KOMPAS.com - Psikopati merupakan kondisi yang ditandai dengan tidak adanya empati dan menumpulkan segala sisi afektif lainnya.
Kondisi ini juga menunjukkan tidak adanya perasaan, tidak terikat, dan manipulatif.
Namun, psikopati adalah salah satu gangguan yang paling sulit dikenali.
Baca juga: Bisakah Anak-anak Menjadi Psikopat?
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa psikopati dapat berkembang atas pengaruh genetik yang kuat.
Selain itu, mengendapkan efek merusak pada jaringan fungsional yang tersebar luas, khususnya di daerah paralimbik otak.
Menurut psikiater sekaligus pendiri Centers of Psychiatric Excellence, Dr. Prakash Masand, psikopat dalam psikiatri memiliki arti gangguan kepribadian antisosial atau antisocial personality disorder (ASPD).
ASPD menggambarkan individu yang menunjukkan pola manipulasi dan pelanggaran kepada orang lain.
Perilaku psikopat dapat bervariasi antarindividu.
Beberapa adalah pelaku pelecehan seksual atau pembunuh. Namun, beberapa yang lain mungkin menjadi pemimpin sukses.
Semuanya tergantung pada sifat dan faktor lain yang mendukung.
Melansir psychologytoday, psikopat dapat berasal dari budaya atau kelompok etnis manapun. Diperkirakan sekitar 1 persen pria dan 0,3 sampai 0,7 persen wanita dapat diklasifikasikan sebagai psikopat.
Psikopat bukanlah diagnosis resmi. Psikiater dan tenaga medis spesialis kesehatan mental lebih merujuk pada tanda-tanda yang menunjukkan ASPD.
Melansir healthline, tanda yang umum diperhatikan bagi orang dengan psikopati menurut Masan, yaitu:
Baca juga: Punya Banyak Kesamaan, Apa Beda Psikopat dan Sosiopat?
Lalu, beberapa hal yang terasosiasi dengan ASPD juga dapat meliputi:
Selain itu, seorang psikopati juga mungkin memiliki karakteristik berikut:
Baca juga: Rawan Gangguan Mental, Begini Cara Tetap Waras Usai Positif Covid-19
Melansir verywellmind, penelitian awal terkait psikopati menunjukkan bahwa gangguan tersebut seringkali berasal dari masalah yang berkaitan dengan keterikatan orang tua dan anak.
Penolakan dari orang tua, kurangnya kasih sayang, hingga perampasan emosional dapat meningkatkan risiko seorang anak menjadi psikopat.
Studi menemukan adanya pengaruh dari penganiayaan, pelecehan, keterikatan yang tidak sehat, dan banyaknya perpisahan dengan pengasuh.
Masalah masa kanak-kanak seperti ini dapat menyebabkan sifat psikopat.
Namun, studi lain juga menunjukkan hal sebaliknya. Seseorang dengan masa kanak-kanak traumatis dapat menyebabkan timbulnya gangguan perpisahan dan keterikatan.
Beberapa faktor lain yang dapat memengaruhi sifat psikopat dapat meliputi:
Daftar Periksa Psikopati-Revisi (PCL-R) dan Inventarisasi Kepribadian Psikopat (PPI) merupakan tes yang digunakan dokter dan psikolog forensik untuk menilai perilaku antisosial.
Kedua rujukan tersebut berfokus pada kriteria yang menandakan adanya ketidakpedulian yang tidak berperasaan terphadap orang lain atau yang disebut PPI sebagai ‘dingin hati’ (coldheartedness).
Baca juga: Awas! Terlalu Cinta Bisa Jadi Gangguan Mental, Kenali Gejalanya
Masih dalam perdebatan terkait psikopat merupakan suatu kondisi yang bisa diobati.
Beberapa peneliti melaporkan bahwa pengobatan tidak membantu.
Beberapa lainnya berpendapat terapi tertentu dapat mengurangi perilaku tertentu, seperti kekerasan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Artikel ini tidak diperuntukkan untuk melakukan self diagnosis. Harap selalu melakukan konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.