KOMPAS.com - Kutu merupakan serangga parasit tidak bersayap yang mengisap darah binatang atau manusia.
Kutu biasanya membawa organisme mikroskopis yang disebut Babesia dan melalui gigitan kutu parasit tersebut dapat masuk ke dalam tubuh manusia.
Gigitan kutu yang membawa parasit Babesia akan menimbulkan penyakit yang disebut babesiosis.
Baca juga: Kenali Bahaya dan Gejala Infeksi Gigitan Kutu Kucing pada Manusia
Babesiosis merupakan penyakit langka yang terjadi ketika parasit Babesia menginfeksi dan menghancurkan sel darah merah.
Merangkum Family Doctor dan WebMD, gejala babesiosis biasanya muncul pada satu hingga delapan minggu setelah terinfeksi parasit Babesia.
Terkadang penyakit ini tidak memunculkan gejala yang cukup terlihat, penderita mungkin merasa seperti flu.
Berikut beberapa gejala dari babesiosis, yaitu:
Tidak hanya menginfeksi dan menghancurkan sel darah merah, parasit Babesia juga dapat menyebabkan anemia hemolitik, yang ditandai dengan gejala:
Baca juga: Cat Scratch Disease
Dikutip dari Osmosis, babesiosis disebabkan oleh parasit Babesia yang biasanya disebarkan melalui gigitan kutu Ixodes scapularis yang terinfeksi.
Kutu Ixodes scapularis, disebut juga kutu rusa, merupakan vektor primer, yaitu penyebab utama terjadinya penularan penyakit, baik pada orang maupun hewan.
Kutu Ixodes scapularis juga merupakan kutu yang menyebarkan bakteri Borrelia burgdorferi, yaitu bakteri yang menyebabkan penyakit Lyme.
Babesia microti dan Babesia divergens menjadi tipe parasit Babesia yang paling sering menyerang manusia.
Ketika kutu yang terinfeksi menggigit manusia, parasit di dalam perut kutu secara bertahap berpindah ke kulit manusia yang kemudian menuju pembuluh darah.
Pada sebagian besar kasus, kutu yang terinfeksi harus menempel pada tubuh manusia selama 24 hingga 36 jam atau lebih, sebelum menularkan parasit.
Semakin lama kutu menempel atau menggigit maka semakin besar kemungkinan penularan parasit.
Setelah berada di dalam darah, parasit Babesia akan berkembang biak, menginfeksi, dan menghancurkan sel darah merah.
Selain melalui gigitan kutu, penyakit ini juga dapat menular melalui dua cara berikut:
Baca juga: Justin Bieber Didiagnosis Idap Lyme Disease, Penyakit Apa Itu?
Merangkum Family Doctor dan Osmosis, terdapat beberapa kondisi yang meningkatkan risiko terkena babesiosis, seperti:
Melansir Healthline, pada tahap awal, dokter akan melakukan tes apusan darah dengan memeriksa sampel darah menggunakan mikroskop.
Selain itu, dokter juga dapat melakukan tes antibodi pada sampel darah. Kedua tes ini bertujuan untuk memastikan keberadaan parasit Babesia pada darah penderita.
Mengutip Healthline, pada kasus dengan gejala ringan, dokter akan meresepkan kombinasi antibiotik dan antiparasit, seperti clindamycin dan kina.
Jika kedua obat tersebut kurang efektif dalam menyembuhkan babesiotis maka dokter akan meresepkan kombinasi atovaquone dan azithromycin.
Kedua kombinasi obat ini biasanya dikonsumsi selama 7 hingga 10 hari.
Baca juga: Mengenal Jenis Gigitan Tungau dan Cara Mengatasinya
Pada kasus yang parah, dokter mungkin akan memberikan azithromycin yang diberikan secara intravena, yaitu melalui infus atau suntikan dan dikombinasikan dengan atovaquone oral.
Kombinasi clindamycin yang diberikan secara intravena dengan kina oral juga dapat menangani babesiotis dengan gejala yang parah.
Selain itu, penderita babesiotis dengan gejala yang parah mungkin juga memerlukan transfusi darah.
Merangkum dari Osmosis dan Centers for Disease Control and Prevention (CDC), babesiosis dapat menimbulkan beberapa komplikasi, seperti:
Dikutip dari Family Doctor, berikut beberapa cara mencegah babesiosis:
Baca juga: Kenali Bahaya dan Gejala Infeksi Gigitan Kutu Kucing pada Manusia
Artikel ini tidak diperuntukkan untuk melakukan self diagnosis. Harap selalu melakukan konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.