Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

7 Alasan Kenapa Orang Sulit Berhenti Merokok

Kompas.com - 28/06/2020, 16:32 WIB
Irawan Sapto Adhi

Penulis

KOMPAS.com – Terdapat sejumlah alasan kenapa orang sulit berhenti merokok selama ini.

Guru Besar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Prof. Dra. RA. Yayi Suryo Prabandari, M.SI, P.HD, menyampaikan setidaknya ada tujuh hal yang dapat menjadi penyebab orang sulit berhenti merokok.

Berikut penjelasannya:

1. Rokok atau tembakau bersifat adiktif

Yayi mengungkap, alasan pertama dan paling utama kenapa orang sulit berhenti merokok, yakni karena rokok atau tembakau bersifat adiktif.

Baca juga: Dokter: Rokok Dapat Tingkatkan Risiko Infeksi Virus Corona

Dia menjelaskan soal siklus adiksi nikotin yang terkandung di dalam rokok.

Ketika nikotin terserap ke dalam darah dan diteruskan ke otak, akan diterima oleh reseptor α4β2.

Setelah itu, terjadi pelepasan dopamin yang memberikan rasa nyaman.

Ketika zat dopamin berkurang, rasa nyaman hilang dan timbul keinginan untuk kembali merokok.

“Begitu seterusnya, sehingga orang sulit untuk berhenti merokok,” jelas Yayi saat menjadi narasumber dalam Webinar Tips Berhenti Merokok di Era New Normal yang diadakan Komunitas 9CM bersama Pusat Perilaku dan Promosi Kesehatan FKKMK UGM, FCTC Indonesia, dan Quit Tobacco Indonesia, Sabtu (27/6/2020).

Sementara, ketika perokok berhenti merokok, maka akan muncul gejala putus nikotin yang menyebabkan tubuh merasa tidak nyaman.Hal itu dikarenakan neurotransmitter yang selama ini memberikan efek nyaman pada perokok jadi berdampak sebaliknya, seperti batuk-batuk, tak enak badan, sakit kepala, sulit tidur, dan lain-lain.

Maka dari itu, orang akan semakin sulit untuk berhenti merokok.

Baca juga: 3 Jenis Rokok Elektrik dan Bahayanya bagi Saluran Pernapasan

2. Harga rokok terjangkau

Yayi menilai orang sulit berhenti merokok juga karena harga rokok di Indonesia yang masih terjangkau.

Kondisi tersebut berbeda dengan yang terjadi di beberapa negara lain. Di mana, harga rokok di luar negeri sengaja dibuat mahal sehingga hanya bisa dibeli oleh kalangan tertentu.

3. Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) belum jalan optimal

Dosen Departemen Perilaku, Kesehatan, Lingkungan, dan Kedokteran Sosial FKKMK UGM ini, melihat kebijakan KTR belum diterapkan oleh semua lapisan atau semua daerah.

Dengan demikian, aktivitas rokok masih bisa dilakukan secara bebas.

Baca juga: 5 Bahaya Nikotin dalam Rokok Elektrik

4. Pemahaman tentang bahaya merokok belum maksimal

Yayi melihat, yang terjadi sekarang, sosialisasi bahaya merokok “tidak seimbang” dengan iklan rokok.

5. Belum semua masyarakat “berpihak” pada tidak merokok

Tak hanya menunjukkan sikap permisif dan apatis terhadap rokok, beberapa orang bahkan memilih menentang sikap tidak merokok.

6. Citra rokok

Masyarakat teralihkan dengan citra “positif” rokok yang dikuatkan oleh iklan, sponsorship dan “program” yang dibiayai industri (karena mereka menjual produk)

Akibatnya, informasi bukti bahaya kesehatan rokok tidak terakses masyarakat luas.

7. Belum semua profesi kesehatan bersatu padu

Menurut Prof Yayi, belum semua profesi kesehatan bersatu padu berjuang dan membantu perokok untuk berhenti.

“Bantuan untuk berhenti merokok sangat minimal di Indonesia,” kata Ketua Perkumpulan Promotor dan Pendidik Kesehatan Masyarakat Indonesia (PPPKMI) Cabang Provinsi DIY itu.

Baca juga: Benarkah Rokok Elektrik Tak Berbahaya bagi Perokok Pasif?

Perjalanan orang menjadi perokok

Yayi menerangkan, ada banyak cara seseorang bisa menjadi perokok.

Mereka bahkan bisa mulai menjadi perokok dari usia pra sekolah.

Berikut ini perjalanan menjadi perokok sesuai kelompok usia berdasarkah hasil identifikasi Ketua Health Promoting University (HPU) UGM tersebut:

Usia pra sekolah:

  • Merokok karena meniru orang lain di sekitarnya (imitasi)
  • Logika berpikir belum berkembang optimal
  • Perilaku dipengaruhi orang tua

Pra remaja

  • Merokok karena ada model orang dewasa merokok, bisa kakak, orangtua, guru, dan lainnya
  • Prosesnya melalui identifikasi, imitasi, penguatan sosial dan konformitas

Baca juga: Dokter: Rokok Elektrik Bisa Lebih Berbahaya Ketimbang Rokok Tembakau

Remaja:

  • Merokok selain karena ada model orang dewasa merokok, juga bentuk pemberontakan
  • Tekanan teman dan kelompok sebaya
  • Proses konformitas cukup kuat di tahapan ini da nada dua kategori, melalui sosialisasi dan seleksi

Dewasa:

  • Merokok karena keinginantahuan
  • Pengaruh perokok di sekitarnya
  • Reseptif terhadap pemasaran

Yayi menyadari bagi sebagian orang, berhenti merokok mungkin akan susah untuk dilakukan karena efek candu nikotin.

Namun, hal itu patut diperjuangkan karena bahaya rokok sangat nyata, seperti memperbesar peluang terkena penyakit kanker paru-paru.

Dia menerangkan asam rokok mengandung zat karsinogenik atau racun, termasuk benzene dan formaldehyde.

“Merokok menjadikan seseorang menjadi lebih rentan terhadap serangan virus, bakteri, dan penyakit lainnya,” jelas Koordinator Quit Tobacco Indonesia ini.

Baca juga: Waspada, Perokok Pasif Juga Rentan Terinfeksi Covid-19

Sementara itu, di masa pandemi Covid-19 ini, Yayi menyampaikan, merokok dapat meningkatkan risiko penularan virus corona baru dan akan memperberat komplikasi penyakit akibat Covid-19.

Menurut dia, aktivitas merokok rentan menjadi wahana penularan Covid-19 karena melibatkan kontak jari yang mungkin terkontaminasi dengan mulut secara intens. Hal tersebut memberikan peluang bagi virus dari jari tangan berpindah ke mulut dan masuk ke dalam tubuh.

Perokok tidak hanya lebih rentan terhadap virus corona.

Apabila perokok terinfeksi Covid-19, akan memperberat kondisi tubuhnya karena mereka cenderung sudah mempunyai masalah di paru-paru akibat zat-zat kimia yang terisap saat merokok.

Baca juga: Benarkah Rokok Elektrik Tak Berbahaya bagi Perokok Pasif?

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau