Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 13/01/2022, 17:00 WIB
Luthfi Maulana Adhari,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Diabetes insipidus (DI) ketika ginjal tidak mampu mencegah ekskresi air.

Diabetes insipidus termasuk jarang terjadi dan tidak sama dengan diabetes melitus tipe 1 dan 2.

Namun jika tidak diobati, baik DI maupun diabetes melitus menyebabkan rasa haus yang konstan dan sering buang air kecil.

Baca juga: Apa Itu Diabetes Insipidus?

Penderita DI memiliki kadar gula darah yang normal, namun ginjalnya tidak mampu menyeimbangkan cairan dan garam dalam tubuh.

Penyebab

Diabetes insipidus terjadi ketika ginjal tidak dapat memekatkan urine secara normal dan sejumlah besar urin encer diekskresikan.

Jumlah air yang diekskresikan dalam urin dikendalikan oleh hormon antidiuretik (ADH).

DI yang disebabkan oleh kekurangan ADH disebut diabetes insipidus sentral.

Ketika DI disebabkan oleh kegagalan ginjal untuk merespon ADH, kondisi ini disebut diabetes insipidus nefrogenik. Nefrogenik artinya berhubungan dengan ginjal.

DI pusat jarang terjadi. Jika terjadi, jenis ini dapat disebabkan oleh kerusakan pada hipotalamus atau kelenjar pituitari sebagai akibat dari:

  • Masalah genetik
  • Cedera kepala (penyebab umum)
  • Infeksi di otak
  • Masalah dengan sel penghasil ADH karena penyakit autoimun
  • Hilangnya suplai darah ke kelenjar hipofisis
  • Pembedahan di area kelenjar pituitari atau hipotalamus (penyebab paling umum)
  • Tumor di atau dekat kelenjar pituitari.

DI nefrogenik melibatkan defek pada ginjal. Akibatnya, ginjal tidak merespon ADH.

DI nefrogenik sangat jarang dan dapat disebabkan oleh:

Baca juga: Apakah Minum Kopi Bahayakan Kesehatan Ginjal?

  • Obat-obatan tertentu, seperti lithium
  • Masalah genetik
  • Tingginya kadar kalsium dalam tubuh (hiperkalsemia)
  • Penyakit ginjal, seperti penyakit ginjal polikistik.

Gejala

Gejala diabetes insipidus meliputi:

  • Rasa haus yang berlebihan dan tidak terkendali
  • Volume urin yang berlebihan
  • Buang air kecil yang berlebihan
  • Urine sangat encer dan pucat.

Diagnosis

Penyedia layanan kesehatan akan bertanya tentang riwayat dan gejala medis pasien. Tes yang dapat dilakukan untuk diagnosis ialah:

  • Natrium dan osmolalitas darah
  • Tantangan Desmopresin (DDAVP)
  • MRI kepala
  • Tingkat ko-peptin serum
  • Urinalisis
  • Konsentrasi dan osmolalitas urin
  • Keluaran urine.

Perawatan

Penyebab kondisi yang mendasarinya akan diobati bila memungkinkan.

Baca juga: 8 Cara Menjaga Kesehatan Ginjal

DI sentral dapat dikontrol dengan vasopresin (desmopresin, DDAVP)

Jika DI nefrogenik disebabkan oleh obat-obatan, menghentikan obat dapat membantu memulihkan fungsi ginjal normal.

Tetapi setelah bertahun-tahun menggunakan beberapa obat, seperti lithium, DI nefrogenik dapat menjadi permanen.

DI nefrogenik herediter dan DI nefrogenik yang diinduksi lithium diobati dengan minum cukup cairan agar sesuai dengan keluaran urine.

Obat-obatan yang menurunkan produksi urin juga perlu diminum.

DI nefrogenik diobati dengan obat anti-inflamasi dan diuretik (pil air).

Hubungi dokter segera jika mengalami gejala DI.

Jika telah didiagnosis menderita DI, hubungi dokter jika sering buang air kecil atau rasa haus yang ekstrem kembali.

Komplikasi

Diabetes insipidus dapat menyebabkan dehidrasi. Dehidrasi dapat menyebabkan:

  • Mulut kering
  • Perubahan elastisitas kulit
  • Haus berlebih
  • Kelelahan.

Selain itu, diabetes insipidus dapat menyebabkan ketidakseimbangan mineral dalam darah.

Baca juga: Gangguan Elektrolit

Gejala ketidakseimbangan elektrolit meliputi:

  • Lemas
  • Mual
  • Muntah
  • Kehilangan selera makan
  • Kram otot
  • Linglung.

Pencegahan

Diabetes insipidus tidak dapat dicegah.

Paling sering, kondisi ini dikaitkan dengan masalah kesehatan lain.

Menghindari faktor risiko yang menyebabkan DI bisa dipraktikkan untuk menghindari penyakit ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini tidak diperuntukkan untuk melakukan self diagnosis. Harap selalu melakukan konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.

Video rekomendasi
Video lainnya

Indeks Penyakit


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau