Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 13/03/2022, 21:00 WIB
Xena Olivia,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

Konten Sensitif
Divalidasi oleh:
Konten Sensitif

Artikel di bawah topik Konten Sensitif ini membutuhkan login ke sistem Kompas.com guna memastikan konten yang sesuai usia pembaca. Jika Anda memenuhi kriteria usia 18 tahun ke atas, silakan lakukan pendaftaran untuk bisa mengakses konten-konten di bawah ini.

KOMPAS.com - Atrofi vagina (vaginitis atrofi) adalah penipisan, pengeringan, dan peradangan pada dinding vagina yang mungkin terjadi saat tubuh memiliki lebih sedikit estrogen.

Umumnya, atrofi vagina terjadi setelah wanita mengalami menopause.

Pada sebagian besar kasus, atrofi vagina menyebabkan hubungan seksual menjadi menyakitkan dan menimbulkan gejala kencing yang mengganggu.

Baca juga: Vaginitis

Atas dampak tersebut, dokter menggunakan istilah "sindrom genitourinari menopause" untuk menggambarkan atrofi vagina dan gejala yang menyertainya.

Tersedia perawatan sederhana dan efektif untuk sindrom ini.

Gejala

Gejala atrofi vagina dapat meliputi:

  • kekeringan pada vagina
  • rasa terbakar dan/atau gatal pada vagina
  • dispareunia (nyeri saat berhubungan seks)
  • keluarnya cairan dari vagina, biasanya berwarna kuning
  • bercak atau berdarah
  • gatal pada vulva (pruritus)
  • perasaan tertekan.

Kondisi ini juga dapat memengaruhi sistem kemih dan menyebabkan gejala, termasuk:

  • sering ke kamar mandi
  • mengalami nyeri saat ke kamar mandi
  • infeksi saluran kemih
  • buang air kecil lebih banyak
  • inkontinensia stres
  • sakit saat buang air kecil (disuria)
  • darah dalam urin (hematuria)
  • rasa terbakar saat buang air kecil.

Penyebab

Atrofi vagina disebabkan oleh penurunan kadar estrogen.

Baca juga: Kenali Apa itu Vaginismus, Gangguan Susah Penetrasi Vagina

Saat menopause, seorang wanita mengalami penurunan kadar estrogen hingga 85 persen. Saat tubuh memiliki lebih sedikit estrogen, jaringan genital menjadi lebih rapuh.

Beberapa alasan lain atas penurunan estrogen,yaitu:

  • menyusui
  • obat anti-estrogen
  • beberapa pil KB
  • pembedahan untuk mengangkat kedua indung telur
  • kemoterapi
  • terapi radiasi panggul
  • pengobatan hormon.

Diagnosis

Umumnya, dokter dapat mendiagnosis atrofi dan adanya sindrom dengan pemeriksaan fisik yang cermat.

Terkadang, beberapa tes laboratorium diperlukan untuk membedakan atrofi vagina dengan kondisi lain, seperti:

  • tes pap
  • sampel urine
  • USG
  • tes hormon serum
  • pH vagina
  • mikroskopi.

Perawatan

Salah satu cara untuk membuat atrofi vagina lebih baik adalah dengan berhubungan seks.

Baca juga: Mengenal Vulvodynia, Penyebab Hubungan Seks Terasa Menyakitkan

Wanita yang melakukan aktivitas seksual secara berkala, sendiri ataupun bersama pasangan, cenderung memiliki kasus atrofi vagina yang lebih ringan daripada mereka yang tidak.

Aktivitas seksual meningkatkan aliran darah ke vagina dan membantunya tetap elastis.

Jika seseorang mengalami kekeringan dan ketidaknyamanan akibat gangguan ini, terutama saat berhubungan seks, dapat diatasi dengan menggunakan pelembab vagina atau pelumas berbahan dasar air.

Terapi estrogen juga dapat menjadi pilihan.Terapi dapat menebalkan dinding vagina dan meredakan banyak gejala sindrom genitourinari menopause lainnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini tidak diperuntukkan untuk melakukan self diagnosis. Harap selalu melakukan konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.

Baca tentang

Indeks Penyakit


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau