KOMPAS.com - Kompartemen merupakan sekelompok jaringan otot, pembuluh darah, dan saraf pada lengan dan tungkai.
Kompartemen dikelilingi oleh membran kuat yang disebut fascia. Fascia umumnya tidak lentur atau tidak dapat mengembang.
Akibatnya, jika terjadi pembengkakan atau perdarahan di dalam kompartemen otot karena cedera dapat menyebabkan peningkatan tekanan di area tersebut.
Baca juga: 7 Penyebab Nyeri Otot yang Bisa Terjadi
Kondisi ini dikenal sebagai sindrom kompartemen, yaitu kondisi menyakitkan yang terjadi akibat meningkatnya tekanan di dalam kompartemen otot.
Tekanan ini dapat menghambat aliran darah sehingga jaringan otot dan saraf akan kekurangan oksigen dan asupan nutrisi.
Jika hal ini terjadi, dapat memicu kerusakan pada otot dan saraf, serta dapat menyebabkan kematian jaringan (nekrosis) permanen.
Mengutip dari National Health Service, terdapat dua jenis sindrom kompartemen, yaitu:
Merupakan sindrom kompartemen yang terjadi secara tiba-tiba dan biasanya disebabkan oleh cedera berat.
Sindrom kompartemen akut adalah kondisi darurat medis karena dapat menyebabkan kerusakan otot permanen jika tidak segera mendapat penanganan.
Merupakan tipe sindrom kompartemen yang dapat terjadi karena cedera olahraga, terutama yang melibatkan gerakan berulang (repetitif).
Sindrom kompartemen kronis bukan merupakan kondisi darurat medis dan biasanya akan mereda beberapa menit setelah menghentikan aktivitas.
Baca juga: 11 Fungsi Otot pada Manusia
Melansir Healthline, gejala sindrom kompartemen dapat bervariasi sesuai dengan jenisnya.
Merangkum Healthline dan National Health Service, sindrom kompartemen dapat terjadi jika terdapat perdarahan atau pembengkakan di dalam bagian kompartemen.
Baca juga: 6 Cara Mudah Atasi Nyeri Otot Setelah Olahraga
Hal ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan di dalam kompartemen dan dapat menghambat aliran darah.
Jika tidak segera ditangani maka kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan permanen sebab sel otot dan sel saraf tidak mendapat nutrisi dan oksigen yang dibutuhkannya.
Sindrom kompartemen yang tidak ditangani dapat menyebabkan kematian jaringan (nekrosis) permanen, bahkan berujung pada amputasi.
Selain itu, terdapat beberapa kondisi yang dapat menyebabkan sindrom kompartemen, yaitu:
Dirangkum dari Mayo Clinic dan OrthoInfo, terdapat beberapa kondisi yang meningkatkan risiko terkena sindrom kompartemen, yaitu:
Baca juga: Cedera Olahraga, Begini Penanganan yang Tepat Menurut Dokter
Mengutip Cleveland Clinic, berikut beberapa metode diagnosis untuk sindrom kompartemen:
Dokter akan menekan tendon/urat dan tulang kering untuk memastikan apakah penderita mengalami tendinitis dan shin splints.
Untuk mengetahui apakah terjadi patah tulang dan mengetahui kondisi medis lain yang menyebabkan penderita merasakan nyeri.
Tes yang dilakukan dengan memasukkan jarum khusus yang dilengkapi alat pengukur ke area yang cedera untuk mengukur tekanan pada kompartemen.
Dirangkum dari Cleveland Clinic dan Healthline, penanganan sindrom kompartemen akan disesuaikan dengan jenisnya, yaitu:
Pembedahan atau fasciotomy merupakan satu-satunya metode penanganan untuk kondisi ini.
Dokter akan membuat sayatan di kulit untuk membuka fascia yang menutupi kompartemen dan mengangkat sel otot yang sudah mati.
Baca juga: Cedera Olahraga, Pentingnya “Sedia Payung Sebelum Hujan” Bagi Atlet
Hal ini bertujuan untuk mengurangi tekanan pada kompartemen.
Pada kasus yang parah, dokter harus menunggu hingga pembengkakan mereda sebelum menutup sayatan.
Berikut beberapa tindakan penanganan untuk mengatasi sindrom kompartemen kronis:
Apabila metode tersebut tidak berhasil menangani sindrom kompartemen kronis, penderita mungkin memerlukan pembedahan atau fasciotomy.
Pembedahan umumnya lebih efektif daripada metode nonbedah untuk mengobati sindrom kompartemen kronis.
Merangkum Healthline dan WebMD, apabila tidak segera ditangani, sindrom kompartemen dapat menyebabkan beberapa komplikasi berikut:
Baca juga: 4 Pertolongan Pertama Penanganan Cedera Olahraga Ringan
Dilansir dari Cleveland Clinic, melakukan diagnosis dan penanganan dini dapat mencegah terjadinya komplikasi akibat sindrom kompartemen akut.
Bagi penderita yang menggunakan perban atau gips harus memperhatikan rasa sakit dan pembengkakan.
Jika nyeri dan pembengkakan semakin berat lakukan konsultasi dengan dokter untuk menyesuaikan gips atau perban guna mencegah sindrom kompartemen.
Sedangkan sindrom kompartemen kronis dapat dicegah dengan melakukan beberapa cara berikut:
Baca juga: 10 Macam-macam Cedera Olahraga yang Paling Sering Terjadi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Artikel ini tidak diperuntukkan untuk melakukan self diagnosis. Harap selalu melakukan konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.