Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 28/09/2021, 21:00 WIB
Annisyah Dewi N,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pinggul menjadi persendian yang menghubungkan antara dua tulang, yaitu tulang paha dengan tulang panggul.

Sendi pinggul dibentuk sedemikian rupa agar manusia dapat bergerak dengan lancar, seperti berjalan, duduk, berlari, atau sekadar memutar badan.

Namun, ada kondisi saat pinggul tumbuh tidak normal. Kondisi ini disebut displasia pinggul atau developmental dysplasia of hip yang dapat terjadi sebelum kelahiran atau pada bulan-bulan pertama kehidupan.

Displasia pinggul merupakan suatu kondisi di mana sendi peluru (bola dan rongga) pada pinggul gagal berkembang secara normal.

Baca juga: Bolehkah Bayi Tidur Tengkurap?

Untuk diketahui, sendi pinggul merupakan sendi peluru, yaitu berbentuk seperti bola dan rongga (soket). Rongga atau soket dibentuk oleh acetabulum yang merupakan bagian dari tulang pelvis besar.

Sedangkan bagian bola disebut dengan kepala femoralis, yaitu bagian bagian atas dari tulang paha (femur).

Namun, terdapat suatu kondisi yang menyebabkan kepala femoralis tidak tepat berada di dalam rongga atau berada di luar rongga.

Inilah yang kemudian disebut dengan kondisi displasia pinggul.

Pada displasia pinggul, rongga pinggul terlalu dangkal dan kepala femoralis tidak berada tepat di dalamnya sehingga sendi pinggul menjadi longgar.

Komplikasi

Pada kasus yang parah, tulang paha berada di luar dari rongga (soket) atau dislokasi.

Displasia pinggul dapat memengaruhi salah satu atau kedua pinggul, tetapi lebih sering terjadi pada pinggul kiri.

Displasia pinggul yang tidak segera ditangani dapat menyebabkan:

  • Gangguan bergerak, seperti pincang
  • Nyeri
  • Osteoarthritis pinggul dan punggung

Penyebab

Dilansir dari Healthline, pada sebagian kasus, penyebab displasia pinggul tidak diketahui secara pasti.

Baca juga: Kapan Bayi Boleh Belajar Berenang?

Namun, terdapat beberapa kondisi yang meningkatkan risiko seorang anak mengalami displasia pinggul, di antaranya:

  1. Rendahnya tingkat cairan ketuban di dalam rahim (oligohidramnion)
  2. Bayi lahir dalam posisi sungsang (pinggul berada di jalan lahir)
  3. Berat badan lahir besar
  4. Pertama kali melahirkan sehingga rahim tidak meregang
  5. Terdapat riwayat keluarga dengan kondisi displasia pinggul
  6. Bayi dibedong dalam waktu lama dengan ketat

Gejala

Displasia pinggul biasanya tidak menimbulkan gejala apa pun karena terjadi pada bayi.

Maka dari itu, melakukan pemeriksaan kondisi bayi secara rutin ke dokter dan bidan perlu dilakukan.

Mengutip Healthline, bayi yang mengalami displasia pinggul mungkin memiliki gejala berikut:

  • kaki yang bengkok ke luar atau tampak berbeda panjangnya
  • rentang gerak terbatas pada pinggul
  • lipatan kulit pada paha kiri dan kanan berbeda
  • lipatan kaki dan pantat tidak rata ketika kaki dipanjangkan
  • keterlambatan perkembangan motorik kasar, yang memengaruhi cara anak duduk, merangkak, dan berjalan
  • pada bayi yang mulai berjalan atau merangkak maka sisi tungkai yang terkena displasia pinggul tampak lebih pincang

Diagnosis

Dikutip dari National Health Service, pinggul bayi akan diperiksa sebagai bagian dari pemeriksaan fisik bayi baru lahir dalam waktu 72 jam setelah dilahirkan.

Baca juga: 5 Cara Menidurkan Bayi yang Susah Tidur 

Pada pemeriksaan ini dokter akan menggerakkan secara lembut sendi pinggul bayi untuk memeriksa apakah terdapat masalah yang menimbulkan rasa tidak nyaman.

Jika pada usia empat sampai enam minggu pinggul bayi masih terasa tidak stabil maka dokter akan melakukan pemindaian ultrasound atau rontgen pada pinggul.

Pemindaian ultrasound maupun rontgen harus dilakukan pada pinggul bayi usia empat sampai enam minggu jika mengalami:

  1. Memiliki riwayat keluarga yang mengalami masalah pinggul di masa kecil
  2. Bayi lahir dalam posisi sungsang

Terkadang pinggul bayi dapat stabil dengan sendirinya sebelum pemindaian dilakukan, tetapi pemeriksaan harus tetap dilakukan untuk memastikan kondisi bayi.

Perawatan

Merangkum Healthline dan National Health Service, pada bayi usia kurang dari enam bulan maka dokter akan melakukan pengamatan selama tiga minggu.

Kemudian, jika pinggul masih belum kembali pada posisi normal maka dilakukan pemasangan Pavlik Harness, yaitu alat untuk mempertahankan posisi normal sendi pinggul.

Sedangkan pada bayi usia enam bulan sampai 12 bulan maka akan dilakukan reposisi, yaitu metode non-operasi untuk mengembalikan tulang ke posisi normal.

Kemudian, akan dipasang gips atau Pavlik Harness selama tiga bulan untuk mendapatkan posisi normal dari tulang.

Jika posisi pinggul masih belum normal atau jika displasia pinggul terjadi pada anak di atas usia satu tahun maka diperlukan tindakan operasi tulang atau osteotomi.

Baca juga: Kenali 9 Tanda Bahaya pada Bayi Baru Lahir

Operasi dilakukan untuk mengembalikan tulang ke posisi normal lalu dilanjutkan dengan memasang gips agar sendi pinggul tetap stabil.

Pencegahan

Melansir Healthline, displasia pinggul tidak dapat dicegah, tetapi terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko bayi mengalami kondisi ini, yaitu:

  • Pastikan kehamilan berjalan dalam keadaan sehat, lakukan konsultasi dengan dokter mengenai cara melahirkan
  • Ketahui tingkat air ketuban pada kandungan, apakah mengalami oligohidramnion
  • Menjaga berat badan bayi untuk menghindari bayi besar atau makrosomia
  • Gunakan teknik bedong yang benar, tidak terlalu ketat dan menekan kaki anak, serta tidak dilakukan dalam waktu yang lama
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini tidak diperuntukkan untuk melakukan self diagnosis. Harap selalu melakukan konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.

Indeks Penyakit


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau