KOMPAS.com - Salah satu pandemi yang pernah terjadi pada tahun 2009 adalah flu babi.
Flu babi merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus influenza H1N1. Penyakit ini disebut dengan flu babi karena pada awalnya virus ini menyerang babi.
Infeksi virus influenza H1N1 pertama kali ditemukan di Meksiko pada April 2009 dan terus ditemukan pada berbagai negara di seluruh dunia.
Baca juga: Mengenal Flu, Gejala hingga Komplikasi yang Bisa Sebabkan Kematian
Oleh karena itu pada Juni 2009, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan keadaan pandemi global dan berakhir pada Agustus 2010.
Virus influenza H1N1 dapat menular dengan cepat dan lebih mudah menular pada anak-anak, lansia, ibu hamil, serta orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah.
Flu babi menular ketika orang sehat menghirup droplet atau percikan cairan saluran pernapasan seseorang yang terinfeksi saat bersin atau batuk.
Penyakit ini menimbulkan gejala yang serupa dengan flu biasa, seperti bersin, demam, hidung tersumbat, batuk, dan mata merah.
Merangkum Mayo Clinic dan Family Doctor, gejala flu babi umumnya akan muncul sekitar 3 sampai 5 hari setelah terpapar virus.
Gejala flu babi hampir mirip dengan flu biasa sehingga cukup sulit untuk membedakan kedua penyakit ini. Gejala flu babi di antaranya:
Baca juga: Ditemukan Virus H10N3, Apakah akan Memicu Pandemi?
Selain itu, flu babi juga dapat menimbulkan gejala neurologis, terutama pada anak-anak. Meskipun kondisi ini tergolong langka, tetapi dapat berakibat fatal.
Gejala-gejala tersebut, meliputi:
Dirangkum dari Mayo Clinic dan Healthline, flu babi disebabkan oleh virus influenza H1N1 dan akan menginfeksi sel-sel yang melapisi hidung, tenggorokan, dan paru-paru.
Manusia dapat terinfeksi virus tersebut ketika menghirup droplet (percikan) air liur atau ingus yang dapat menyebar melalui:
Meskipun demikian, mengonsumsi daging babi tidak akan menyebabkan seseorang terinfeksi virus penyebab flu babi.
Menurut WebMD, terdapat beberapa kondisi yang meningkatkan risiko terjadinya komplikasi dan memperparah gejala yang dirasakan akibat flu babi, yakni:
Baca juga: Berapa Orang yang Harus Divaksin Agar Pandemi Berakhir?
Dirangkum dari Verywell Health dan Mayo Clinic, selain melakukan anamnesis mengenai gejala yang dirasakan dan pemeriksaan fisik, dokter juga akan melakukan pemeriksaan lanjutan, seperti:
Menggunakan alat khusus untuk mendeteksi keberadaan influenza H1N1 dengan cara yang lebih cepat meski memiliki tingkat akurasi yang lebih rendah dari tes lainnya.
Tes ini bisa saja memunculkan hasil tes negatif karena ada jenis virus flu tertentu dalam tubuh sehingga perlu analisis lebih lanjut untuk memastikan jenis virus influenza.
Pemeriksaan yang juga digunakan untuk mendeteksi keberadaan virus Corona ini juga dapat mendeteksi keberadaan virus penyebab flu babi atau jenis flu lainnya.
Namun, dokter akan menganjurkan pemeriksaan tersebut apabila penderita:
Baca juga: Kenapa Vaksin Influenza Penting di Masa Pandemi Corona?
Mengutip dari Healthline, penanganan flu babi akan disesuaikan dengan gejala dan tingkat keparahan yang dialami oleh penderita.
Umumnya, flu babi dapat sembuh dengan sendirinya tanpa memerlukan penanganan medis apabila penderita memiliki tubuh yang sehat.
Berikut beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk meredakan gejala:
Namun, jika kondisi penderita memburuk atau berisiko mengalami komplikasi akibat flu maka penanganan medis wajib dilakukan.
Obat antivirus oseltamivir dan zanamivir dapat diresepkan oleh dokter, terutama pada penderita yang berisiko tinggi untuk mengalami komplikasi akibat flu.
Dilansir dari Mayo Clinic, flu babi dapat menimbulkan beberapa komplikasi berikut:
Baca juga: Meski Pandemi, Orangtua Wajib Berikan Imunisasi Rutin untuk Anak
Mengutip Family Doctor, terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah flu babi, di antaranya:
Artikel ini tidak diperuntukkan untuk melakukan self diagnosis. Harap selalu melakukan konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.