Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 09/12/2021, 10:00 WIB
Annisyah Dewi N,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kalium merupakan salah satu jenis elektrolit di dalam tubuh yang berperan penting dalam mengatur cairan tubuh, serta menjaga fungsi otot, saraf, dan jantung.

Normalnya, kadar kalium orang dewasa di dalam darah berkisar antara 3,6 milimol per liter (mmol/L) hingga 5,2 milimol per liter (mmol/L).

Kadar kalium yang berlebih dalam darah akan dikerluarkan dari darah oleh ginjal melalui urine.

Baca juga: 7 Fungsi Kalium untuk Tubuh

Namun, terdapat kondisi yang menyebabkan kadar kalium pada darah lebih tinggi dari seharusnya, yaitu hiperkalemia.

Hiperkalemia merupakan kondisi ketika kadar kalium mencapai 5 sampai 5,5 milimol per liter (mmol/L).

Kadar kalium yang mencapai lebih dari 6 milimol per liter (mmol/L) merupakan kondisi berbahaya dan memerlukan penanganan medis segera.

Hiperkalemia merupakan penyakit yang kerap tidak disadari oleh penderitanya karena tidak menimbulkan gejala.

Namun, kondisi ini harus mendapat penanganan yang tepat karena dapat memicu terjadinya henti jantung, bahkan kematian.

Hiperkalemia menjadi salah satu kondisi yang terjadi karena gangguan pada fungsi ginjal atau karena penyakit ginjal kronik, serta diabetes yang tidak ditangani.

Kondisi inilah yang menyebabkan ginjal tidak dapat berfungsi maksimal untuk menjaga kadar kalium dalam darah tetap normal.

Gejala

Dikutip dari Healthline, gejala hiperkalemia dapat bervariasi karena bergantung pada tingginya kadar kalium dalam darah.

Tak jarang, penderita hiperkalemia tidak merasakan gejala apa pun. Namun, ketika kadar kalium di dalam darah cukup tinggi dapat ditandai dengan beberapa gejala berikut:

Baca juga: 8 Gejala Hipokalemia (Kekurangan Kalium) yang Perlu Diwaspadai

  • Tubuh merasa mudah lemah dan lemas
  • Sensasi mati rasa atau kesemutan
  • Mual dan muntah
  • Gangguan pernapasan
  • Nyeri dada
  • Palpitasi atau detak jantung tidak teratur dan berdetak lebih cepat.

Pada kasus yang parah, hiperkalemia dapat menyebabkan kelumpuhan atau gagal jantung.

Selain itu, jika tidak ditangani, kondisi ini dapat menyebabkan henti jantung yang berujung pada kematian.

Penyebab

Menurut Mayo Clinic, hiperkalemia paling umum disebabkan karena masalah pada ginjal, seperti:

  1. Gagal ginjal akut
  2. Penyakit ginjal kronis.

Masalah atau gangguan pada ginjal tersebut menyebabkan ginjal tidak dapat menjalankan fungsi sebagaimana seharusnya.

Akhirnya, kadar kalium berlebih tidak dapat dikeluarkan dari tubuh dan mengalami penumpukan sehingga kadar kalium dalam darah menjadi lebih tinggi dari seharusnya.

Faktor risiko

Merangkum Medline Plus dan Healthline, terdapat beberapa kondisi yang meningkatkan risiko penyakit ini, antara lain:

Baca juga: 12 Makanan yang Mengandung Kalium Tinggi

  1. Penyakit Addison, ketika kelenjar adrenal tidak membuat cukup hormon yang mengurangi kemampuan ginjal untuk mengeluarkan kalium dari tubuh
  2. Penghancuran sel darah merah akibat cedera parah atau luka bakar
  3. Efek samping obat tertentu, seperti ACE-inhibitor untuk menurunkan tekanan darah, beberapa jenis obat kemoterapi, dan penghambat reseptor angiotensin
  4. Penyalahgunaan alkohol atau NAPZA
  5. Penggunaan suplemen kalium dalam jangka panjang atau secara berlebihan
  6. Menderita anemia hemolitik
  7. Mengidap diabetes tipe 1
  8. Dehidrasi
  9. Trauma.

Diagnosis

Dikutip dari Cleveland Clinic, untuk mendiagnosis penyakit ini, dokter mungkin akan melakukan tes darah atau tes urine untuk mengukur kadar kalium dalam darah,

Selain itu, dokter mungkin akan melakukan pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) untuk mengukur dan merekam aktivitas listrik jantung.

Pemeriksaan elektrokardiogram akan menunjukkan perubahan irama jantung yang disebabkan karena hiperkalemia.

Perawatan

Dirangkum dari Cleveland Clinic dan Healthline, metode penanganan untuk mengobati hiperkalemia cukup bervariasi tergantung pada tingkat keparahan yang diderita.

Berikut beberapa metode penanganan hiperkalemia:

Baca juga: 10 Efek Kekurangan Kalium pada Tubuh

  • Pemberian obat-obatan, seperti:
    1. Diuretik
    2. Kalsium glukonat
    3. Resin
    4. Albuterol
  • Infus kalsium, untuk melindungi jantung dan otot
  • Infus insulin dan glukosa, untuk membantu menarik kalium kembali ke dalam sel tubuh
  • Hemodialisis atau cuci darah, untuk membantu ginjal menyaring dan membuang kadar kalium berlebih dari dalam darah

Selain itu, terdapat beberapa metode penanganan mandiri yang dapat dilakukan untuk mengatasi hiperkalemia ringan.

Beberapa cara berikut juga membantu mempercepat pemulihan bagi penderita hiperkalemia berat, antara lain:

  1. Batasi makanan yang mengandung tinggi kalium, seperti pisang, kacang polong, susu, kentang, dan daging sapi
  2. Hentikan konsumsi suplemen kalium
  3. Minum lebih banyak air untuk mencegah dehidrasi
  4. Hentikan konsumsi obat yang dapat meningkatkan risiko hiperkalemia

Komplikasi

Merangkum Cleveland Clinic dan Medline Plus, terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat hiperkalemia, yaitu:

Baca juga: 7 Gejala Kekurangan Kalium yang Pantang Disepelekan

  • Aritmia, yaitu gangguan irama jantung yang mengancam nyawa
  • Serangan jantung
  • Jantung tiba-tiba berhenti berdetak (henti jantung)
  • Kelumpuhan
  • Gagal ginjal.

Pencegahan

Dilansir dari The American Kidney Fund, terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi faktor risiko terkena hiperkalemia, seperti:

  1. Tidak mengonsumsi minuman beralkohol
  2. Membatasi atau menghindari konsumsi makanan tinggi kalium, seperti pisang, kentang, kacang-kacangan, dan keju
  3. Membaca label nutrisi sebelum membeli produk makanan atau minuman agar dapat mengukur kadar kalium yang dikonsumsi
  4. Lakukan tes darah secara rutin untuk memeriksa kadar kalium jika menderita penyakit yang dapat meningkatkan risiko terkena hiperkalemia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini tidak diperuntukkan untuk melakukan self diagnosis. Harap selalu melakukan konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.

Video rekomendasi
Video lainnya

Indeks Penyakit


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com