Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perbedaan Protein Hewani dan Nabati untuk Mencegah Stunting pada Anak

Kompas.com - 13/02/2023, 12:00 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

KOMPAS.com - Semua sumber protein dibutuhkan untuk mencegah stunting pada anak.

Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak balita (bawah 5 tahun) yang diakibatkan kurang gizi kronis serta infeksi berulang.

Dokter spesialis anak, dr. Ananta Fittonia Benvenuto, M.Sc, Sp.A mengatakan bahwa stunting biasanya ditandai dengan tinggi badan anak yang berada di bawah standar.

Baca juga: Nyale, Sumber Protein Hewani Alternatif Khas NTB untuk Cegah Stunting

Jika tidak ditangani dengan tepat, kondisi stunting pada anak dapat menyebabkan gangguan pada perkembangan otak, metabolisme tubuh, dan pertumbuhan fisik.

Asupan protein adalah salah satu elemen kunci dalam optimalisasi masa 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), termasuk untuk mencegah stunting.

Merujuk pada Kementerian Kesehatan RI, anak memiliki kebutuhan protein sebagai berikut berdasarkan usia, berat badan, dan tinggi badan ideal agar terhindar dari stunting:

  • Usia 0-5 bulan dengan berat 6 kg dan tinggi 60 cm: kebutuhan protein 9 gram
  • Usia 6-11 bulan dengan berat 9 kg dan tinggi 72 cm: kebutuhan protein 15 gram
  • Usia 1-3 tahun dengan berat 13 kg dan tinggi 92 cm: kebutuhan protein 20 gram
  • Usia 4-6 tahun dengan berat 19 dan tinggi 113 cm: kebutuhan protein 25 gram
  • Usia 7-9 tahun dengan berat 27 kg dan tinggi 130 cm: kebutuhan protein 40 gram

Baca juga: Cara Pemprov NTB Turunkan Angka Stunting

Sementara, ada dua jenis protein yang perlu dipertimbangkan untuk diberikan kepada anak, yaitu protein hewani dan nabati.

Namun, pada dasarnya semua protein memiliki fungsi yang sama sebagai berikut:

  • Menggantikan sel tubuh yang rusak
  • Membawa faktor pertumbuhan
  • Membangun sel daya tahan tubuh

Artikel ini akan membahas perbedaan protein hewani dan nabati untuk mencegah stunting pada anak.

 

Baca juga: Asa Pemulung TPA Kebon Kongok Lombok Barat Lepas dari Jeratan Stunting

Protein hewani 

Protein hewani adalah protein yang didapat dari sumber hewan, contohnya ayam, daging sapi, ikan, hingga cacing laut (nyale).

Dikutip dari Medical News Today, protein hewani mirip dengan yang ada di tubuh manusia, sehingga dianggap sebagai sumber protein lengkap.

Protein hewani mengandung semua asam amino esensial yang dibutuhkan tubuh.

Sumber protein hewani bisanya juga kaya nutrisi lain, seperti vitamin B12 dan D, serta asam lemak omega-3, dan zat besi heme, yang tidak ditemukan pada tumbuhan.

Konsumsi protein hewani mendorong pertumbuhan otot tanpa lemak dan mengurangi kehilangan otot di usia tua.

Dokter Spesialis Gizi Klinik, dr. Nurul Ratna Mutu Manikam, M.Gizi, Sp.GK mengatakan bahwa protein hewani yang mengandung banyak nutrisi sebenarnya juga lebih mudah dicerna oleh tubuh anak.

Baca juga: Perbaikan Gizi dan Pola Asuh Selama 3 Bulan Sukses Turunkan Stunting

Sayangnya, kandungan protein hewani masih tergolong rendah dalam MPASI yang diberikan kepada anak usia 6-23 bulan oleh orangtua di Asia, termasuk di Indonesia.

Presentase protein hewani dalam MPASI anak Asia dengan usia tersebut sebagai berikut:

  • Susu dan produk turunannya:
  • Telur: 15,5 persen
  • Daging merah/putih: 13,2 persen
  • Ikan: 12,6 persen

Dr Nurul merujuk pada suatu penelitian yang melibatkan 49 negara, di mana menunjukkan bahwa tingginya prevalensi stunting terkait dengan rendahnya kandungan sumber pangan hewani dalam MPASI.

Sementara berdasarkan data Food and Agriculture Organization (FAO) yang dikutip dari Sehat Negeriku, konsumsi protein hewani, seperti telur, daging, susu dan produk turunannya di Indonesia termasuk yang rendah di dunia.

  • Konsumsi telur antara 4-6 kg/tahun
  • Konsumsi daging kurang dari 40 gram/orang
  • Konsumsi susu dan produk turunannya 0-50 kg/orang/tahun.

Baca juga: Makanan Tinggi Protein Hewani Cegah Stunting pada Anak

Protein nabati

Protein nabati adalah protein yang didapat dari tumbuhan, seperti kacang-kacangan, polong-polongan, taku, tempe, dan brokoli.

Dr. Ananta mengatakan bahwa protein nabati tidak terlalu efektif untuk mencegah stunting.

Alasannya, protein nabati lebih sulit diserap oleh tubuh anak karena prosesnya lama.

Selain itu, butuh kadar yang cukup tinggi untuk memenuhi angka kecukupan gizi dan mencegah stunting pada anak.

"Artinya dengan makan hewani sedikit, anak kita harus makan protein nabati lebih banyak porsinya. Sedangkan, lambung anak kapasitasnya lebih kecil," terang Dr Ananta dalam acara "Aksi Gizi Generasi Maju" yang diselenggarakan Danone Indonesia di Lombok Barat, pada Kamis (9/2/2023).

Baca juga: Panduan Makan untuk Mencegah Stunting pada Anak

Jika orangtua memenuhi kebutuhan protein anak fokus pada makanan nabati dalam jumlah banyak, anak sudah kenyang dahulu sebelum dipenuhi nutrisi penting lainnya, seperti zat besi yang juga bisa membantu mencegah stunting.

Dikutip dari Medical News Today, protein nabati dianggap sebagai sumber protein yang tidak lengkap karena kekurangan beberapa asam amino esensial yang dibutuhkan oleh tubuh manusia.

Namun seiring bertambahnya usia dewasa, lebih banyak makan makanan berprotein nabati berpotensi menurunkan risiko kolesterol, tekanan darah rendah, kanker, stroke, dan penyakit jantung.

Sehingga untuk memberikan protein pada anak, Anda bisa fokus pada tujuan asupan makannya dahulu.

"Dalam memenuhi kebutuhan nutrisi harian anak, bisa juga dipertimbangkan untuk memberikan sumber nutrisi yang difortifikasi dengan kombinasi unik zat besi dan vitamin C agar si kecil bisa tumbuh maksimal," ujar dr. Ananta.

Baca juga: Bagaimana Kekurangan Gizi Menyebabkan Stunting?

Kandungan protein dalam pangan hewani dan nabati

Dr. Ananta mengatakan bahwa kandungan protein dalam pangan hewani cenderung lebih besar dari nabati.

Jika mengkonsumsi pangan nabati, membutuhkan porsi lebih besar untuk memenuhi kebutuhan protein pada anak.

Disari dari United States Department of Agriculture (USDA) dan Healthline, berikut contoh kandungan protein dalam pangan hewani dan nabati:

  • Pangan hewani

    • Telur ayam 1 butir (50 gram): 7,5 gram protein
    • Dada ayam (28 gram): 8 gram protein
    • Dada kalkun 3 ons (85 gram): 25,6 gram protein
    • Daging sapi cincang 28 gram: 7 gram protein
    • Ikan kembung (makarel kalengan) 28 gram: 7 gram protein
    • Ikan salmon fillet 124 gram: 30,5 gram protein
    • Ikan cod fillet 180 gram: 41 gram protein
    • Kerang 3 ons (85 gram): 21,8 gram protein
    • Susu sapi cair UHT 250 ml: 8 gram protein
    • Keju cottage 226 gram: 28 gram protein
  • Pangan nabati

    • Almond 1 ons (28,35 gram): 6 gram protein
    • Kacang pistachio 1 ons (28,35 gram): 5,73 gram
    • Kacang mete (28,35 gram): 4,34 gram protein
    • Kacang tanah 1 ons (28,35 gram): 7,31 gram protein
    • Selai kacang halus tanpa pemanis tambahan 32 gram: 7,2 gram protein
    • Quinoa matang 185 gram: 8 gram protein
    • Lentil matang 100 gram: 9,02 gram protein
    • Yogurt 7 ons (200 gram): 19,9 gram protein
    • Jagung kuning 1 cangkir (164 gram): 15,6 gram protein
    • Kentang berukuran sedang 1 buah: 4 gram protein
    • Brokoli mentah 1 cangkir (91 gram): 2,6 gram protein
    • Tempe 100 gram: 20 gram protein
    • Oat 100 gram: 13 gram protein

Baca juga: Stunting Menurunkan Kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com