KOMPAS.com - Preeklamsia adalah komplikasi kehamilan yang ditandai dengan tekanan darah tinggi dan tanda-tanda kerusakan pada sistem organ lain, paling sering hati dan ginjal.
Preeklamsia biasanya dimulai setelah 20 minggu kehamilan.
Mengutip WebMD, satu-satunya obat untuk preeklamsia adalah melahirkan.
Bahkan setelah melahirkan, gejala preeklamsia bisa bertahan 6 minggu atau lebih.
Baca juga: 5 Jenis Makanan yang Harus Dihindari Ibu Hamil
Mengutip NHS, gejala awal preeklamsia adalah:
Tekanan darah tinggi saja tidak menunjukkan preeklamsia.
Namun, jika dibarengi dengan adanya kandungan protein dalam urin itu bisa menjadi indikator kuat bahwa ibu hamil itu sedang mengalami preeklamsia.
Setelah itu, gejalanya akan berkembang yang menyebabkan tubuh mengalami:
Baca juga: 5 Olahraga Aman untuk Ibu Hamil
Jika mengalami gejala tersebut dapat segera berkonsultasi dan memastikan kondisi pada dokter.
Meski demikian, preeklamsia terkadang berkembang tanpa gejala apa pun, sebagaimana yang dikutip dari Mayo Clinic.
Tekanan darah tinggi dapat berkembang secara perlahan, atau mungkin muncul secara tiba-tiba.
Memantau tekanan darah adalah bagian penting dari perawatan prenatal karena tanda pertama preeklamsia biasanya adalah peningkatan tekanan darah.
Tekanan darah yang melebihi 140/90 mmHg atau lebih adalah tidak normal.
Bayi yang belum lahir juga bisa menunjukkan gejala preeklamsia yang dialami tubuh ibunya.
Pertumbuhan bayi yang lambat. Itu tanda utama preeklamsia pada bayi yang belum lahir.
Kondisi tersebut disebabkan oleh suplai darah yang buruk melalui plasenta ke bayi.
Bayi yang sedang tumbuh menerima lebih sedikit oksigen dan nutrisi dari seharusnya yang dapat mempengaruhi perkembangan.
Ini disebut pembatasan pertumbuhan intra-uterin atau janin.
Baca juga: 7 Makanan yang Pantang Dikonsumsi Ibu Hamil
Mengutip WebMD, banyak ahli berpikir preeklamsia dan eklampsia terjadi ketika plasenta wanita tidak bekerja sebagaimana mestinya, tetapi mereka tidak tahu persis mengapa.
Beberapa orang berpikir gizi buruk atau lemak tubuh yang tinggi mungkin berkontribusi menyababkan preeklamsia.
Kurangnya aliran darah ke rahim bisa berperan. Gen juga merupakan faktor.
Plasenta adalah organ yang menghubungkan suplai darah ibu ke bayi yang belum lahir.
Makanan dan oksigen melewati plasenta. Produk limbah dapat berpindah dari bayi kembali ke ibu.
Untuk mendukung pertumbuhan bayi, plasenta membutuhkan suplai darah yang besar dan konstan dari ibu.
Pada preeklamsia, plasenta tidak mendapatkan cukup darah. Ini bisa jadi karena plasenta tidak berkembang dengan baik saat terbentuk selama paruh pertama kehamilan.
Masalah dengan plasenta berarti suplai darah antara ibu dan bayi terganggu.
Sinyal atau zat dari plasenta yang rusak mempengaruhi pembuluh darah ibu, sehingga menyebabkan tekanan darah tinggi (hipertensi).
Pada saat yang sama, masalah pada ginjal dapat menyebabkan protein penting yang seharusnya tetap berada dalam darah ibu bocor ke dalam urinnya, yang mengakibatkan protein dalam urin (proteinuria).
Baca juga: 9 Jenis Makanan Sehat yang Direkomendasikan untuk Ibu Hamil
Mengutip Mayo Clinic, preeklamsia berkembang hanya sebagai komplikasi kehamilan. Faktor risiko meliputi:
Riwayat preeklamsia pribadi atau keluarga secara signifikan meningkatkan risiko preeklamsia.
Jika ibu hamil sudah memiliki hipertensi kronis, memiliki risiko lebih tinggi terkena preeklamsia.
Risiko terkena preeklamsia paling tinggi selama kehamilan pertama.
Setiap kehamilan dengan pasangan baru meningkatkan risiko preeklamsia lebih dari kehamilan kedua atau ketiga dengan pasangan sebelumnya.
Risiko preeklamsia lebih tinggi untuk ibu hamil yang sangat muda serta ibu hamil yang lebih tua dari 35 tahun.
Baca juga: 7 Penyebab Kontraksi Palsu, Ibu Hamil Perlu Tahu
Wanita kulit hitam memiliki risiko lebih tinggi terkena preeklamsia dibandingkan wanita dari ras lain.
Risiko preeklamsia lebih tinggi jika mengalami obesitas.
Preeklamsia lebih sering terjadi pada wanita yang mengandung anak kembar, kembar tiga atau kelipatan lainnya.
Memiliki bayi kurang dari dua tahun atau lebih dari 10 tahun menyebabkan risiko preeklamsia yang lebih tinggi.
Memiliki kondisi tertentu sebelum hamil yang dapat meningkatka risiko preeklamsia, seperti tekanan darah tinggi kronis, migrain, diabetes tipe 1 atau tipe 2, penyakit ginjal, pembekuan darah, atau lupus.
Risiko preeklamsia meningkat jika bayi dikandung dengan fertilisasi in vitro.
Baca juga: 6 Makanan dan Minuman yang Baik Dikonsumsi Ibu Hamil Trimester Pertama
Mengutip WebMD, preeklamsia dapat membuat plasenta ibu hamil tidak mendapatkan cukup darah, yang dapat menyebabkan bayi lahir sangat kecil.
Ini juga salah satu penyebab paling umum dari kelahiran prematur dan komplikasi yang dapat mengikuti, termasuk ketidakmampuan belajar, epilepsi, cerebral palsy, masalah pendengaran dan penglihatan.
Preeklamsia dapat menyebabkan komplikasi yang jarang namun serius yang meliputi:
Ketika preeklamsia atau eklampsia merusak hati dan sel darah, bisa mendapatkan komplikasi yang disebut sindrom HELLP. Itu singkatan dari:
Ini adalah saat sel darah merah yang membawa oksigen ke seluruh tubuh rusak.
Tingginya kadar bahan kimia ini dalam darah memicu masalah hati.
Ini adalah saat tidak memiliki cukup trombosit, sehingga darah tidak menggumpal sebagaimana mestinya.
Baca juga: 3 Jenis Anemia yang Umum Terjadi pada Ibu Hamil
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.