya menderita INS.
Pada kasus yang jarang terjadi, INS dapat disebabkan oleh penyakit bawaan pada mata, seperti perkembangan saraf optik yang tidak sempurna.
Merupakan jenis nistagmus yang terjadi karena bagian dalam telinga (labirin) mengalami gangguan atau terjadi kerusakan.
Gangguan atau kerusakan ini dapat dipicu oleh penyakit, cedera atau kecelakaan, dan gangguan neurologis.
Merangkum American Academy of Ophthalmology dan Medline Plus, terdapat beberapa kondisi yang meningkatkan risiko mengalami acquired nystagmus, yaitu:
Baca juga: 5 Komplikasi Diabetes pada Mata yang Perlu Diwaspadai
Dikutip dari American Academy of Ophthalmology, dokter akan melakukan tanya jawab, serta melihat riwayat penyakit dan obat yang pernah atau sedang dikonsumsi penderita.
Kemudian, dokter akan meminta penderita berputar selama 30 detik lalu berhenti dan meminta mereka untuk mencoba menatap suatu objek.
Mata penderita nistagmus akan bergerak perlahan ke satu arah, lalu bergerak secara cepat ke arah yang berlawanan.
Jika diperlukan, dokter mungkin akan melakukan pemeriksaan penunjang berikut:
Merangkum American Academy of Ophthalmology dan Royal National Institute of Blind People, metode penanganan akan disesuaikan dengan jenis nistagmus yang dialami.
Baca juga: 6 Cara Mudah Jaga Kesehatan Mata
Nistagmus kongenital atau infantile nystagmus syndrome (INS) tidak dapat disembuhkan, tetapi dokter akan meresepkan kacamata atau lensa kontak.
Hal ini dapat memperjelas penglihatan sehingga dapat meringankan gangguan penglihatan yang memengaruhi aktivitas penderita.
Pada kasus yang parah, dokter mungkin akan menyarankan operasi, yang disebut prosedur tenotomy, untuk mengubah posisi otot yang mengendalikan gerakan mata.
Namun, prosedur ini tidak dapat menyembuhkan nistagmus sepenuhnya, tetapi dapat mengurangi derajat kemiringan kepala saat penderita memperjelas penglihatan.
Sedangkan bagi penderita acquired nystagmus, metode penanganan akan disesuaikan dengan kondisi yang mendasarinya, seperti:
Melansir American Optometric Association, tidak ada cara yang efektif untuk mencegah nistagmus kongenital karena disebabkan oleh faktor genetik.
Namun, acquired nystagmus atau nistagmus yang didapat, dapat dicegah dengan mengurangi kemungkinan cedera, seperti:
Baca juga: 7 Makanan yang Dapat Meningkatkan Kesehatan Mata
Artikel ini tidak diperuntukkan untuk melakukan self diagnosis. Harap selalu melakukan konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.