KOMPAS.com - Epistaksis atau yang lebih awam disebut dengan mimisan merupakan salah satu kondisi telinga, hidung, dan tenggorokan (THT) yang paling umum ditemukan.
Terdapat dua jenis mimisan, yaitu anterior dan posterior.
Kondisi mimisan anterior lebih umum ditemukan dan dapat ditangani dengan lebih mudah.
Sementara itu, mimisan posterior lebih jarang ditemukan dan cenderung membutuhkan penanganan medis.
Baca juga: Apakah Mimisan pada Anak Berbahaya?
Melansir Cleveland clinic, sebanyak 60 persen orang di dunia setidaknya pernah mengalami mimisan selama hidupnya.
Penyebab
Penyebab paling umum terjadinya mimisan adalah udara kering yang disebabkan oleh iklim yang panas dan memiliki kelembapan rendah, atau kondisi dalam ruangan yang panas.
Kedua kondisi tersebut dapat menyebabkan membran nasal mengering dan retak. Hal inilah yang menyebabkan darah mengalir dari hidung ketika digosok, ditiup, atau mengupil.
Penyebab mimisan yang lain, meliputi:
- selesma (infeksi saluran pernapasan atas) dan atau sinusitis
- bersin, batuk, meniup hidung dalam frekuensi sering
- memasukkan benda ke dalam hidung
- luka pada hidung/wajah
- rinitis alergi atau non-alergi (radang hidung)
- obat pengencer darah (aspirin, obat anti-inflamasi non steroid atau NSAID, warfarin, dan lain-lain)
- obat yang dihirup melalui nasal atau hidung (antihistamin atau dekongestan)
- iritasi kimia dalam produk pembersih, asap, ataupun bau menyengat
- dataran/tekanan udara tinggi (oksigen berkurang dan udara menjadi lebih kering)
- deviasi septum nasal (kemiringan tulang hidung)
Baca juga: Cara Mengatasi Mimisan pada Hidung dengan Cepat
Selain itu, terdapat beberapa penyebab mimisan yang jarang ditemukan:
- penggunaan alkohol
- penyakit von Wilebrand atau Leukemia
- tekanan darah tinggi
- aterosklerosis
- operasi wajah dan nasal
- tumor nasal
- polip nasal
- kehamilan
Pertolongan pertama
Mimisan sering kali menimbulkan kepanikan bagi yang mengalami maupun orang yang menyaksikan. Tapi untuk menangani kondisi ini, Anda justru jangan panik.
Ikuti beberapa langkah pertolongan pertama untuk mengobati mimisan di bawah ini.
- Duduk tegak dan condongkan badan ke arah depan. Posisi tegak akan mengurangi tekanan darah pada pembuluh di area hidung dan mengurangi pendarahan. Sementara itu, mencondongkan badan ke depan akan mencegah darah tertelan dan menghindari sakit perut.
- Tiup hidung perlahan. Agar gumpalan darah turun, tiup hidung Anda secara perlahan. Kemudian, semprotkan kedua sisi hidung dengan dekongestan hidung yang memiliki kandungan oxymetazoline (Afrin).
- Cubit hidung. Gunakan ibu jari dan telunjuk untuk menutup kedua lubang hidung selama 10-15 menit dan bernapaslah melalui mulut. Gerakan ini dapat mengirimkan tekanan ke titik pendarahan pada septum nasal dan menghentikan aliran darah. Hindari membuka-tutup cubitan dalam periode tersebut.
- Bantu dengan kompres es di pangkal tulang hidung, ini akan membantu menghentikan perdarahan.
Jika setelah itu darah masih mengalir, tahan kembali hidung Anda selama 10-15 menit.
Jika darah masih mengalir, carilah penanganan medis.
Baca juga: Waspadai, Ini 5 Penyebab Mimisan di Malam Hari
Diagnosis
Segera lakukan pemeriksaan ke dokter jika:
- teknik cubit hidung tidak berhasil;
- pendarahan terus menerus dan banyak kehilangan darah;
- kesulitan untuk bernapas;
- muntah akibat darah tertelan;
- mimisan merupakan akibat dari luka serius (jatuh, kecelakaan, terantuk).
Selain itu, Anda juga dianjurkan untuk ke dokter jika:
- Anda sering mengalami mimisan;
- Anda memiliki gejala anemia (lemas atau pingsan, lesu, menggigil, napas pendek, kulit pucat);
- Anda minum obat pengencer darah (aspirin/warfarin) secara rutin, atau memiliki gangguan pembekuan darah dan pendarahan tidak berhenti;
- mimisan diakibatkan oleh tindakan medis atau obat pengobatan yang baru dikonsumsi’
- Anda mimisan dan terdapat memar-memar di sekujur tubuh. Kombinasi ini mengindikasikan adanya kondisi serius seperti gangguan pembekuan darah (hemofilia atau penyakit von Willebrand), leukemia, atau tumor nasal.
Perawatan
Penanganan mimisan disesuaikan dengan penyebab mimisan itu sendiri, di antaranya:
- Nasal Packing. Dokter akan meletakkan spons/busa khusus untuk hidung agar terbentuk tekanan di tempat terjadinya pendarahan. Spons tersebut akan didiamkan selama 24-48 jam sebelum dicabut oleh tenaga medis.
- Kauterisasi. Prosedur yang melibatkan pengaplikasian zat kimia (nitrat perak) atau elektrokauteri untuk menutup pembuluh darah yang pecah. Sebelumnya, hidung akan dibuat kebas dengan anestesi lokal.
- Penyesuaian obat/resep baru. Mengurangi dosis atau menghentikan obat pengencer darah. Selain itu, dokter juga mungkin menuliskan resep untuk mengontrol tekanan darah dan pembekuan darah.
- Pengeluaran benda asing. Jika mimisan diakibatkan oleh benda asing dalam hidung.
- Operasi perbaikan hidung atau nasal. Jika mimisan diakibatkan oleh kerusakan hidung atau kemiringan.
- Ligasi. Prosedur di mana pembuluh darah penyebab mimisan ‘diikat’ untuk memberhentikan pendarahan.
Baca juga: 3 Penyebab Mimisan saat Tidur dan Cara Mengatasinya
Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya mimisan, terdapat beberapa cara.
- Gunakan semprot hidung (nasal spray) sebanyak dua-tiga kali sehari agar lubang hidung tetap lembab.
- Gunakan pelembap ruangan (humidifier) agar udara dalam ruangan tetap lembap.
- Gunakan petroleum jelly dengan menggunakan cottonbud atau jari dengan lembut ke dalam lubang hidung. Pastikan tidak memasukkan terlalu dalam ke rongga hidung (maks 0,5cm).
- Hindari bersin terlalu keras dan selalu bersin dengan mulut terbuka untuk mengurangi tekanan di pembuluh darah hidung. Saat bersin, tutup mulut dengan tissu atau siku tangan.
- Batasi penggunaan obat yang dapat meningkatkan pendarahan seperti aspirin atau ibuprofen. Khususnya, obat resep seperti warfarin atau NSAID yang harus berada di bawah pengawasan dokter.
- Hindari kuku panjang.
- Hindari memasukkan benda asing apapun ke dalam hidung, termasuk jari.
- Berhenti merokok. Rokok dapat membuat hidung kering dan mudah iritasi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
Artikel ini tidak diperuntukkan untuk melakukan self diagnosis. Harap selalu melakukan konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.