Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 29/01/2022, 11:00 WIB
Xena Olivia,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Distonia adalah gangguan gerakan ketika otot-otot berkontraksi tanpa sadar, menyebabkan gerakan berulang atau memutar.

Kondisi ini dapat memengaruhi satu bagian tubuh (distonia fokal), dua atau lebih yang berdekatan (distonia segmental), atau seluruh bagian tubuh (distonia umum).

Kejang otot yang terjadi dapat tergolong ringan hingga berat dan terasa sakit. Gangguan ini dapat memengaruhi kehidupan sehari-hari.

Baca juga: Distonia: Gejala, Penyebab, dan Komplikasi

Gejala

Gejala distonia dapat bervariasi dan berkembang melalui beberapa tahapan. Beberapa gejala awal meliputi:

  • kaki yang ‘diseret’
  • kram kaki
  • menarik leher secara tidak sengaja
  • berkedip tidak terkendali
  • kesulitan berbicara.

Gejala dapat dipicu oleh kondisi penderitanya, seperti diperburuk dengan adanya stres atau kelelahan.

Selain itu, penderita juga seringkali mengeluh kesakitan dan lelah karena kontraksi otot yang konstan.

Apabila gejala distonia terjadi pada masa kanak-kanak, gejala akan berawal di kaki atau tangan. Namun, gejala dapat dengan cepat berkembang ke seluruh tubuh.

Pada masa remaja, tingkat perkembangan gejala cenderung akan melambat.

Sementara itu, distonia yang berkembang di awal masa dewasa biasanya bermula di tubuh bagian atas dengan perkembangan gejala lambat.

Penyebab

Tidak diketahui secara pasti penyebab dari distonia. Namun, perkembangannya melibatkan perubahan komunikasi sel saraf di beberapa daerah otak.

Baca juga: Mengenal Distonia, Penyebab Gerakan Otot dan Postur Tubuh Abnormal

Selain itu, beberapa jenis distonia bersifat herediter atau diwariskan dari orang tua.

Distonia juga dapat menjadi gejala dari penyakit lain yang mendasarinya, seperti:

  • penyakit Parkinson
  • penyakit Huntington
  • penyakit Wilson
  • cedera otak traumatis
  • cedera lahir
  • stroke
  • tumor otak atau kelainan tertentu yang berkembang pada beberapa orang dengan kanker (sindrom paraneoplastik)
  • kekurangan oksigen atau keracunan
  • karbon monoksida
  • infeksi, seperti tuberkulosis atau ensefalitis
  • reaksi terhadap obat-obatan tertentu
  • keracunan logam berat.

Diagnosis

Dokter akan mengawali pemeriksaan dengan mengevaluasi fisik dan bertanya terkait riwayat medis.

Untuk menentukan penyebab dari gejala yang timbul, dokter mungkin akan melakukan:

  • tes darah atau urine: untuk melihat adanya tanda-tanda racun atau kondisi lain
  • MRI atau CT Scan: tes pencitraan ini dapat mengidentifikasi kelainan di otak, seperti tumor, lesi, atau bukti stroke
  • elektromiografi (EMG): tes ini dapat mengukur aktivitas listrik dalam otot
  • tes genetik: beberapa bentuk distonia dikaitkan dengan gen tertentu. Jika mengetahui gen apa yang berpengaruh dapat membantu dokter dalam merancang strategi penanganan.

Baca juga: 11 Fungsi Otot pada Manusia

Perawatan

Terdapat beberapa pilihan untuk mengobati distonia. Pengobatan ditentukan berdasarkan jenis dan tingkat keparahan gejala.

Melansir Web MD, perawatan yang baru-baru ini diperkenalkan adalah toksin botulinum yang juga disebut Botoks atau Xeomin.

Toksin disuntikkan pada otot yang terpengaruh penyakit dan memblokir efek asetikolin yang menghasilkan kontraksi otot. Suntikan perlu dilakukan ulang setiap tiga bulan.

Apabila distonia menyebabkan penderitanya menjadi cacat, pilihan pengobatan dapat berupa stimulasi otak.

Prosedur ini melibatkan elektroda yang ditanamkan ke area tertentu di otak dan dihubungkan ke stimulator bertenaga baterai yang ditanamkan di dada.

Elektroda kemudian mentransmisikan pulsa listrik yang dibentuk oleh stimulator ke daerah otak untuk mengurangi kontraksi otot.

Dokter akan mengatur frekuensi dan intensitas pulsa listrik.

Beberapa obat-obatan yang dapat digunakan untuk menangani kontraksi otot berlebihan pada distonia, meliputi:

  • levodopa
  • prosiklidin
  • hidroklorida
  • diazepam
  • lorazepam
  • klonazepam
  • baklofen.

Baca juga: Otot Kaku

Prosedur lain yang dapat digunakan:

  • trik sensorik: memberikan rangsangan pada bagian tubuh yang terkena atau di dekatnya untuk mengurangi kontraksi otot
  • terapi: terapi wicara, terapi fisik, dan manajemen stres untuk meredakan gejala.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini tidak diperuntukkan untuk melakukan self diagnosis. Harap selalu melakukan konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.

Indeks Penyakit


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau