KOMPAS.com - Teori konspirasi bukanlah fenomena baru. Sejak dulu, teori ini silih-berganti mengisi ruang-ruang perdebatan mengenai isu yang populer di masyarakat.
Topik teori konspirasi pun beragam. Ada yang berbicara mengenai tragedi, serangan teroris, sampai isu kesehatan.
Salah satunya, teori yang disebarkan bahwa industri farmasi sengaja menyebarkan penyakit untuk menjual vaksin atau obat penangkal penyakit tertentu.
Di tengah pandemi Covid-19, beragam teori konspirasi corona juga beredar di ruang perbincangan publik.
Berikut penjelasan apa itu teori konspirasi dan kenapa banyak orang percaya teori konspirasi jika ditilik dari kacamata psikologi.
Baca juga: Kenali 9 Tanda Pasangan Selingkuh Menurut Psikologi
Melansir Verywell Mind, teori konspirasi adalah keyakinan terdapat kelompok tertentu yang merencanakan dan menjalankan suatu niat jahat secara rahasia.
Agar makin yakin, pembuat teori konspirasi lazim menyebut otak di balik suatu kejadian didalangi kelompok yang berkuasa, orang "kuat", jahat, dan bersekongkol untuk menghancurkan orang lain.
Di tengah era keterbukaan informasi, sebenarnya setiap orang memiliki akses untuk menelusuri kebenaran informasi atau fakta di balik teori konspirasi.
Namun, nyatanya tidak demikian. Banyak orang yang termakan atau gampang percaya teori konspirasi.
Baca juga: 5 Dampak Sebutan Bodoh bagi Seseorang, Bisa Rusak Kesehatan Mental
Para ahli psikologi menduga, banyak orang bisa percaya teori konspirasi karena alasan psikologis. Hal itu tak lepas dari proses evolusi.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.