KOMPAS.com - Perut terasa sakit atau nyeri dapat menjadi gejala dari gangguan pencernaan.
Salah satu gangguan pencernaan yang menyebabkan nyeri perut yang hilang timbul adalah obstruksi usus.
Obstruksi usus merupakan penyumbatan yang terjadi di usus, baik usus halus (usus kecil) maupun usus besar.
Baca juga: Penyakit Radang Usus
Obstruksi usus terjadi ketika makanan atau feses tidak dapat bergerak melalui usus.
Kondisi ini akan menimbulkan gejala, seperti sulit buang gas (kentut) atau buang air besar, nyeri perut, dan pembengkakan perut.
Sumbatan di dalam usus dapat menyebabkan makanan, cairan, asam lambung, atau gas menumpuk dan menambah tekanan di dalam usus.
Jika tekanan cukup besar maka usus dapat robek (perforasi) dan mengeluarkan isinya, termasuk bakteri, ke dalam rongga perut (peritoneum).
Obstruksi usus merupakan kondisi serius yang memerlukan penanganan medis segera karena bagian usus yang tersumbat bisa mati dan memicu komplikasi yang mengancam jiwa.
Merangkum Cleveland Clinic dan Healthline, obstruksi usus dapat menimbulkan sejumlah gejala berikut:
Obstruksi usus juga dapat menyebabkan infeksi serius dan peradangan pada rongga perut (peritoneum) yang disebut peritonitis.
Baca juga: 4 Makanan yang Buruk untuk Kesehatan Usus
Kondisi ini terjadi ketika obstruksi usus menyebabkan robekan pada usus.
Peritonitis merupakan kondisi darurat yang ditandai dengan demam dan sakit perut yang semakin intens saat disentuh.
Selain orang dewasa, obstruksi usus juga dapat terjadi pada anak-anak.
Anak yang mengalami obstruksi usus umumnya akan menangis keras dan menarik kaki mereka ke arah perut akibat sakit atau nyeri pada perut.
Gejala lain obstruksi usus pada anak, di antaranya:
Dilansir dari situs Healthline, terdapat dua jenis obstruksi usus yang dibedakan berdasarkan penyebabnya, yaitu mekanik dan nonmekanik.
Obstruksi usus mekanik terjadi ketika usus tersumbat yang dapat disebabkan oleh beberapa kondisi berikut:
Baca juga: Peritonitis
Obstruksi usus nonmekanik terjadi akibat adanya gangguan pada kontraksi usus besar atau usus halus (usus kecil), yang dapat disebabkan oleh beberapa kondisi berikut:
Baca juga: 6 Faktor Risiko Penyakit Radang Usus yang Tidak Boleh Disepelekan
Merangkum Medical News Today dan Mayo Clinic, berikut beberapa kondisi yang dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami obstruksi usus:
Dirangkum dari Very Well Health dan Medical News Today, diagnosis obstruksi usus diawali dengan tanya jawab mengenai gejala dan riwayat kesehatan pasien.
Selanjutnya, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik pada area perut untuk mendeteksi pembengkakan dan nyeri tekan pada perut.
Dokter juga akan menggunakan stetoskop untuk mendengarkan bunyi perut.
Guna memastikan diagnosis, dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan penunjang berikut:
Baca juga: 4 Gejala Tumor Usus Besar yang Perlu Diwaspadai
Merangkum WebMD dan Mayo Clinic, penanganan obstruksi usus akan disesuaikan dengan kondisi yang mendasarinya.
Namun, penderita obstruksi usus umumnya perlu menjalani rawat inap di rumah sakit dan mendapat beberapa tindakan berikut:
Obstruksi usus pada bayi dan anak-anak yang disebabkan oleh intususepsi, dapat ditangani dengan enema barium yang diberikan saat menjalani prosedur diagnosis.
Perawatan ini akan meningkatkan tekanan di dalam usus sehingga dapat membuka sumbatan.
Apabila enema barium berhasil maka pasien tidak memerlukan penanganan lebih lanjut.
Selain beberapa tindakan di atas, obstruksi usus juga dapat ditangani melalui prosedur operasi.
Metode operasi akan disesuaikan dengan lokasi dan penyebab obstruksi. Beberapa tindakan operasi yang dapat dilakukan, meliputi:
Baca juga: Sering Disepelekan, 8 Kebiasaan Ini Dapat Mengganggu Kesehatan Usus
Dirangkum dari laman Mayo Clinic dan Healthline, jika tidak segera ditangani, obstruksi usus dapat menimbulkan sejumlah komplikasi serius, seperti:
Merangkum Healthdirect dan Medical News Today, obstruksi usus tidak dapat selalu dicegah.
Namun, terdapat beberapa tindakan yang dapat mengurangi risiko terkena obstruksi usus dan kekambuhan penyakit, di antaranya:
Artikel ini tidak diperuntukkan untuk melakukan self diagnosis. Harap selalu melakukan konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.