KOMPAS.com - Menyelam atau diving adalah salah satu kegiatan olahraga yang cukup menantang namun banyak digemari.
Sering kali orang melakukan kegiatan menyelam untuk menikmati keindahan dan kehidupan bawah laut.
Kegiatan menyelam dapat membuat seseorang lebih tenang, membantu meredakan stres, melatih kekuatan otot, melatih pernapasan, dan masih banyak lagi.
Akan tetapi, tidak semua orang dapat menjadi penyelam sebab terdapat berbagai persiapan dan latihan khusus, serta diharuskan untuk memiliki lisensi menyelam.
Meskipun telah memiliki diving license, seorang penyelam tetap harus berhati-hati ketika menikmati keindahan bawah laut.
Baca juga: 6 Cara Mengatasi Kekurangan Oksigen dalam Darah
Hal ini dikarenakan terdapat beragam risiko dan masalah kesehatan yang mungkin muncul ketika menyelam.
Salah satu masalah kesehatan yang dialami penyelam adalah penyakit dekompresi atau Decompression Sickness (DCS).
Penyakit ini muncul ketika terjadi penurunan tekanan air atau udara secara cepat yang mengelilingi tubuh manusia.
Perubahan tekanan ini menyebabkan nitrogen dalam darah membentuk gelembung yang menyumbat pembuluh darah dan jaringan organ.
Penyakit dekompresi umumnya terjadi pada penyelam laut dalam yang naik ke permukaan terlalu cepat.
Meski jarang terjadi, penyakit ini juga dapat dirasakan oleh pejalan kaki yang turun dari ketinggian atau astronot yang kembali ke bumi.
Baca juga: 13 Tanda Tubuh Kekurangan Oksigen yang Pantang Disepelekan
Terdapat dua tipe dekompresi, yakni tipe pertama dan tipe kedua. Berikut tipe-tipe dekompresi disertai dengan gejala:
Beberapa gejala umum penyakit dekompresi yang lain mungkin termasuk:
Baca juga: Berapa Kadar Oksigen dalam Darah yang Normal?
Pada kasus khusus, penyakit dekompresi diikuti gejala berikut:
Gejala penyakit dekompresi bisa saja tidak langsung terasa ketika menyelam, melainkan muncul beberapa jam atau bahkan berhari-hari setelah menyelam.
Penyelam mengambil oksigen dari nitrogen tambahan dan dilarutkan ke dalam darah. Ketika kembali ke permukaan tekanan air di sekitar tubuh akan berkurang.
Jika perpindahan terjadi terlalu cepat, darah tidak memiliki waktu untuk membersihkan larutan nitrogen.
Sebaliknya, nitrogen akan memisahkan dari darah dan membentuk gelembung di jaringan atau darah manusia.
Gelembung nitrogen inilah penyebab penyakit dekompresi. Kondisi ini mengakibatkan penyelam mengalami nyeri sendi mendadak bahkan serangan jantung.
Penyakit dekompresi dapat terjadi pada siapa saja yang bergerak dari ketinggian tinggi menuju ketinggian rendah. Namun, umumnya penyakit ini terjadi pada penyelam.
Baca juga: Mitos atau Fakta, Pakai Masker Bisa Turunkan Kadar Oksigen Tubuh?
Dilansir dari Healthline, risiko penyakit dekompresi meningkat apabila disertai kondisi berikut:
Untuk mendiagnosis penyakit ini, dokter akan mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan faktor risiko dan cara menyelam terakhir yang dilakukan pasien.
Dokter juga akan melakukan pemeriksaan terhadap gejala yang dirasakan pasien, riwayat penyakit, dan kondisi pasien secara menyeluruh.
Berikut beberapa pemeriksaan penunjang pada penyakit dekompresi:
Baca juga: Kenali Apa Itu Saturasi Oksigen, Cara Cek, dan Kadar Normalnya
Dikutip dari Healthline, dalam kondisi darurat di tempat dapat dilakukan beberapa langkah berikut ini:
Penanganan pada kasus penyakit dekompresi yang lebih serius dapat ditangani dengan melakukan terapi oksigen hiperbarik.
Penderita akan ditempatkan pada ruangan dengan tekanan udara tiga kali lebih tinggi dari biasanya dan mengandung 100 persen oksigen.
Perawatan ini mendorong nitrogen mencair sehingga dapat dibersihkan secara bertahap dari tubuh dalam beberapa jam.
Penyelam dengan penyakit dekompresi tidak disarankan untuk mencoba mengobati diri mereka sendiri dengan melakukan penyelaman yang lebih dalam.
Mengutip dari Drugs, penyakit dekompresi adalah penyakit yang secara tiba-tiba dan tidak dapat dicegah bagi siapa pun, khususnya penyelam.
Namun, beberapa upaya berikut dapat meminimalkan risiko penyakit ini ketika menyelam:
Baca juga: 9 Penyebab Kekurangan Oksigen dalam Darah, Bukan Hanya Covid-19
Artikel ini tidak diperuntukkan untuk melakukan self diagnosis. Harap selalu melakukan konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.